Sukses Terbesar dalam Hidupku

Menikah muda adalah tantangan terbesar dalam hidupku. Setelah lulus SMA 3 Semarang pada tahun 1997, aku mendaftar kuliah di kampus negeri terkenal di Jakarta. Dan Alhamdulillah waktu itu orang tuaku sangat senang sekali karena dari sekian banyak peserta ujian, hanya aku dan satu orang lagi yang diterima di UI. Temanku diterima di Fakultas Kedokteran, sedangkan aku diterima di Fakultas Ekonomi. Begitu besar cita-cita yang diamanatkan oleh orangtuaku saat itu. Maklum, disana ada Ibu Sri Mulyani, ahli moneter idola ayah dan ibuku. Orang tua beliau adalah dosen ibuku, sehingga mereka sangat senang bila aku mengikuti jejaknya. Aku anak bungsu perempuan satu-satunya dari tiga bersaudara, sehingga wajar bila mereka berpengharapan anak perempuan satu-satunya akan hidup bahagia.

Tetapi, aku mengecewakan mereka. Nilai-nilai semester pertama dan keduaku bagus, saat itu aku baru mulai mengenal kehidupan luar. Di kota asalku, nilai-nilai ibukota mungkin agak asing. Shock culture, begitu orang menyebutnya. Bapak dan Ibu selalu memberikan pesan agar aku menjaga martabat sebagai perempuan , karena aku berada jauh dari keluarga. Akhirnya singkat cerita, aku menikah pada umur 20 tahun, saat-saat penting dalam mengejar nilai kuliah karena ingin menjaga marwahku sebagai perempuan. Nilai-nilaiku menurun drastis karena ketidaksiapanku dalam membina rumah tangga. Sewaktu mengerjakan skripsi anakku masih butuh kasih sayang ibunya. Waktu detik-detik terakhir menyelesaikan skripsi, tetangga sampai membantu mengasuh anakku, karena waktu itu kami kekurangan dana, bahkan untuk makan sehari-hari. Hubunganku dengan keluarga tidak begitu baik saat itu karena sebenarnya mereka tidak setuju dengan keputusanku menikah muda.

Singkat cerita, aku lulus dengan seadanya, dan menjalani kehidupan sebagai ibu rumah tangga hingga pada tahun 2005 lahirlah anakku yang kedua.  Aku pernah menjalani kehidupan sebagai tukang cuci, tukang antar barang, guru lepas dari sebuah yayasan tanpa gaji, hanya diberi uang makan, menjual rokok dan lain sebagainya. Saat anakku lahir itulah aku memutuskan harus bekerja tetap walau apapun yang terjadi. Kebetulan aku diterima sebagai Pegawai Negeri Sipil di suatu instansi di Jakarta. Badai rumah tangga yang awalnya kecil mulai nampak, sampai puncaknya pengabdian di instansi sempat terhenti karena badai tersebut.

Orangtua kembali menyemangatiku, aku sangat beruntung karena ditempatkan disebuah lembaga yang banyak menolong kebutuhan orang-orang yang tidak mampu. Disana aku belajar menjadi kuat. Bahwa hidup memang harus diperjuangkan, tidak boleh kalah oleh apapun sebab kita mendidik generasi penyelamat masa depan. Jika generasi masa depan tidak kita didik dengan baik, maka bangsa ini tinggal menunggu kehancuran saja. Aku pernah merasakan kehilangan masa depan itu, walau akhirnya tidak ada kata terlambat untuk memulai. Rumah tanggaku akhirnya tidak bertahan ketika aku harus memilih bahwa cinta yang baik adalah cinta yang membebaskan. Konflik dan kekerasan tidak boleh terjadi untuk alasan apapun apalagi atas nama cinta. Anak-anak secara hukum jatuh dibawah pengasuhan ibunya, dan sebenarnya aku sangat senang sekaligu sedih karena merasa bersalah kepada mereka.

Alhamdulillah sekarang kami lebih baik. Saat kasus demi kasus ditempat kerja dapat diselesaikan oleh tim dengan bagianku juga ada di dalamnya, aku merasa bahagia. Menolong orang-orang yang terlantar sewaktu musim haji tiba di negeri yang jauh, menjadi tim pengadaan Al -Quran setelah terjadi krisis korupsi Al Quran yang sempat memperburuk citra instansi, dan berhasil mengembalikan citranya ketika pengadaan selanjutnya bersih dari dugaan korupsi, lulus dari magister akuntansi di tengah kesibukan mengantar anakku lulus UN dengan nilai rata2 sembilan keatas dengan IPK yang sangat memuaskan, adalah contoh keberhasilan kecilku.

Selanjutnya keterlibatan kami dalam membangun Standard Operational Procedure di instansi tempatku bekerja, juga sesuai dengan kemampuan dan jurusanku mengembangkan konsep audit syariah untuk lembaga zakat agar mereka dapat bersaing dengan lembaga modern lainnya dari segi profesionalisme pengelolaan. Juga ikut serta membangun masyarakat di berbagai yayasan, walaupun yayasan tersebut bukan milikku tapi kami berbagi dan saling support untuk kebaikan bersama. Saat ini kami hidup ditopang dengan gaji dan usaha kecil-kecilan yang menghidupi dua keluarga. Sebab karyawan setiaku yang menemaniku dari masa sulit berumah tangga hingga mandiri kini sudah memiliki dua anak perempuan. Aku sendiri seorang ibu dengan dua anak perempuan dan tidak ingin anak-anak ini menjadi generasi yang tidak terdidik. Setidaknya mereka bisa melihat diriku yang hingga kini masih menjadi single parent dapat bertahan di tengah kerasnya ibukota. Ibukota yang aku cintai, yang membentukku menjadi seseorang yang lebih tangguh dari baja.

Kini aku ingin berbagi cita-cita ini dengan membangun sepetak tanah untuk pendidikan dan BMT di Parung Bogor. Walau kecil, tapi ilmu harus sampai kepada masyarakat yang tidak percaya adanya mimpi apalagi yang diwujudkan oleh perempuan yang dulunya sempat tidak percaya adanya kekuatan didalam pendidikan. Kini aku percaya. Terakhir, baktiku kepada Ayah dan Ibu terhadap harapan mereka yang dulu pernah terputus ditengah jalan harus tuntas. Aku tidak ingin pulang kampung sebelum sukses, aku ingin membahagiakan mereka di hari tuanya, karena itu adalah ukuran kesuksesan terbesarku. Dan suatu saat mereka akan menjadi nama yang abadi , tertulis dalam akta serta billboard yayasan pendidikan dan ekonomi yang didirikan oleh anak bungsu perempuan mereka.


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Tanya Jawab Akuntansi Pemerintahan (1)

PPBS : PLANNING , PROGRAMMING DAN BUDGETING SYSTEM, ANALISA PENGANGGARAN DARI SISI BELANJA DI INDONESIA

Akuntansi Dana