PPBS : PLANNING , PROGRAMMING DAN BUDGETING SYSTEM, ANALISA PENGANGGARAN DARI SISI BELANJA DI INDONESIA
Pemerintah merancang pemotongan anggaran belanja pada kementerian dan lembaga setingkat menteri yang
nilainya mencapai Rp18,91 triliun pada APBN 2012.
Dalam salah satu kesempatan di Istana Presiden, menurut Dipo Alam, Sekretaris Kabinet, malah awalnya nilai pemangkasan bisa mencapai Rp52 triliun, walaupun dia mengaku angka itu belum valid.
Daya rusak akibat kenaikan harga minyak mentah yang sudah mencapai di atas US$106 per barel dari asumsi APBN 2012 yang hanya dipatok US$90 per barel sangat besar. Dalam perhitungannya setiap US$1 kenaikan harga minyak mentah per barel akan berpengaruh terhadap penambahan penerimaan pada kas negara sebesar Rp3,3 triliun, tapi menggali pula lubang penggeluaran sebesar Rp4,3 triliun
Dalam salah satu kesempatan di Istana Presiden, menurut Dipo Alam, Sekretaris Kabinet, malah awalnya nilai pemangkasan bisa mencapai Rp52 triliun, walaupun dia mengaku angka itu belum valid.
Daya rusak akibat kenaikan harga minyak mentah yang sudah mencapai di atas US$106 per barel dari asumsi APBN 2012 yang hanya dipatok US$90 per barel sangat besar. Dalam perhitungannya setiap US$1 kenaikan harga minyak mentah per barel akan berpengaruh terhadap penambahan penerimaan pada kas negara sebesar Rp3,3 triliun, tapi menggali pula lubang penggeluaran sebesar Rp4,3 triliun
(http://www.bisnis.com/articles/pemangkasan-apbn-2012-dan-pertaruhan-calo-anggaran-1)
Penganggaran negara menjadi isu penting, terutama dari
sisi belanja mengingat pemasukan negara kita terbatas dibandingkan dengan
negara lain (dilihat dari sisi luas wilayah dan jumlah penduduk). Pendapatan kita
sebesar dua kali pendapatan Kota New York . Jumlah penduduk newyork (8,4 juta jiwa) dan
luas daratan 790 KM 2 dengan budget 96,534
Milyar Dollar atau sekitar 730 Trilyun. Bandingkan dengan Indonesia ( jumlah
penduduk hampir mencapai 240 juta jiwa dengan luas
wilayah 890.000 KM2 dan budget 1400 Trilyun Rupiah). Idealnya, Indonesia
memiliki budget 30 kali lipat, jika ingin mencapai standar negara maju. Hal ini
tidak mengherankan , sebab pemilik Nomor Pokok Wajib Pajak di Indonesia hanya
60 Juta. Sedangkan yang termasuk kategori wajib bayar hanya 2 % , dan yang
melakukan pembayaran hanya sekitar 700 wajib pajak (termasuk 442 perusahaan
yang listing di bursa saham). Itulah gambaran anggaran kita yang masih
mencerminkan lemahnya manajemen di sektor pemerintahan. Alokasi yang terbatas
tersebut mau tidak mau memaksa pemerintah untuk membuat sistem
perencanaan-program-penganggaran (PPBS).
PENDEKATAN PENGANGGARAN
Sejarah pengganggaran di AS, setelah perang Dunia II
dipengaruhi oleh banyak teori yang bermunculan yang intinya berbasis pada anggaran
kinerja . Kemajuan ManajemenTeknologi Informasi memberi pengaruh besar terhadap
reformasi anggaran. Anggaran disusun berdasar informasi seperti program,
indikator sosial, analisis dampak dan manfaat, output, kemampuan perangkat
organisasi untuk melaksanakan aktivitas dan kerja dan data apa saja yang dibutuhkan untuk
melaksanakan program tersebut. Kinerja mulai diukur untuk mengetahui konsumsi
sumber daya dalam variabel material untuk pekerjaan yang sudah diselesaikan dan
hasil –hasil dari pekerjaan tersebut.
