Individualisme Tiada Arti

Sebagian dari kita ingin menyendiri, entah ingin lepas dari situasi yang tidak mengenakkan, atau justru menikmati kesendirian dan berprestasi. Lebih dari hal itu , membetulkan posisi kita untuk kemudian berdiam kembali adalah sebuah kesia-siaan. Menyerah dengan kondisi dimana kita mengalamai ketidakberdayaan sangat menyakitkan dibanding bila kita menyerah karena kalah bertarung. Ada masa-masa dimana kebenaran bukan wacana. Ada masa-masa kebenaran adalah wacana yang memabukkan. Tak heran bila seseorang adalah individualisme yang asyik dengan pikirannya masing-masing. Bila kita berpikir tentang kebersamaan yang bukan sekedar kebenaran wacana, adalah sesuatu yang mustahil bagi kita, jika kita masih menempatkan posisi sebagai seorang dewa. Seorang Dewa mempunyai kemampuan untuk mengubah dunia sesuai dengan kemauannya. Pion dengan bebas dikorbankan untuk kepentingan kebaikan dunia. Demi tujuan kebaikan. Kebaikan yang didirikan diatas kesengsaraan pion-pion. Mungkinkah itu ? Selalu kita berpikir untuk menang adalah dengan cara yang baik pula. Bila kita menang dengan cara yang tidak baik, apakah itu bisa didefinisikan sebagai kemenangan ? Tergantung apakah kita sangat diuntungkan dengan hal itu. Dan aku hampir lupa. Kita mempersembahkan prestasi terbaik untuk dipertanggungjawabkan kepada Yang Maha Kuasa. Proposal apa yang sudah kita buat untuk itu ? Laporan pertanggungjawaban apa yang sudah kita buat hari ini untuk Yang Maha Kuasa ? Apakah aku sudah berhasil mengentaskan keluargaku dari kemiskinan ? Jika sudah, kenapa aku berhenti setelah itu ? Itu hanyalah satu prestasi saja. Apa kontribusi kita untuk orang lain ?Seorang waria dipinggir jalan, anak cacat yang meminta-minta, tukang ngamen yang mabuk, pelaku kekerasan, apa yang sudah kita lakukan untuk mereka ? Selain wacana kebenaran yang memabukkan itu....

Saatnya kita bertindak dan singkirkan jiwa individualisme yang tiada arti bagi sesama.