Tolak Ukur Kesejahteraan Masyarakat Indonesia :PDB Boleh Rendah, tapi Siapa Bilang Kami tidak Bahagia ? |
Kesenjangan Peringkat PDB dan Peringkat Kebahagiaan suatu Negara
Akhir –akhir ini para ekonom banyak mengkritik mengenai tidak memadainya ukuran kinerja ekonomi yang didasarkan pada angka-angka PDB, juga relevansinya untuk mengukur kesejahteraan masyarakat yang terdiri dari berbagai aspek, tidak hanya ukuran finansial dan produksi saja. Misalnya kesejahteraan sosial, kesejahteraan lingkungan, kesejahteraan ekonomi yang berkelanjutan dan kesejahteraan kebebasan berpolitik. Atau yang lebih dikenal dengan ukuran kesejahteraan yang berkelanjutan, disingkat : kebahagiaan.
Salah satu contoh adalah Indonesia. Orang Indonesia ternyata lebih bahagia dibanding 155 negara lainnya (menempati peringkat ke 23 dari 178 negara)[1].
Indonesia memiliki tingkat rata rata kebahagiaan dan kepuasan sebesar 89-90, bersaing dengan negara-negara seperti Belanda, Amerika Serikat, negara-negara Skandinavia, bahkan lebih tinggi tingkatannya dari Jerman, Perancis, Italia dan Jepang (World Values Survey, 1999-2000 Wave). Padahal pendapatan perkapitanya hanya sekitar 3000 dolar saja, termasuk dalam kategori peringkat yang rendah bersama negara-negara Afrika lainnya.
Hal ini sangat menarik, sehingga perlu ditelusuri indikator-indikator apa saja yang membentuk kedua cara pengukuran tersebut.
Dimulai dari Krisis
Ketika krisis ekonomi global menghantam dunia barat di tahun 2008, Presiden Perancis Nicolas Sarkozy mendaulat tiga ekonom dunia yaitu Joseph Stiglitz, Amartya Sen, serta Jean Paul Fitoussi untuk membentuk sebuah komisi pakar yang bertugas meneliti apakah Produk Domestik Bruto (PDB) yang selama ini dijadikan indikator kemajuan ekonomi suatu negara, benar benar valid untuk melihat kemajuan dan kesejahteraan masyarakat negara tersebut. Mereka juga melibatkan ekonom lain dari berbagai negara untuk duduk di dalam sebuah komisi yang dinamakan sebagai Komisi Pengukuran Kinerja Ekonomi dan Kemajuan Sosial (Commission sur la Mesure de la Performance Economique et du progres Sosial). Komisi ini menghasilkan berbagai alternatif pengukuran yang monumental.
PDB sebagai Tolak Ukur Kesejahteraan
Brisbane Times menulis bahwa PDB naik seiring dengan naiknya pembelanjaan untuk kriminalitas, misalnya, dan tidak memperhitungkan aktivitas-aktivitas yang menguras sumber daya alam dan kualitas hidup sebab PDB didasarkan pada sebuah paradigma yang meyakini bahwa lebih banyak, itu lebih baik. Proyek Sarkozy, seolah-olah ingin menjawab hal tersebut.
Di Amerika Serikat sejak tahun 1999 hingga 2008 PDB perkapitanya naik, akan tetapi sebagian besar orang mengalami riil penurunan pendapatan (disesuaikan dengan inflasi).
Grafik 1
Salah satu alasan mengapa PDB tetap digunakan adalah karena akses untuk angka-angka pembentuk PDB ini sangat mudah, dengan mengesampingkan variabel lain. Di Rusia, meningkatnya PDB dibarengi dengan angka harapan hidup yang turun, di Indonesia walau GDP naik, tapi jumlah pekerja di sektor informal makin tinggi, dan sebagainya.
Hitungan seperti PDB awalnya hanya untuk mengukur perekonomian pasar/ publik, tidak termasuk produksi rumah tangga bahkan sektor informal, namun ukuran ini lama kelamaan dianggap sebagai ukuran kesejahteraan, padahal para ahli statistik sendiri membuat jenis-jenis ukuran yang bervariasi yang mencakup aktivitas di negara tersebut yang lebih mewakili definisi kesejahteraan. OECD World Forum ke 3 yang digelar di Korea, Busan bahkan mengambil tema “Statistik, Pengetahuan, dan Kebijakan” dimana ukuran tidak hanya untuk memetakan kemajuan saja, tetapi juga berguna dalam membangun visi dan memperbaiki kehidupan. Ada berbagai sebab kenapa PDB dari pandangan statistik bisa jadi cacat [2]:
- Konsep statistik yang benar , belum tentu proses pengukuran sempurna.
- Konsep sendiri masih diperdebatkan.
- Jika terjadi ketimpangan dalam distribusi pendapatan suatu negara, PDB atau agregat lainnya yang dihitung perkapita bisa jadi tidak menyajikan pendapatan yang akurat mengenai situasi yang dihadapi banyak orang.