Penganggaran membutuhkan manual/ petunjuk bagaimana
agen (Kementerian atau Lembaga misalnya) yang akan menggunakan budget tersebut
memperoleh sumber daya yang dibutuhkan. Pendekatan yang digunakan ada beberapa
yaitu: pendekatan komitmen, fixed ceiling , dan open ended budgeting. Anggaran
berbasis komitmen dan fixed ceilling, artinya
anggaran harus sesuai dengan komitmen pengguna, dan jumlahnya tidak boleh
melampaui jumlah yang ditetapkan. Open
Ended Budgetting yang dikenal juga dengan Blue Sky Budgetting, atau What-If
approaches, jika dalam suatu kondisi, sumber daya ternyata tidak mampu untuk
memenuhi semua kebutuhan, sehingga ada satu yang dikorbankan, untuk memenuhi
kebutuhan yang lain.
Dari asumsi pendekatan tersebut, muncullah istilah
Performance Budgeting yang muncul dengan data yang mendalam sebagai respons atas First
Hoover-Commision (1949) untuk mengefisienkan dana militer di Amerika Serikat
tahun 1949. Sehingga muncullah ukuran kinerja “unit cost per activities”. Selanjutnya
terjadi kebutuhan perencanaan bagi organisasi yang makin kompleks sehingga
munculah ide-ide penganggaran yang baru, seperti PPBS, ZBB dan New Performance
Budget. Fokus di setiap pendekatan anggaran ini digambarkan dengan bagan
sebagai berikut (di USA):
Gambar 1
Budget Reform Stages |
||
Periode
|
Budget Idea
|
Tekanan
|
Early 1900s
|
Line-item budget
Executive budget |
Kontrol
|
1950
|
Performance budget
|
Pengelolaan
Economy and efficiency |
1960
|
PPBS
|
Perencanaan
Evaluasi Efektivitas |
1970 dan 1980
|
ZBB
TBB BBB |
Perencanaan
Prioritas Budget Reduction |
1990
|
New Performance Budget
|
Akuntabilitas
Efficiency and Economy |
Saat ini Pemerintah Indonesia masih menerapkan PPBS
karena reformasi keuangan sebagai manual dan Standar Akuntansi Pemerintah baru mulai
pada tahun 2004. Sedangkan Bagan Akun Standar sebagai konsekuensi dari
pengalokasian sumber daya ekonomi diperlukan untuk pengukuran kinerja. Evaluasi
dilakukan untuk mencari bentuk yang pas, apakah program yang dijalankan efektif
atau tidak pengalokasiannya
PPBS DAN PENERAPANNYA :
“Planning is the production of the range of meaningful potentials for
selection of courses of action through a systematic consideration of
alternatives. Since Programming is the more specific determination of the
manpower, material and facilities necessary for accomplishing a program”
Sedangkan Program Budgetting :
“Is more generic and applies to systems intended to link program costs
with results”
Robert D. Lee Jr and Ronald W.
Johnson, Public Budgeting Sysstem, 6th ed. (Maryland : Aspen Publisher, 1998)
PPBS merupakan teknik penganggaran yang didasarkan
pada teori sistem yang berorientasi pada output dan tujuan dengan penekanan
utamanya adalah alokasi sumber daya berdasarkan analisis ekonomi.
PPBS dikembangkan untuk mengatasi ketidakpuasan
terhadap sistem penganggaran tradisional dan penganggaran berbasis kinerja.
Penganggaran tradisional menitikberatkan pada kontrol tetapi, terlalu sedikit
pada kebijakan dan hasil. Penganggaran kinerja yang diharapkan mampu mengatasi
berbagai kelemahan dari penganggaran tradisional, ternyata juga memiliki
kelemahan tersendiri. Penganggaran berbasis kinerja menitikberatkan pada
hal-hal yang dapat diukur dan hitung. Oleh karena itu, meskipun ada perhatian
pada output/hasil, hanya sedikit usaha yang dibuat untuk menghubungkan hasil
dengan proses perencanaan (tujuan dan sasaran) yang telah dicanangkan di awal.
Konsep PPBS sendiri merupakan konsep luas yang
memandang bahwa penyusunan anggaran bukanlah proses terpisah yang berdiri
sendiri, melainkan sebuah bagian yang tidak terpisahkan dari proses perencanaan
dan perumusan program kegiatan suatu organisasi. Pemerintah sebenarnya telah
mulai menerapkan PPBS, hal ini terlihat pada Laporan Kinerja Instansi
Pemerintah, dimana program yang dilakukan diukur sesuai dengan perencaan yang
disusun. Top management level merencanakan, dan level yang lebih rendah lagi
mempersiapkan sumber daya untuk memenuhi rencana tersebut. Pada akhirnya,
kegiatan yang dilaksanakan dievaluasi sesuai perencanaan program seperti
terlihat pada Gambar 2.
