Akuntansi BLU Universitas




Cuplikan Berita : Unpad. ac.id
Tindak Lanjuti PK BLU, Unpad Terapkan Sistem Informasi Akuntansi
Laporan oleh: Ratih Anbarini
[Unpad.ac.id, 29/01] Mulai tahun 2009 ini, Universitas Padjadjaran (Unpad) menerapkan Sistem Informasi Akuntansi atau Sifa sebagai tindak lanjut perubahan status Unpad menjadi Perguruan Tinggi Negeri (PTN) yang menerapkan Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Hukum (PK-BLU) secara penuh. Penerapan Sifa ini diharapkan dapat memberikan pengelolaan laporan keuangan yang transparan dan akuntabel.
Peserta pelatihan Sifa Unpad (Foto: Tedi Yusup)
Peserta pelatihan Sifa Unpad (Foto: Tedi Yusup)
Demikian diungkapkan Pembantu Dekan Bidang Administrasi Umum Fakultas Ekonomi (FE) Unpad sekaligus penyusun Sifa Unpad, Dr. Sri Mulyani NS., SE., MS., Ak. di sela-sela kegiatan pelatihan Sifa bagi karyawan Unpad. “Unpad merupakan perguruan tinggi pertama yang merespon perubahan status menjadi PK-BLU dengan menerapkan Sifa ini. Bahkan FE Unpad telah memulainya di tahun 2007,” ujar Dr. Sri.
Dijelaskan, sistem informasi akuntansi yang diterapkan di Unpad berbasis komputer dengan tools database menggunakan SQL PostGre dan aplikasi Java Platform. Dengan sistem tersebut, lanjut Dr. Sri, pemeriksa keuangan seperti Badan Pemeriksa Keuangan dan akuntan publik dapat lebih mudah mengaudit laporan keuangan Unpad.
“Standar penyusunan laporan keuangan Unpad berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 75 tahun 2008 dan Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan atau PSAK Nomor 45. Format ini nantinya dapat dibandingkan dengan perguruan tinggi lain di tahun yang sama atau di lingkungan Unpad sendiri dari tahun ke tahun. Dari perbandingan inilah kita dapat melihat tren yang terjadi, apakah mengalami penurunan atau cenderung naik,” papar Dr. Sri.
Sebelumnya pernah diberitakan di website ini, Unpad yang telah menerapkan PK-BLU sejak ditandatanganinya Surat Keputusan Menteri Keuangan Nomor 260/KMK.05/2008 tertanggal 15 September 2008, wajib mengelola keuangan dengan tingkat akuntabilitas dan transparansi yang jelas. Tujuannya untuk meningkatkan pelayanan kepada masyarakat dalam bidang pendidikan, terutama menyangkut Tridharma Perguruan Tinggi. Namun, bila tuntutan kinerja tidak bagus, atau laporan keuangan yang harus dipenuhi setiap tiga bulan sekali, terlambat, maka status penerapan PK-BLU dapat dicabut kembali.
Pelatihan Sifa yang diikuti oleh 50 pegawai di lingkungan Unpad ini diselenggarakan selama empat hari, Selasa hingga Jumat (27-29/01) di Class Room Training Unpad, Jl. Dipati Ukur 35, Bandung. Dr. Sri mengungkapkan pelatihan ini penting dilakukan agar setiap unit kerja yang berada di lingkungan Unpad dapat menerapkan sistem informasi akuntansi, sehingga mampu memberikan laporan keuangan yang transparan dan akuntabel.
Selain Unpad, PTN lain yang memiliki status PK-BLU adalah Universitas Diponegoro (Undip) Semarang. Unpad dan Undip adalah dua dari lima PTN yang dievaluasi oleh Departemen Keuangan, dari sebelumnya 24 PTN yang mengajukan penetapan PK-BLU. (eh)*

ISU AKUNTANSI UNIVERSITAS, PERUBAHAN DARI BHP MENJADI BLU
Paska ditolaknya undang-undang Badan Hukum Pendidikan oleh Mahkamah Konstitusi (MK), dewasa ini pemerintah memberlakukan seluruh organisasi PTN menjadi Badan Layanan Umum hingga mendorong PTN untuk melakukan Pembangunan Sistem Informasi Akuntansi Baru. BLU merupakan penetapan pola keuangan instansi di lingkungan satuan kerja milik pemerintah yang ditetapkan dan dibentuk untuk meberikan pelayanan kepada masyarakat berupa penyediaan barang dan jasa kemudian dijual tanpa mengutamakan keuntungan serta dalam melaksanakan kegiatan melaksanakan prinsip efisiensi dan produktivitas. Karakteristik Badan Layanan Umum adalah:
a.       Kekayaan BLU adalah kekayaan milik Negara namun  dikelola dan dimanfaatkan secara penuh oleh manajemen penyelenggara
b.      Pembinaan keuangan BLU pemerintah pusat dilakukan oleh Menteri Keuangan dan BLU daerah dilakukan oleh pejabat pengelola keuangan daerah
c.       Rencana kerja dan anggaran serta laporan keuangan BLU disusun dan disajikan sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari rencana kerja dan anggaran serta laporan keuangan dan kinerja kementerian Negara/lembaga/pemerintah daerah
d.      Pendapatan dan hibah dapat digunakan langsung untuk membiayai pembelanjaan BLU yang bersangkutan.
Peraturan menteri keuangan Nomor 76/PMK / 5/2008 tentang pedoman akuntansi dan laporan keuangan Badan Layanan Umum mengatur perubahan pola tata kelola organisasi perguruan tinggi Negeri dari satu jenis system akuntansi pemerintah menjadi bertambah, yaitu Sistem Akuntansi Keuangan yang berprinsip pada ketentuan yang berlaku menurut Ikatan Akuntan Indonesia (Dirjen Perbendaharaan BLU, 2007)
Penyusunan dan Penyajian Laporan keuangan mengacu pada Standar Akuntansi Keuangan yang ditetapkan oleh Dewan Standar Akuntansi Keuangan-IAI. Saat ini, secara garis besar Standar Akuntansi Keuangan berisi 59 PSAK beserta Kerangka Dasar Penyusunan dan Penyajian Laporan Keuangan yang melandasinya dan 4 IPSAK. Standar Akuntansi Keuangan yang ditetapkan oleh IAI merupakan hasil adaptasi dari International Accounting Standards. Pengadopsian Standar Akuntansi Internasional ke dalam Standar Akuntansi Keuangan oleh Dewan Standar Akuntansi Keuangan-Ikatan Akuntan Indonesia sebagai salah upaya harmonisasi dan dinamisasi praktik akuntansi keuangan internasional dalam usaha menjawab tantangan di era globalisasi.     
Sistem BHMN, BHP dan BLU memiliki perbedaan besar dalam hal pengelolaan keuangan. Misalnya  penetapan UGM sebagai BHMN berimplikasi pada kemandirian universitas untuk mengelola penerimaan dan pengeluaran yang masuk. Pada sistem BLU pendapatan dana masyarakat masuk ke dalam kas negara sebagai Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP). Selain itu Universitas dengan status BLU juga menjadi salah satu objek audit Badan Pemeriksa Keuangan.