- Statistik yang tidak dapat menangkap fenomena dampak peningkatan kesejahteraan warga, misalnya Jakarta yang macet, transportasi massal tak memadai, akibatnya mobil pribadi laku, konsumsi bensin meningkat, tetapi jelas tidak meningkatkan kualitas hidup. Udara yang tercemar, kesehatan memburuk, stress berkepanjangan, dan anak-anak berkurang interaksi dengan orang tuanya. Bukan tidak mungkin kejahatan karena kurangnya kasih sayang juga terjadi.
- Cara pemberitaan dan pemakaian angka-angka statistik bisa memberikan pandangan yang keliru mengenai trend fenomena ekonomi. Misalnya pertumbuhan ekonomi yang diwakili angka-angka PDB terlalu ditonjolkan dalam laporan tahunan Presiden, padahal ada ukuran lain yang lebih “kena” misalnya ukuran pendapatan riil rumah tangga. PDB sendiri tidak salah, tetapi cara penggunaannya yang salah.
Happy Planet Index dan Dilema Penerapannya
“Economists like the concept of efficiency, and the Happy Planet Index is the ultimate efficiency ratio – the final valuable output divided by the original scarce input “
(Professor Herman Daly, University of Maryland, May 2009)
Bagaimana dengan New Challenger, si Happy Planet Index ? Efisiensi masih menjadi kata kunci pengukuran indeks HPI dikarenakan sumber daya alam yang bisa digunakan di bumi ini semakin terbatas. Bila semakin banyak manusia yang puas, merasa bahagia, tetapi hanya memerlukan sedikit sumber daya alam untuk mencapai tingkat kebahagiaannya tersebut, maka semakin tinggi indeks HPInya.
HPI dihitung dari sekumpulan data dari 143 negara yang mewakili 99 persen penduduk dunia. Terdapat tiga komponen yang membentuk ukuran ini yaitu :
- Tingkat harapan hidup masyarakat yang semakin tinggi
- Tingkat kepuasan hidup masyarakat yang semakin tinggi
- Ecological Footprint yang rendah. Ecological Footprint sendiri artinya adalah seberapa banyak sumber daya alam yang dihabiskan setiap manusia untuk melakukan sebuah aktivitas tertentu, misalnya untuk transportasi, berapa banyak energi yang berasal berasal dari minyak bumi yang kita habiskan.
Happy Planet Index ~ Happy Life Years/Ecological Footprint
Jika kita melongok populasi dunia, nampaknya penduduk bumi masih jauh dari bahagia (HPI max. 100). Rata-rata tingkat harapan hidup hanya sekitar 68,3 tahun, tingkat kepuasan hidup hanya sekitar 6, 1 dan ecological footprint melewati limit 2,4 gha. Total skor HPI adalah 49 dari total skala 100. Penduduk bumi belum bahagia.
Kendala yang dihadapi dalam pengukuran indeks ini adalah lebih pada pengambilan data. Misalnya saja bila kita mencari sampel set data tingkat kepuasan hidup. Tingkat kepuasan hidup dipengaruhi oleh berbagai faktor : kesehatan, pendidikan, aktivitas personal, hak suara politik dan tata kelola pemerintahan, koneksi sosial, kondisi lingkungan, ketidakamanan pribadi, ketidakamanan ekonomi. Untuk ekstrimnya, bahkan kelayakan bercinta suami istri pun akan masuk dalam pengukuran aktivitas personal yang akhirnya berpengaruh pada indeks ini. Data ordinal tingkat kepuasan secara agregat belum populer diterapkan di Indonesia, kecuali untuk hal-hal yang sifatnya skala kecil/ mikro. Subjektivitas bisa sangat berpengaruh ketika responden menjawab berbagai pertanyaan tentang puas dan tidak puas. Bagaimana cara mengukur, bila data resmi tidak tersedia?