Langkah-langkah implementasi PPBS meliputi:
1. Menentukan tujuan umum organisasi dan tujuan unit organisasi dengan jelas (The Program is The Policy).
1. Menentukan tujuan umum organisasi dan tujuan unit organisasi dengan jelas (The Program is The Policy).
2. Mengidentifikasi program-program dan kegiatan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
3. Mengevaluasi berbagai alternative program dengan menghitung cost-benefit dari masing-masing program.
4. Pemilihan program yang memiliki manfaat besar dengan biaya yang kecil.
5. Alokasi sumber daya ke masing-masing program yang disetujui.
PPBS mensyaratkan organisasi menyusun rencana jangka panjang untuk mewujudkan tujuan organisasi melalui program-program.

PERENCANAAN PENGANGGARAN DAN BELANJA : PENGGUNA
ANGGARAN HARUS MEREPRESENTASIKAN YANG “BAIK” BAGI RAKYAT
Penganggaran pada 1990-an ditandai dengan
akuntabilitas dan "baru" penekanan kinerja penganggaran. Para penulis berpendapat bahwa
gerakan reformasi anggaran masih hidup dan baik di pemerintah Amerika, dengan
pemerintah daerah sekali lagi memimpin jalan.
(Schick dan
Rubin: kontrol, manajemen, perencanaan, prioritas dan akuntabilitas)
Salah satu fungsi anggaran adalah untuk memenuhi prioritas belanja
Pemerintah. Prioritas disini berarti bahwa belanja yang dianggap penting harus
didahulukan/dialokasikan. Dalam anggaran negara lain, sering kita kenal dengan
istilah “earmarked”. Pengguna anggaran tentu saja bukanlah pemerintah pusat,
perolehan manfaat haruslah untuk sebesar-besarnya rakyat yang ada di daerah.
Oleh karena itu menurut Shick dan Rubin, Pemerintah daerahlah yang memimpin
jalan.
Pemerintah Indonesia terdiri dari Pemerintahan Pusat dan Pemerintahan Daerah.
Pemerintahan Daerah terdiri dari 349 kabupaten/kabupaten
administrasi dan 91 kota/kota administrasi yang tersebar di 33 provinsi.
PPBS mungkin belum bicara mengenai akuntabilitas/ pertanggungjawaban publik
kepada pemilih daerah. Tapi dengan berjalannya waktu, percepatan itu akan
terjadi. Sistem pemilu yang demokratis berakibat pada keterbukaan pelaksanaan
anggaran yang domainnya persetujuan anggarannya ada di tingkat DPR.
Belanja daerah merupakan hal yang harus diperhatikan, sebab Pemerintah
Pusat wajib mengalokasikan sekurang-kurangnya 26% dari Pendapatan Dalam Negeri
Neto (PDN-Neto). Sejak UU No33 Tahun 2004 dilaksanakan, ketentuan tersebut
direalisasikan dengan sangat disiplin, artinya besaran DAU tidak kurang dari
26% dari PDN-Neto. (Lihat Gambar 3)
Dalam keterkaitannya dengan Undang- Undang, struktur belanja kita sudah
di earmarked (diharuskan alokasi pada) Pendidikan 20 %, dan kesehatan 5 %. Sisa dari 51 persen
dialokasikan pada subsidi, belanja barang, belanja pegawai, bayar utang, dan
lainnya. Daerah diharapkan memiliki struktur anggaran yang sudah ditetapkan, 20
% untuk pendidikan, dan 5 % untuk kesehatan. Mereka juga diharapkan
meminimalisir belanja operasional, dan mengoptimalkan anggaran untuk belanja
modal. Sebab pada kenyataannya anggaran untuk daerah mencapai 32 persen dari
anggaran negara.
Disisi belanja, pemerintah mengalami kesulitan untuk menentukan alokasi
anggaran, contohnya saja untuk kasus BBM sebagai studi kasus diatas. Ketika
sebagian anggaran sudah tidak bisa dikutak-kutik karena merupakan amanat dari
Undang-Undang, informasi tentang alokasi yang efektif dan efisien mutlak
diperlukan data pendukung. PPBS
mengandung kelemahan dari sisi belanja , karena alasan sebagai berikut :
1. PPBS membutuhkan sistem informasi
yang canggih, ketersediaan data, adanya sistem pengukuran, dan staf yang memiliki
kapabilitas tinggi
2. Implementasi PPBS membutuhkan biaya yang besar
karena PPBS membutuhkan teknologi yang canggih.