Ada 3 kategori Pola pengelolaan keuangan di Perguruan Tinggi Negeri, antara lain :

1).  8 PTN yang berstatus BHMN sebelum UU BHP dibatalkan
      UI, UGM, ITB, IPB, USU, UPN, UNAIR, UNHAN masih diberi waktu 3 tahun sejak   
      UU BHP dibatalkan yaitu selambat-lamabatnya 31 Desember 2012, untuk   
      menyesuaikan pengelolaan keuangannya ke pola keuangan BLU. Selama masa
      transisi ini mereka masih memiliki otonomi mengelola keuangannya termasuk
      mengelola dana cadangan sendiri yang diperoleh dari kerjasama dgn pihak lain, hasil
      usaha sendiri, hibah tak terikat dll.  PP No. 66 tahun 2010 pasal 208 dan 220

2)  PTN yang mempergunakan pola pengelolaan keuangan BLU
     PT dengan pola pengelolaan keuangan BLU boleh mengelola dana cadangan sendiri yang    
     bersumber selain dari jasa layanan masyarakat dan APBN/APBD, juga hasil kerjasama      
     dengan pihak lain, hasil usaha sendiri, hibah tidak terikat. Kewenangan ini terdapat di :
     PP 23 tahun 2005 tentang pengelolaan BLU pasal 14 ayat 1, 2 dan 4.   

 3).PTN yang mempergunakan pola pengelolaan keuangan negara (Pola PNBP) TIDAK  
      BOLEH mengelola dana cadangan sendiri baik yang diperoleh dari atau bukan dari dana  
      masyarakat, pengelolaan keuangannya berpedoman kepada :
       -UU no 20 tahun 1997 tentang penerimaan negera bukan pajak
       -PP No 22 tahun 1997 tentang Jenis dan Penyetoran Penerimaan Negara Bukan Pajak               
        (Lampiran IIA item 14 tentang Pendidikan)
      -PP no 73 tahun 1999 tentang tatacara penggunaan penerimaan negara bukan pajak      
       yang bersumber dari kegiatan tertentu.

Jadi kesimpulannya PT yang termasuk kategori 1 dan 2 boleh mengelola dana cadangan sendiri yang diperoleh dari usaha PT itu sendiri ( yang bukan dari dana masyarakat/jasa layanan masyarakat).

                Implikasi dari hal tersebut adalah :
A.      8 PTN yang berstatus BHMN sebelum UU BHP dibatalkan UI, UGM, ITB,  IPB, USU, UPN, UNAIR, UNHAN masih diberi waktu 3 tahun sejak UU BHP dibatalkan yaitu selambat-lamabatnya 31 Desmber 2012, untuk  menyesuaikan pengelolaan keuangannya ke pola keuangan BLU.
B.       PTN yang mempergunakan pola pengelolaan keuangan BLU
C.       PTN yang mempergunakan pola pengelolaan keuangan negara (Pola PNBP) tidak Boleh mengelola dana cadangan sendiri baik yang diperoleh dari atau bukan dari dana masyarakat.
Badan Layanan Umum & Penerimaan Negara Bukan Pajak
PNBP (Penerimaan Negara Bukan Pajak) untuk PTN seluruhnya harus disetor ke kas negara, jika dibutuhkan, dana tersebut proses pencairannya melalui birokrasi keuangan cukup panjang dan ketat. Hal ini kadang mengambat kelancaran pelaksanaan kegiatan akademik di PTN. Bila pengelolaan keuangan PTN mengacu pada konsep BLU (Badan Layanan Umum), maka tidak seluruh pendapatan PTN harus disetor ke kas negara, namun boleh dikelola sendiri oleh PTN bersangkutan dengan catatan siap dan sanggup diaudit.
Usulan Pola Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum (PK BLU) pada awalnya mendapat tantangan dari Dikti yang pada saat itu sangat berkeinginan untuk mewujudkan PT BHP. Dengan semakin banyaknya temuan penyimpangan penerimaan dan penggunaan PNBP di beberapa PTN dan tingginya resiko pelanggaran hukum, maka pada Rembuk Pendidikan Nasional pada tanggal 4-6 Februari 2008 di Jakarta dan beberapa pertemuan rektor PTN se-Indonesia, maka disepakati bahwa PTN dapat mengusulkan PK BLU.