Jalan Tengah : Mendekatkan Ukuran Produksi ke arah Kesejahteraan
Untuk mendekatkan pengukuran produksi ke arah kesejahteraan, seperti yang kita kenal dengan pembangunan yang berkelanjutan, perlu indikator obyektif untuk mengukur kualitas hidup seseorang. Indikator subyektif tetap perlu, seperti misalnya masalah puas dan tidak puas. Hal ini dilakukan untuk mempermudah saja ( mengolah data yang sudah ada). Misalnya saja seperti indikator yang diajukan oleh OECD di halaman berikut ini :
DOMAIN INDIKATOR | INDIKATOR STOK | INDIKATOR ALIRAN |
KESEJAHTERAAN FONDASIONAL | Harapan hidup yang disesuaikan dengan kesehatan | Indeks perubahan dalam mortalitas dan morbiditas spesifik usia |
| Presentase Penduduk berpendidikan paska sekolah menengah | Tingkat pendaftaran siswa paska sekolah menengah |
| Deviasi dari suhu normal | Emisi gas rumah kaca |
| Ozon permukaan dan konsentrasi partikel halus | Emisi polutan penyebab kabut asap |
| Ketersediaan air sesuai kualitas | Konsentrasi nitrogen dan fosfor dalam air |
| Fragmentasi habitat alami | Konversi habitat alami untuk tujuan lain |
|
|
|
KESEJAHTERAAN EKONOMI | Kepemilikan aset finansial asing bersih riil per kapita | Investasi dalamkeuangan asing riil perkapita |
| Modal yang diproduksi riil perkapita | Investasi modal bersih yang diproduksi riil perkapita |
| Modal manusia riil perkapita | Investasi bersih modal manusia riil perkapita |
| Modal natural riil perkapita | Penipisan bersih aset natural riil perkapita |
| Cadangan sumber energi | Penipisan sumber daya energi |
| Cadangan sumber daya mineral | Penipisan sumber daya mineral |
| Stok sumber daya kayu | Penipisan sumber daya kayu |
| Stok sumber daya kelautan | Penipisan sumber daya kelautan |
|
|
|
Sumber : UNECE/OECD/EUROSTAT
Segala hal yang bersifat materi disejajarkan dengan kebutuhan life supporting system manusia itu sendiri. Sehingga pengukuran memberi arti bagi pembangunan yang berkelanjutan. Pembangunan yang berkelanjutan itu sendiri pada dasarnya adalah warisan terbaik yang dapat diberikan kepada anak cucu kita.
KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
Ada beberapa hal yang harus diperhatikan bila produksi yang dikaitkan dengan PDB dijadikan ukuran, semacam catatan laporan keuangan yang harus disertakan pada neraca, sehingga pengambil kebijakan tidak salah menulis resep untuk kesejahtaraan :
- Saat mengukur secara material perhatikan perubahan tingkat konsumsi dan pendapatan. Misalnya tingkat pendapatan warga Jakarta meningkat, tetapi konsumsi juga meningkat untuk barang-barang elektronik non produksi, sehingga mengorbankan kesejahteraan di masa depan. Padahal peningkatan pendapatan riil rumah tangganya menurun.
- Tekankan sudut pandang rumah tangga
Umumnya pendapatan riil rumah tangga memiliki peningkatan yang berbeda dengan pendapatan riil PDB karena ada pembayaran antar sektor dalam rumah tangga yang luput dihitung, misalnya pajak yang masuk ke pemerintah, jaminan sosial yang datang dari pemerintah .
- Pemerintah sebaiknya memperhatikan pendistribusian pendapatan, konsumsi dan kekayaan sehingga kenaikan semu semacam PDB yang berasal dari pendapatan dan kekayaan yang begitu tinggi di sektor tertentu, tetapi sangat kurang di sektor yang lain, dapat dihilangkan.
Terakhir, pendekatan pembuat kebijakan tidak boleh berlaku statis, sebab situasi berubah dengan cepat. Berbagai data akurat tentang apapun yang terjadi di masyarakat akan menambah pengetahuan tentang kondisi riil masyarakat.
Ada hal-hal yang dahulu kita dapatkan dengan mudah, tetapi makin jarang ditemukan, misalnya kualitas air dan udara yang bersih. Tanpa kita sadari barang-barang tersebut semakin mahal dimasa yang akan datang. Walaupun secara materi berlimpah, tapi bila sakit-sakitan terus, apa gunanya? Kalaupun pemerintah dapat membeli kesehatan, kesehatan tersebut akan dibayar dengan mahal, akibatnya nilai kebahagiaan sebagai ide dasar indeks kebahagiaan yang sudah susah payah dicetuskan oleh ekonom dunia tersebut akan sia-sia.
Data yang akurat, mutlak diperlukan.
Referensi
1Stiglitz, J, Sen,A and Fitoussi, J. (2010) terjemahan oleh Sari, Mutiara dan Timur, Fitri. Mengukur Kesejahteraan , Mengapa Produk Domestik Bruto bukan tolak ukur yang tepat untuk menilai kemajuan ? (2010), p. 76-94.
Blanchard, Olivier, Macroeconomics, International Edition, Fifth Edition, Prentice Hall, 2009 (OB)
Easterlin, R. (2005). Towards a better theory ofhappiness in economics Dalam Bruni, L. & Porta, P.L. (Eds). Handbook of the economics on Happiness. Cheltenham: Edward Edgar.
Publikasi Badan Pusat Statistik http://www.bps.go.id
Publikasi Bappenas http://www.bappenas.go.id
[1] http://daps.bps.go.id/index.php?page=website.ViewBerita&id=201(Windhi Putranto)
[2] Pendekatan ini dipakai dalam dalam laporan kerja Commission on the Measurement of Economic Performance and Social Progress, 2009. OECD secara resmi menyatakan selamat tinggal kepada pertumbuhan ekonomi ( pertumbuhan pendapatan bruto kotor/GDP, sebagai pengukur pembangunan . Mereka memperkenalkan Your Better Life Index suatu index pengganti produk domestic bruto (pendapatan nasional).
Komentar