3. PPBS bagus secara teori, namun sulit untuk
diimplementasikan.
4. PPBS mengabaikan realitas politik dan realitas
politik dan realitas organisasi sebagai kumpulan manusia yang kompleks.
5. PPBS merupakan taknik anggaran yang
statistically oriented. Penggunaan statistic terkadang kurang tajam untuk
mengukur ektivitas program tertentu saja.
6. Pengaplikasian PPBS menghadapai masalah
teknis. Hal ini terkait dengan sifat program atau kegiatan yang lintas
departemen sehingga menyulitkan dalam menentukan alokasi biaya.
Setelah dikurangi dengan biaya-biaya hasil komitmen dengan DPR melalui
Undang-Undang, termasuk pembayaran hutang dan gaji pegawai, kendala terbesar
adalah menentukan alokasi untuk belanja modal dan subsidi. Kasus kenaikan BBM
kemarin menjadi contoh, betapa alokasi anggaran tidak bisa mengabaikan realitas
politik /partai. Dorongan untuk PPBS tidak datang dari budgeters tapi dari tiga sektor lain:
ekonomi, ilmu-ilmu data, dan perencanaan (Schick, 1971: 32). Dalam ketiga hal
ini, Indonesia masih memiliki keterbatasan.
PENGUKURAN KINERJA SEBAGAI BAHAN EVALUASI PPBS
Sebagai rangkaian terakhir, PPBS
perlu dievaluasi apakah program yang sudah dilakukan efektif menunjang
tercapainya suatu tujuan pemerintahan.
Sistem pengukuran kinerja setor publik termasuk didalamnya pemerintahan
adalah suatu sistem yang bertujuan untuk membantu manajer publik menilai
pencapaian suatu strategi melalui alat ukur financial dan nonfinansial.
Pengukuran kinerja sector public dilakukan untuk memenuhi tiga maksud, yaitu:
1. Pengukuran kinerja sector public dimaksudkan untuk memperbaiki kinerja pemerintah.
2. Ukuran kinerja sector public digunakan untuk pengalokasian sumber daya dan pembuatan keputusan.
3. Ukuran kinerja sector public dimaksudkan untuk mewujudkan pertanggungjawaban publik dan memperbaiki komunikasi kelembagaan.
Pengukuran kinerja sector public dilakukan untuk memenuhi tiga maksud, yaitu:
1. Pengukuran kinerja sector public dimaksudkan untuk memperbaiki kinerja pemerintah.
2. Ukuran kinerja sector public digunakan untuk pengalokasian sumber daya dan pembuatan keputusan.
3. Ukuran kinerja sector public dimaksudkan untuk mewujudkan pertanggungjawaban publik dan memperbaiki komunikasi kelembagaan.
Tujuan Sistem Pengukuran Kinerja :
Secara umum, tujuan sistem pengukuran kinerja adalah:
a. Untuk mengkomunikasikan strategi secara lebih baik (top down dan bottom up)
b. Untuk mengukur kinerja financial dan non-finansial secara berimbang sehingga dapat ditelusur perkembangan pencapaian strategi.
c. Untuk mengakomodasi pemahaman kepentingan manajer level menengah dan bawah serta memotivasi untuk mencapai goal congruence; dan
d. Sebagai alat untuk mencapai kepuasan berdasarkan pendekatan individual dan kemampuan kolektif yang rasional.
Secara umum, tujuan sistem pengukuran kinerja adalah:
a. Untuk mengkomunikasikan strategi secara lebih baik (top down dan bottom up)
b. Untuk mengukur kinerja financial dan non-finansial secara berimbang sehingga dapat ditelusur perkembangan pencapaian strategi.
c. Untuk mengakomodasi pemahaman kepentingan manajer level menengah dan bawah serta memotivasi untuk mencapai goal congruence; dan
d. Sebagai alat untuk mencapai kepuasan berdasarkan pendekatan individual dan kemampuan kolektif yang rasional.

INFORMASI YANG DIGUNAKAN UNTUK
PENGUKURAN KINERJA
A. Informasi Finansial
Penilaian
kinerja finansial diukur berdasarkan pada anggaran yang telah dibuat. Penilaian
tersebut dilakukan dengan menganalisis varians (selisih atau perbedaan) antara
aktual dengan yang dianggarkan.