Dasar Hukum BLU:

Dasar Hukum PNBP:

Kendala dalam Penerapan Ketentuan tentang PNBP dalam Penyelenggaraan Universitas
Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) pada PTN yang berstatus Badan Hukum Milik Negara (BHMN) tidak sejalan dengan (1) Undang-Undang No. 20 Tahun 1997 tentang PNBP (UU PNBP), (2) Undang-Undang No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara (UU Keuangan Negara), dan (3) Undang-Undang No. 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara (UU Perbendaharaan Negara). Berdasarkan UU PNBP, PNBP adalah penerimaan pemerintah pusat yang tidak berasal dari penerimaan perpajakan. Sesuai dengan Keputusan Menteri Keuangan RI Nomor 115/KMIK.06/2001 tentang Tata Cara Penggunaan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) pada Perguruan Tinggi Negeri (PTN), PNBP dari PTN terdiri atas sumbangan pembinaan pendidikan, biaya seleksi ujian masuk PTN, dan hasil kontrak kerja sesuai peran dan fungsi perguruan tinggi. Adapun PNBP lainnya adalah hasil penjualan produk dari penyelenggaraan pendidikan tinggi serta sumbangan atau hibah perorangan, lembaga pemerintah dan non pemerintah, dan penerimaan dari masyarakat.

Menurut Pasal 4 UU PNBP, dinyatakan bahwa seluruh penerimaan negara bukan pajak wajib disetor langsung secepatnya ke kas Negara, jika tidak diserahkan sesuai dengan aturan, maka tindakan tersebut merupakan pelanggaran hukum yang berat, sanksi bagi yang tidak menyetorkan PNBP ke kas Negara dinyatakan dalam Pasal 21, yaitu dipidana 6 (enam) tahun dan denda paling banyak 4 (empat) kali jumlah PNBP yang terutang .

Mekanisme pengelolaan PNBP dengan sistem APBN sangat menyulitkan bagi sebuah PTN karena harus menunggu persetujuan melalui Departemen Pendidikan Nasional, Departemen Keuangan dan DPR-RI. Proses revisi memerlukan waktu lama dan persetujuannya sering terjadi pada akhir tahun. Mekanisme dan prosedur seperti ini sangat tidak cocok dengan irama kegiatan perguruan tinggi yang harus melayani jasa pendidikan. Oleh sebab itu beberapa PTN telah mengambil langkah untuk menjadi Perguruan Tinggi Badan Hukum Milik Negara (yang telah dijelaskan diatas, dibatalkan)
PPK-BLU (Pola Pengelolaan Badan Layanan Umum)
Badan Layanan Umum, yang selanjutnya disebut BLU, adalah instansi di lingkungan Pemerintah yang dibentuk untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat berupa penyediaan barang dan/atau jasa yang dijual tanpa mengutamakan mencari keuntungan dan dalam melakukan kegiatannya didasarkan pada prinsip efisiensi dan produktivitas.
Pola Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum, yang selanjutnya disebut PPK-BLU, adalah pola pengelolaan keuangan yang memberikan fleksibilitas berupa keleluasaan untuk menerapkan praktek-praktek bisnis yang sehat untuk meningkatkan pelayanan kepada masyarakat dalam rangka memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa.
Rencana Bisnis dan Anggaran BLU, yang selanjutnya disebut RBA, adalah dokumen perencanaan bisnis dan penganggaran yang berisi program, kegiatan, target kinerja, dan anggaran suatu BLU.
Standar Pelayanan Minimum adalah spesifikasi teknis tentang tolok ukur layanan minimum yang diberikan oleh BLU kepada masyarakat.
Praktek bisnis yang sehat adalah penyelenggaraan fungsi organisasi berdasarkan kaidah-kaidah manajemen yang baik dalam rangka pemberian layanan yang bermutu dan berkesinambungan.
SISI LEGALITAS FORMAL BLU UNIVERSITAS
TUJUAN DAN ASAS BLU
BLU bertujuan untuk meningkatkan pelayanan kepada masyarakat dalam rangka memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa dengan memberikan fleksibilitas dalam pengelolaan keuangan berdasarkan prinsip ekonomi dan produktivitas, dan penerapan praktek bisnis yang sehat.
Adapun asas-asas dalam BLU adalah
(1)     BLU beroperasi sebagai unit kerja kementerian negara/lembaga/pemerintah daerah untuk tujuan pemberian layanan umum yang pengelolaannya berdasarkan kewenangan yang didelegasikan oleh instansi induk yang bersangkutan.
(2)     BLU merupakan bagian perangkat pencapaian tujuan kementerian negara/lembaga/pemerintah daerah dan karenanya status hukum BLU tidak terpisah dari kementerian negara/lembaga/pemerintah daerah sebagai instansi induk.
(3)     Menteri/pimpinan lembara/gubernur/bupati/walikota bertanggung jawab atas pelaksanaan kebijakan penyelenggaraan pelayanan umum yang didelegasikannya kepada BLU dari segi manfaat layanan yang dihasilkan.
(4)     Pejabat yang ditunjuk mengelola BLU bertanggung jawab atas pelaksanaan kegiatan pemberian layanan umum yang didelegasikan kepadanya oleh menteri/pimpinan lembaga/gubernur/bupati/ walikota.
(5)     BLU menyelenggarakan kegiatannya tanpa mengutamakan pencarian keuntungan.
(6)     Rencana kerja dan anggaran serta laporan keuangan dan kinerja BLU disusun dan disajikan sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari rencana kerja dan anggaran serta laporan keuangan dan kinerja kementerian negara/lembaga/SKPD/pemerintah daerah.
(7)     BLU mengelola penyelenggaraan layanan umum sejalan dengan praktek bisnis yang sehat.

