Journey to Trans Sumatera
Journey to Muko- Muko... 8 jam dari Bengkulu !!! Alamaaakkk. Perut ini rasanya mual, aku mengeluarkan energiku di pertengahan jalan trans Sumatera di tengah-tengah hutan karet.
Anda bisa berkebun kelapa sawit di sana dan kabarnya banyak transmigran yang sukses karena memiliki lahan sawit ini. Tiap satu hektar dalam masa sebulan mereka mendapatkan bersih sekitar satu juta. Biji sawit yang hitam berkilauan adalah jawaban keresahan transmigran yang pada awalnya bahkan harus berpuasa untuk mendapatkan makanan. Nagi tanah gambut yang sering kita jumpai di kalimantan dan Sumatera, kabarnya kelapa sawit sangat cocok didaerah ini. Sebab, tanaman ini menyerap air sedemikian banyaknya sehingga kabarnya kalau ada tanaman lain didekat sawit pasti akan kerdil dan mati. Tetapi, lagi-lagi saya mendapatkan info bahwa cara tanam bangsa kita masih kalah dari Malaysia. Di Malaysia mereka menerapkan cara menanam sawit dengan membentuk pola segi lima sehingga tengahnya masih bisa ditanam kayu jati. Grrrrr... masak cara nanam aja harus ketinggalan dari mereka ?
Hampir-hampir aku ga bisa menemukan bedanya penduduk asli transmigran atau bengkulu asli. Katanya mereka memakai bahasa Rejang, dan masih banyak bahasa lainnya di tiap kabupaten. Huruf pun tradisional pun mereka ada, namanya huruf Kaganga. Tradisi tabotpun banyak yang tidak mengerti apa maknanya, kenapa ada rumah yang bertumpuk-tumpuk (kata anakku mirip kue tart). Pengorbanan cucu nabi saat melawan kebobrokan pemerintah, Yazid, kabarnya adalah awal dari makna perayaan ini. Walaupun sikap masyarakat setempat bahkan ada yang mengecilkan arti tabot, dengan dalih dalam Islam tak ada budaya seperti itu.
Di Kemumu, Kepala sekolah SD Negeri 1 Argamakmur , sangat memahami pentingnya budaya masyarakat Bengkulu untuk ditampilkan kembali, sebab, pemerintah setempat sedang galak-galaknya menjual obyek wisata Bengkulu. Kesenian apa yang bisa ditonjolkan sebagai identitas setempat ? Bu Poniyem menciptakan beberapa lagu dalam bahasa Rejang yang akhirnya diajarkan sendiri di sekolahnya. Sungguh guru yang kreatif. Tour guide kami bilang anak di SD ini nakal-nakal, tapi aku ga liat tuh.... di mata kamera saya wajah merekalah yang paling atraktif untuk diolah, lihat senyum mereka yang ga harus diaba-aba untuk bergaya.. lihat gaya mereka yang lebih suka bertelanjang kaki di jalanan aspal yang panas (laki-laki dan perempuan), lihat kegenitan gaya laskar pelangi...Dibanding dengan beberapa sekolah yang aku datangi seperti pesantren "NI" dan "DN", atau SD " L" yang bahkan gurunya pun tidak menarik untuk dijadikan obyek (padahal aku mencoba cari sudut yg rekayasa abiss) tetap aja gak menarik. Sekarang aku percaya guru yang baik semangat " baik"nya pasti akan tertular ke anak-anak didiknya.....Ibu Poniyem, aku ingin seperti Ibu...
Anda bisa berkebun kelapa sawit di sana dan kabarnya banyak transmigran yang sukses karena memiliki lahan sawit ini. Tiap satu hektar dalam masa sebulan mereka mendapatkan bersih sekitar satu juta. Biji sawit yang hitam berkilauan adalah jawaban keresahan transmigran yang pada awalnya bahkan harus berpuasa untuk mendapatkan makanan. Nagi tanah gambut yang sering kita jumpai di kalimantan dan Sumatera, kabarnya kelapa sawit sangat cocok didaerah ini. Sebab, tanaman ini menyerap air sedemikian banyaknya sehingga kabarnya kalau ada tanaman lain didekat sawit pasti akan kerdil dan mati. Tetapi, lagi-lagi saya mendapatkan info bahwa cara tanam bangsa kita masih kalah dari Malaysia. Di Malaysia mereka menerapkan cara menanam sawit dengan membentuk pola segi lima sehingga tengahnya masih bisa ditanam kayu jati. Grrrrr... masak cara nanam aja harus ketinggalan dari mereka ?
Hampir-hampir aku ga bisa menemukan bedanya penduduk asli transmigran atau bengkulu asli. Katanya mereka memakai bahasa Rejang, dan masih banyak bahasa lainnya di tiap kabupaten. Huruf pun tradisional pun mereka ada, namanya huruf Kaganga. Tradisi tabotpun banyak yang tidak mengerti apa maknanya, kenapa ada rumah yang bertumpuk-tumpuk (kata anakku mirip kue tart). Pengorbanan cucu nabi saat melawan kebobrokan pemerintah, Yazid, kabarnya adalah awal dari makna perayaan ini. Walaupun sikap masyarakat setempat bahkan ada yang mengecilkan arti tabot, dengan dalih dalam Islam tak ada budaya seperti itu.
Di Kemumu, Kepala sekolah SD Negeri 1 Argamakmur , sangat memahami pentingnya budaya masyarakat Bengkulu untuk ditampilkan kembali, sebab, pemerintah setempat sedang galak-galaknya menjual obyek wisata Bengkulu. Kesenian apa yang bisa ditonjolkan sebagai identitas setempat ? Bu Poniyem menciptakan beberapa lagu dalam bahasa Rejang yang akhirnya diajarkan sendiri di sekolahnya. Sungguh guru yang kreatif. Tour guide kami bilang anak di SD ini nakal-nakal, tapi aku ga liat tuh.... di mata kamera saya wajah merekalah yang paling atraktif untuk diolah, lihat senyum mereka yang ga harus diaba-aba untuk bergaya.. lihat gaya mereka yang lebih suka bertelanjang kaki di jalanan aspal yang panas (laki-laki dan perempuan), lihat kegenitan gaya laskar pelangi...Dibanding dengan beberapa sekolah yang aku datangi seperti pesantren "NI" dan "DN", atau SD " L" yang bahkan gurunya pun tidak menarik untuk dijadikan obyek (padahal aku mencoba cari sudut yg rekayasa abiss) tetap aja gak menarik. Sekarang aku percaya guru yang baik semangat " baik"nya pasti akan tertular ke anak-anak didiknya.....Ibu Poniyem, aku ingin seperti Ibu...
Komentar