Analisis varians secara garis besar berfokus pada:
Analisis varians secara garis besar berfokus pada:
a. Varians pendapatan (revenue
variance)
b. Varians pengeluaran (expenditure
variance)
c. Varians belanja rutin (recurrent
expenditure variance)
d. Varians belanja investasi/modal
(capital expenditure variance)
Setelah dilakukan analisis varians, maka dilakukan identifikai sumber penyebab terjadinya varians dengan menelusur varians tersebut hingga level manajemen paling bawah.
Setelah dilakukan analisis varians, maka dilakukan identifikai sumber penyebab terjadinya varians dengan menelusur varians tersebut hingga level manajemen paling bawah.
B.
Informasi Nonfinansial
Informasi nonfinansial dapat dijadikan sebagai tolok
ukur lainnya. Informasi nonfinansial dapat menambah keyakinan terhadap kualitas
proses pengendalian manajemen. Teknik pengukuran kinerja yang komprehensif yang
banyak dikembangkan oleh berbagai organisasi dewasa ini adalah balance
scorecard. Dengan balance scorecard kinerja organisasi diukur tidak hanya
berdasarkan aspek financial saja, akan tetapi juga aspek nonfinansial.
Pengukuran dengan metode balance scorecard melibatkan
empat aspek, yaitu:
1. Perspektif financial (financial perspective), dalam pemerintahan dikenal dengan
1. Perspektif financial (financial perspective), dalam pemerintahan dikenal dengan
stake holder
perspective karena bertujuan nirlaba.
2. Perspektif kepuasan pelanggan (costumer perspective),
3. Perspektif efisiensi proses internal (internal process efficiency), dan
4. Perspektif pembelajaran dan pertumbuhan (learning and growth perspective).n
2. Perspektif kepuasan pelanggan (costumer perspective),
3. Perspektif efisiensi proses internal (internal process efficiency), dan
4. Perspektif pembelajaran dan pertumbuhan (learning and growth perspective).n
REKOMENDASI DAN KESIMPULAN
PPBS dari teori sulit diaplikasikan dalam menentukan alokasi
belanja. Untuk menghindari hal tersebut diperlukan berbagai langkah
meminimalisir efek yang bisa menjadi bumerang bagi pemerintahan seperti kasus
BBM diatas. Dari segi perencanaan dan pengambilan keputusan, akan lebih baik
bila keputusan diambil berdasar kepentingan nasional, bebas dari intervensi
pihak yang berkuasa atau pihak lain yang tidak relevan dalam rangka kepentingan
tersebut. Kebutuhan dan biaya harus dapat dipenuhi, tidak hanya pada satu waktu
tertentu saja, tetapi berkelanjutan. Prioritas Keputusan bersifat strategis,
harus dikemukakan secara explisit, terang, seimbang, ada alternatif yang
memungkinkan. Pemimpin yang bertanggungjawab mengambil keputusan tersebut harus
memiliki staf yang aktif dan punya daya analisa yang kuat ditunjang dengan
perolehan data-data yang relevan dan tidak bias. Analisa yang terbuka dan
eksplisit ( tidak disembunyikan) jika perlu angka-angka dan biaya operasional
perlu diungkapkan kepada semua pihak yang berkepentingan sebagai dasar untuk
membuat keputusan yang besar. Rencana keuangan dan kekuatan yang bersifat
multiyear sangat dibutuhkan, sehingga dampak yang ditimbulkan di masa depan
dapat diatasi.
Referensi :
Tyer, CB (1977, June), "Zero-Base Budgeting: A
Critical Analysis," Southern Review of Public Administration ,
1: 88-107.
Upson, LD (1924), "Half-Time Budget
Methods," The Annals of the American Academy of Political and Social
Science , 113: 69-74.
Wildavsky, A. (1964), The Politics of the Budgetary
Process , Boston, MA: Little, Brown and Co. (Revised in 1974, 1979 and
1984)
Wildavsky, A. (1975), Budgeting: A Comparative
Theory of Budgetary Processes , Boston, MA: Little, Brown and Co.
Robert D. Lee Jr and Ronald W.
Johnson, Public Budgeting System, 6th ed. (Maryland : Aspen
Publisher, 1998)
Deddi Nordiawan, Ayuningtyas Hertianti, Akuntansi Sektor Publik,
2th ed. (Jakarta : salemba Empat, 2010)
(http://www.bisnis.com/articles/pemangkasan-apbn-2012-dan-pertaruhan-calo-anggaran-1)
Komentar