PERSYARATAN, PENETAPAN, DAN PENCABUTAN UNIVERSITAS SEBAGAI BLU
Suatu satuan kerja instansi pemerintah dapat diizinkan mengelola keuangan dengan PPK-BLU apabila memenuhi persyaratan substantif, teknis, dan administratif.
Persyaratan substantif terpenuhi apabila instansi pemerintah yang bersangkutan menyelenggarakan layanan umum yang berhubungan dengan:
a.     Penyediaan barang dan/atau jasa layanan umum;
b.    Pengelolaan wilayah/kawasan tertentu untuk tujuan meningkatkan perekonomian masyarakat atau layanan umum; dan/atau
c.     Pengelolaan dana khusus dalam rangka meningkatkan ekonomi dan/atau pelayanan kepada masyarakat.
Persyaratan teknis terpenuhi apabila:
a.     kinerja pelayanan di bidang tugas pokok dan fungsinya layak dikelola dan ditingkatkan pencapaiannya melalui BLU sebagaimana direkomendasikan oleh menteri/pimpinan lembaga/kepala SKPD sesuai dengan kewenangannya; dan
b.    kinerja keuangan satuan kerja instansi yang bersangkutan adalah sehat sebagaimana ditunjukkan dalam dokumen usulan penetapan BLU.
Persyaratan administratif terpenuhi apabila instansi pemerintah yang bersangkutan dapat menyajikan seluruh dokumen berikut:
a.     pernyataan kesanggupan untuk meningkatkan kinerja pelayanan, keuangan, dan manfaat bagi masyarakat;
b.     pola tata kelola;
c.     rencana strategis bisnis;
d.    laporan keuangan pokok;
e.     standar pelayanan minimum; dan
f.     laporan audit terakhir atau pernyataan bersedia untuk diaudit secara independen.
Dokumen tersebut disampaikan kepada menteri/pimpinan lembaga/kepala SKPD untuk mendapatkan persetujuan sebelum disampaikan kepada Menteri Keuangan/ gubernur/bupati /walikota, sesuai dengan kewenangannya. Ketentuan lebih lanjut mengenai persyaratan administratif diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan/gubernur/bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya.
Proses penetapan  PPK-BLU adalah sebagai berikut:
1.    Menteri/pimpinan lembaga/kepala SKPD mengusulkan instansi pemerintah yang memenuhi persyaratan substantif, teknis, dan administratif untuk menerapkan PPK-BLU kepada Menteri Keuangan/gubernur/bupati/walikota, sesuai dengan kewenangannya.
2.    Menteri Keuangan/gubernur/bupati/walikota menetapkan instansi pemerintah yang telah memenuhi persyaratan untuk menerapkan PPK-BLU.
3.    Penetapan tersebut dapat berupa pemberian status BLU secara penuh atau status BLU bertahap.
4.    Status BLU secara penuh diberikan apabila seluruh persyaratan telah dipenuhi dengan memuaskan.
5.    Status BLU-Bertahap diberikan apabila persyaratan substantif dan teknis telah terpenuhi, namun persyaratan administratif belum terpenuhi secara memuaskan.
6.    Status BLU-Bertahap berlaku paling lama 3 (tiga) tahun.
7.    Menteri Keuangan/gubernur/bupati/walikota, sesuai dengan kewenangannya, memberi keputusan penetapan atau surat penolakan terhadap usulan penetapan BLU paling lambat 3 bulan sejak diterima dari menteri/pimpinan lembaga/kepala SKPD.
Adapun penerapan PPK-BLU berakhir bila:
a.     dicabut oleh Menteri Keuangan/gubernur/bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya;
b.    dicabut oleh Menteri Keuangan/gubernur/bupati/walikota berdasarkan usul dari menteri/pimpinan lembaga/kepala SKPD, sesuai dengan kewenangannya; atau
c.     berubah statusnya menjadi badan hukum dengan kekayaan negara yang dipisahkan.
Pencabutan penerapan PPK-BLU dilakukan apabila BLU yang bersangkutan sudah tidak memenuhi persyaratan substantif, teknis, dan/atau administratif.
Pencabutan status dilakukan berdasarkan penetapan ketentuan peraturan perundang-undangan, yaitu:
  1. Menteri Keuangan/gubernur/bupati/walikota, sesuai dengan kewenangannya, membuat penetapan pencabutan penerapan PPK-BLU atau penolakannya paling lambat 3 (tiga) bulan sejak tanggal usul diterima. Dalam hal jangka waktu 3 (tiga) bulan terlampaui, usul pencabutan dianggap ditolak.
  2. Instansi pemerintah yang pernah dicabut dari status PPK-BLU dapat diusulkan kembali untuk menerapkan PPK-BLU sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 4 PP No.23 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum.
  3. Dalam rangka menilai usulan penetapan dan pencabutan, Menteri Keuangan/gubernur/ bupati/walikota, sesuai dengan kewenangannya, menunjuk suatu tim penilai.
STANDAR DAN TARIF LAYANAN
1.    Instansi pemerintah yang menerapkan PPK-BLU menggunakan standar pelayanan minimum yang ditetapkan oleh menteri/pimpinan lembaga/ gubernur/ bupati/ walikota sesuai dengan kewenangannya.
2.    Standar pelayanan minimum tersebut dapat diusulkan oleh instansi pemerintah yang menerapkan PPK-BLU.
3.    Standar pelayanan minimum harus mempertimbangkan kualitas layanan, pemerataan dan kesetaraan layanan, biaya serta kemudahan untuk mendapatkan layanan.
Dalam hal tarif layanan, maka BLU:
1.    BLU dapat memungut biaya kepada masyarakat sebagai imbalan atas barang/jasa layanan yang diberikan.
2.    Imbalan atas barang/jasa layanan yang diberikan ditetapkan dalam bentuk tarif yang disusun atas dasar perhitungan biaya per unit layanan atau hasil per investasi dana.
3.    Tarif layanan diusulkan oleh BLU kepada menteri/pimpinan lembaga/kepala SKPD sesuai dengan kewenangannya.
4.    Usul tarif layanan dari menteri/pimpinan lembaga/kepala SKPD selanjutnya ditetapkan oleh Menteri Keuangan/gubernur/bupati/walikota, sesuai dengan kewenangannya.
5.    Tarif layanan harus mempertimbangkan:
a. kontinuitas dan pengembangan layanan;
b. daya beli masyarakat;
c. asas keadilan dan kepatutan; dan
d. kompetisi yang sehat.
PERENCANAAN BISNIS DAN PENGANGGARAN
Tata cara penyusunan, pengajuan, penetapan dan perubahan Rencana Bisnis dan Anggaran serta Dokumen Pelaksanaan Anggaran Badan Layanan Umum diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan nomor 66/PMK.02/2006.
PERENCANAAN
Dalam hal perencanaan, BLU melakukan hal-hal  sebagai berikut:
  1. BLU menyusun rencana strategis bisnis lima tahunan dengan mengacu kepada Rencana Strategis Kementerian Negara/Lembaga (Renstra-KL) atau Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD).
  2. BLU menyusun RBA tahunan dengan mengacu kepada rencana strategis bisnis tersebut.
  3. RBA disusun berdasarkan basis kinerja dan perhitungan akuntansi biaya menurut jenis layanannya.
  4. RBA BLU disusun berdasarkan kebutuhan dan kemampuan pendapatan yang diperkirakan akan diterima dari masyarakat, badan lain, dan APBN/APBD.
  5. RBA tersebut disusun dengan menganut pola anggaran fleksibel (flexible budget) dengan suatu persentase ambang batas tertentu.
PENGAJUAN RENCANA BISNIS DAN ANGGARAN
Setelah RBA disusun, maka langkah selanjutnya  adalah pengajuan RBA sebagai berikut:
1.    BLU mengajukan RBA kepada menteri/pimpinan lembaga/kepala SKPD untuk dibahas sebagai bagian dari RKA-KL, rencana kerja dan anggaran SKPD, atau Rancangan APBD.
2.    RBA disertai dengan usulan standar pelayanan minimum dan biaya dari keluaran yang akan dihasilkan.
3.     RBA BLU yang telah disetujui oleh menteri/pimpinan lembaga/kepala SKPD diajukan kepada Menteri Keuangan/PPKD, sesuai dengan kewenangannya, sebagai bagian RKA-KL, rencana kerja dan anggaran SKPD, atau Rancangan APBD.
4.    Menteri Keuangan/PPKD, sesuai dengan kewenangannya, mengkaji kembali standar biaya dan anggaran BLU dalam rangka pemrosesan RKA-KL, rencana kerja dan anggaran SKPD, atau Rancangan APBD sebagai bagian dari mekanisme pengajuan dan penetapan APBN/APBD.
5.    BLU menggunakan APBN/APBD yang telah ditetapkan sebagai dasar penyesuaian terhadap RBA menjadi RBA definitif.
PENETAPAN RENCANA BISNIS DAN ANGGARAN
  1. Pengkajian kembali RBA dilakukanvoleh Direktorat Jenderal Anggaran.
  2. Pengkajian kembali RBA tersebut  terutama mencakup standar biaya dan anggaran BLU, kinerja keuangan BLU, serta besaran persentase ambang batas.
  3. Adapun besaran persentase ambang batas ditentukan dengan mempertimbangkan fluktuasi kegiatan operasional BLU.
  4. Pengkajian dilakukan dalam rapat pembahasan bersama antara Direktorat Jenderal Anggaran dengan unit yang berwenang pada kementerian/lembaga serta BLU yang bersangkutan.
  5. Hasil kajian atas RBA menjadi dasar dalam rangka pemrosesan RKA-KL sebagai bagian dari mekanisme pengajuan dan penetapan APBN.
  6. Setelah APBN ditetapkan, pimpinan BLU melakukan penyesuaian atas RBA menjadi RBA definitif.
DOKUMEN PELAKSANAAN ANGGARAN
PENYUSUNAN DIPA BLU
  1. RBA definitif sebagaimana dimaksud dalam poin (6) diatas digunakan sebagai acuan dalam menyusun DIPA BLU untuk diajukan kepada Menteri Keuangan c.q. Direktur Jenderal Perbendaharaan.
  2. DIPA BLU memuat seluruh pendapatan dan belanja, proyeksi arus kas, jumlah dan kualitas barang dan/atau jasa yang dihasilkan, rencana penarikan dana yang bersumber dari APBN, serta besaran persentase ambang batas sebagaimana ditetapkan dalam RBA definitif.
  3. DIPA BLU disampaikan oleh menteri/ pimpinan lembaga kepada Menteri Keuangan c.q. Direktur Jenderal Perbendaharaan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
  4. Menteri Keuangan c.q. Direktur Jenderal Perbendaharaan mengesahkan DIPA BLU selambat-lambatnya tanggal 31 Desember dengan menerbitkan Surat Pengesahan DIPA BLU (SP-DIPA BLU).
  5. Format DIPA BLU diatur lebih lanjut oleh Direktur Jenderal Perbendaharaan.
PENARIKAN DAN PENGGUNAAN DANA
Dalam pasal 6 Peraturan Menteri Keuangan nomor 66/PMK.02/2006, disebutkan mengenai penarikan dana BLU, sebagai berikut:
  1. DIPA BLU yang telah disahkan oleh Menteri Keuangan c.q. Direktur Jenderal Perbedaharaan menjadi dasar bagi penarikan dana yang bersumber dari APBN.
  2. Berdasarkan DIPA BLU yang telah disahkan tersebut pimpinan BLU selaku kuasa pengguna anggaran mengajukan Surat Perintah Membayar Langsung (SPM-LS) kepada Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara (KPPN) untuk:
    1. belanja pegawai dilaksanakan sesuai dengan ketentuan yang berlaku;
    2. belanja barang dilaksanakan setiap triwulan sebesar selisih (mismatch) antara jumlah kas yang tersedia ditambah proyeksi arus kas masuk dikurangi proyeksi arus kas keluar;
    3. belanja modal dilaksanakan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
  3. Berdasarkan SPM-LS tersebut, KPPN menerbitkan Surat Perintah Pencairan Dana (SP2D) sesuai ketentuan yang berlaku.
Adapun untuk pendapatan yang diperoleh dari jasa layanan yang diberikan kepada masyarakat, hibah tidak terikat, serta hasil kerja sama BLU dengan pihak lain dan/atau hasil usaha lainnya dapat dikelola langsung untuk membiayai belanja operasional BLU sesuai dengan RBA definitif. Sedangkan hibah terikat yang diperoleh dari masyarakat atau badan lain harus diperlakukan sesuai dengan peruntukannya. (pasal 7 PMK nomor 66/PMK.02/2006).
Dalam rangka pertanggungjawaban penggunaan dana yang bersumber dari pendapatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 PMK nomor 66/PMK.02/2006, setiap triwulan BLU membuat SPM Pengesahan dan disampaikan kepada KPPN selambat-lambatnya tanggal 10 bulan berikutnya dengan dilampiri Surat Pernyataan Tanggung Jawab Belanja disertai kuitansi pengeluaran kumulatif yang ditandatangani oleh pimpinan BLU.
Berdasarkan SPM Pengesahan tersebut, KPPN menerbitkan SP2D Pengesahan sebagai dasar realisasi penggunaan dana yang bersumber dari pendapatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7. Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penarikan dan pertanggungjawaban penggunaan dana DIPA BLU diatur oleh Direktur Jenderal Perbendaharaan.
PERUBAHAN/REVISI TERHADAP RENCANA BISNIS DAN ANGGARAN
Perubahan/revisi terhadap RBA definitif dan DIPA dilakukan apabila:
  1. terdapat penambahan atau pengurangan pagu anggaran yang berasal dari APBN; dan/ atau
  2. belanja BLU melampaui ambang batas fleksibilitas.
PELAPORAN
Dalam hal pelaporan keuangan, maka:
  1. Setiap triwulan BLU wajib membuat laporan keuangan yang terdiri dari laporan realisasi anggaran/laporan operasional, laporan arus kas, dan catatan atas laporan keuangan disertai laporan kinerja. Laporan tersebut disampaikan kepada Menteri/ Pimpinan Lembaga dan kepada Menteri Keuangan c.q. Direktur Jenderal Perbendaharaan, paling lambat 15 (lima belas) hari setelah periode pelaporan berakhir.
  2. Setiap semesteran dan tahunan BLU wajib membuat laporan keuangan secara lengkap yang terdiri dari laporan realisasi anggaran/laporan operasional, neraca, laporan arus kas, dan catatan atas laporan keuangan, disertai laporan kinerja. Laporan tersebut disampaikan kepada Menteri/ Pimpinan Lembaga untuk dikonsolidasikan ke dalam laporan keuangan Kementerian/Lembaga paling lambat 1 (satu) bulan setelah periode pelaporan berakhir.
Kemudian Menteri/Pimpinan Lembaga menyampaikan laporan kepada Menteri Keuangan c.q. Direktur Jenderal Perbendaharaan yang dilampiri dengan laporan keuangan dan laporan kinerja BLU paling lambat 2 (dua) bulan setelah periode pelaporan berakhir.

PENGELOLAAN KAS, UTANG DAN PIUTANG BLU
PENGELOLAAN KAS BLU
Sesuai dengan pasal 16 UU N0 23 Th 2005, pengelolaan kas BLU dilaksanakan berdasarkan praktek bisnis yang sehat. Dalam rangka pengelolaan kas, BLU menyelenggarakan hal-hal sebagai berikut:
  1. merencanakan penerimaan dan pengeluaran kas;
  2. melakukan pemungutan pendapatan atau tagihan;
  3. menyimpan kas dan mengelola rekening bank;
  4. melakukan pembayaran;
  5. mendapatkan sumber dana untuk menutup defisit jangka pendek; dan
  6. memanfaatkan surplus kas jangka pendek untuk memperoleh pendapatan tambahan. Atau dengan kata lain memanfaatkan kas yang menganggur (idle cash) jangka pendek untuk memperoleh pendapatan tambahan.
Adapun rekening bank dimaksud, dibuka oleh pimpinan BLU pada bank umum. Sedangkan pemanfaatan surplus kas sebagaimana dimaksud diatas  dilakukan sebagai investasi jangka pendek pada instrumen keuangan dengan risiko rendah.
Penarikan dana yang bersumber dari APBN/APBD dilakukan dengan menerbitkan Surat Perintah Membayar (SPM) sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
PENGELOLAAN PIUTANG
Dalam pasal 17 UU N0 23 Th 2005, mengenai  pengelolaan piutang BLU disebutkan bahwa BLU dapat memberikan piutang sehubungan dengan penyerahan barang, jasa, dan/atau transaksi lainnya yang berhubungan langsung atau tidak langsung dengan kegiatan BLU sepanjang  dikelola dan diselesaikan secara tertib, efisien, ekonomis, transparan, dan bertanggung jawab serta dapat memberikan nilai tambah, sesuai dengan praktek bisnis yang sehat dan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Piutang BLU yang sulit ditagih dapat dilimpahkan penagihannya kepada Menteri Keuangan/gubernur/bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya
Pada implementasi selanjutnya, piutang BLU dapat dihapus secara mutlak atau bersyarat oleh pejabat yang berwenang, yang nilainya ditetapkan secara berjenjang.
Adapun kewenangan penghapusan piutang secara berjenjjang tersebut ditetapkan dengan Peraturan Menteri Keuangan/gubernur/bupati/walikota, sesuai dengan kewenangannya, dengan memperhatikan ketentuan peraturan perundang-undangan.
PENGELOLAAN UTANG
Mengenai pengelolaan utang BLU, disebutkan dalam 18 UU N0 23 Th 2005 tentang pengelolaan BLU, disebutkan BLU dapat memiliki utang sehubungan dengan kegiatan operasional dan/atau perikatan peminjaman dengan pihak lain sepanjang dikelola dan diselesaikan secara tertib, efisien, ekonomis, transparan, dan bertanggung jawab, sesuai denganpraktek bisnis yang sehat.

Terdapat dua jenis utang BLU, yaitu:
  • Utang jangka pendek
Pemanfaatan utang yang berasal dari perikatan peminjaman jangka pendek ditujukan hanya untuk belanja operasional.
  • Utang jangka panjang
Pemanfaatan utang yang berasal dari perikatan peminjaman jangka panjang ditujukan hanya untuk belanja modal.
Perikatan peminjaman dilakukan oleh pejabat yang berwenang secara berjenjang berdasarkan nilai pinjaman. Sedangkan kewenangan peminjamannya diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan/gubernur/bupati/walikota.
Pembayaran kembali utang tersebut merupakan tanggung jawab BLU. Namun hak tagih atas utang BLU menjadi kadaluarsa setelah 5 (lima) tahun sejak utang tersebut jatuh tempo, kecuali ditetapkan lain oleh undang-undang. Adapun jatuh tempo dihitung sejak 1 Januari tahun berikutnya.

PENGELOLAAN BARANG DAN INVESTASI
A.      PENGELOLAAN BARANG
Berdasarkan Undang-undang nomor 23 tahun 2005 pasal 20, tentang pengelolaan keuangan BLU, pengadaan barang/ jasa oleh BLU dilakukan berdasarkan prinsip efisiensi dan ekonomis, sesuai dengan praktek bisnis yang sehat dimana kewenangan atas pengadaan tersebut diselenggarakan berdasarkan jenjang nilai yang diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan/gubernur/bupati/walikota.
Dengan kata lain, pengadaan barang/jasa BLU yang sumber dananya berasal dari pendapatan operasional, hibah tidak terikat, hasil kerjasama lainnya dapat dilaksanakan berdasarkan ketentuan pengadaan barang/jasa yang ditetapkan pimpinan BLU, tanpa  mengikuti ketentuan Keppres no. 80 tahun 2003 beserta seluruh perubahannya, dengan mengikuti prinsip-prinsip transparansi, adil,/tidak diskriminatif, akuntabilitas, dan praktis bisnis yang sehat. Sehingga dapat dibebaskan sebagian atau seluruhnya dari ketentuan mengenai pengadaan barang/jasa, dalam kaitannya dengan Kepres no. 80 tahun 2003, dengan alasan efektivitas dan efisiensi.
B.      INVESTASI
Dalam hal investasi, BLU mengenal dua jenis investasi dalam pengelolaan keuangannya, yaitu:
  1. Investasi jangka panjang;
  2. Investasi jangka pendek.
Dana/kas yang dimiliki suatu badan pemerintahan yang menggunakan sistem BLU dalam pengelolaan keuangannya tidak dapat melakukan investasi jangka panjang, kecuali atas persetujuan Menteri Keuangan/gubernur/bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya. Segala keuntungan yang diperoleh dari pelaksanaan investasi jangka panjang merupakan pendapatan BLU, sehingga diperuntukkan sesuai tujuan dibentuknya sistem pengelolaan keuangan BLU yaitu untuk meningkatkan pelayanan kepada masyarakat umum. Investasi jangka panjang yang dimaksud antara lain:
  1. Penyertaan modal;
  2. Obligasi jangka panjang; dan
  3. Investasi langsung (pembentukan perusahaan) atas nama Menteri Keuangan.
Pengelolaan kas BLU dapat pula dilakukan investasi jangka pendek, yang ketentuannya sama seperti pengelolaan investasi jangka pendek pada umumnya. Hal ini dikarenakan badan/instansi  pemerintahan yang menyelenggarakan sistem BLU sebagai asas pengelolaan keuangannya diperkenankan untuk memanfaatkan kas yang menganggur (idle cash) jangka pendek untuk memperoleh pendapatan tambahan. Dengan demikian kas yang dimiliki oleh badan/instansi pemerintahan yang telah menerapkan sistem BLU dapat berkembang jumlahnya sehingga dengan jumlah kas yang bertambah diharapkan terjadi peningkatan layanan yang lebih baik keadaan masyarakat umum.
AKUNTANSI DAN PELAPORAN
Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 76/PMK.05/2008 tentang Pedoman Akuntansi dan Pelaporan Keuangan BLU, sistem akuntansi BLU adalah sebagai berikut:
  1. Setiap transaksi keuangan BLU harus diakuntansikan dan dokumen pendukungnya dikelola secara tertib.
  2. Periode akuntansi BLU meliputi masa 1 (satu) tahun, mulai dari tanggal 1 Januari sampai dengan tanggal 31 Desember.
  3. Sistem Akuntansi BLU terdiri dari:
Sistem Akuntansi Keuangan
Sistem akuntansi keuangan yang menghasilkan laporan keuangan pokok untuk keperluan akuntabilitas, manajemen, dan transparansi yang dirancang agar paling sedikit menyajikan:
  • informasi tentang posisi keuangan secara akurat dan tepat waktu;
  • informasi tentang kemampuan BLU untuk memperoleh sumber daya ekonomi berikut beban yang terjadi selama suatu periode;
  • informasi mengenai sumber dan penggunaan dana selama suatu periode;
  • informasi tentang pelaksanaan anggaran secara akurat dan tepat waktu; dan informasi tentang ketaatan pada peraturan perundang-undangan.
Sistem akuntansi keuangan BLU memiliki karakteristik antara lain sebagai berikut:
  • basis akuntansi yang digunakan pengelolaan keuangan BLU adalah basis akrual;
  • sistem akuntansi dilaksanakan dengan sistem pembukuan berpasangan; dan
  • sistem akuntansi BLU disusun dengan berpedoman pada prinsip pengendalian intern sesuai praktek bisnis yang sehat.
Dalam rangka pengintegrasian Laporan Keuangan BLU dengan Laporan Keuangan kementerian negara/lembaga, BLU mengembangkan sub sistem akuntansi keuangan yang menghasilkan Laporan Keuangan sesuai dengan SAP.
BLU mengembangkan dan menerapkan sistem akuntansi keuangan sesuai dengan jenis layanan BLU dengan mengacu kepada standar akuntansi paling sedikit mencakup kebijakan akuntansi, prosedur akuntansi, subsistem akuntansi, dan bagan akun standar
  1. Sistem Akuntansi Aset Tetap
Sistem akuntansi aset tetap, yang menghasilkan laporan aset tetap untuk        keperluan manajemen aset tetap yang paling sedikit mampu menghasilkan:
  • informasi tentang jenis, kuantitas, nilai, mutasi, dan kondisi aset tetap milik BLU; dan
  • informasi tentang jenis, kuantitas, nilai, mutasi, dan kondisi aset tetap bukan milik BLU namun berada dalam pengelolaan BLU.
Dalam pelaksanaan sistem akuntansi aset tetap, BLU dapat menggunakan sistem akuntansi barang milik negara yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan.
  1. Sistem Akuntansi Biaya
Sistem akuntansi biaya, yang menghasilkan informasi biaya satuan (unit cost) per unit layanan, pertanggungjawaban kinerja ataupun informasi lain untuk kepentingan manajerial yang paling sedikit mampu menghasilkan:
  • informasi tentang harga pokok produksi;
  • informasi tentang biaya satuan (unit cost) per unit layanan; dan
  • informasi tentang analisis varian (perbedaan antara biaya standar dan biaya sesungguhnya).
Sistem akuntansi biaya menghasilkan informasi yang berguna dalam:
  • perencanaan dan pengendalian kegiatan operasional BLU;
  • pengambilan keputusan oleh Pimpinan BLU; dan
  • perhitungan tarif layanan BLU.
  1. BLU dapat mengembangkan sistem akuntansi lain yang berguna untuk kepentingan manajerial yang ditetapkan oleh menteri/pimpinan lembaga.
Sedangkan berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 66/PMK.02/2006, bahwa setiap triwulan BLU wajib membuat laporan keuangan yang terdiri dari laporan realisasi anggaran/laporan operasional, laporan arus kas, dan catatan atas laporan keuangan disertai laporan kinerja yang disampaikan kepada Menteri/Pimpinan Lembaga dan kepada Menteri Keuangan c.q. Direktur Jenderal Perbendaharaan, paling lambat 15 (lima belas) hari setelah periode pelaporan berakhir.
Selain itu, setiap semesteran dan tahunan BLU wajib membuat laporan keuangan secara lengkap yang terdiri dari laporan realisasi anggaran/laporan operasional, neraca, laporan arus kas, dan catatan atas laporan keuangan, disertai laporan kinerja yang disampaikan kepada Menteri/Pimpinan Lembaga untuk dikonsolidasikan ke dalam laporan keuangan Kementerian/Lembaga paling lambat 1 (satu) bulan setelah periode pelaporan berakhir dan kepada Menteri Keuangan c.q. Direktur Jenderal Perbendaharaan yang dilampiri dengan laporan keuangan dan laporan kinerja BLU paling lambat 2 (dua) bulan setelah periode pelaporan berakhir.

SURPLUS DAN DEFISIT
Berdasarkan PP No. 23 tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum, penggunaan surplus atau defisit adalah sebagai berikut:
Pasal 29:
“Surplus anggaran BLU dapat digunakan dalam tahun anggaran berikutnya kecuali atas perintah Menteri Keuangan/gubernur/bupati/walikota, sesuai dengan kewenangannya, disetorkan sebagian atau seluruhnya ke Kas Umum Negara/Daerah dengan mempertimbangkan posisi likuiditas BLU.”
Pasal 30:
(1) “Defisit anggaran BLU dapat diajukan pembiayaannya dalam tahun anggaran berikutnya. kepada Menteri Keuangan/PPKD melalui menteri/pimpinan lembaga/kepala SKPD, sesuai dengan kewenangannya.”
(2) “Menteri Keuangan/PPKD, sesuai dengan kewenangannya dapat mengajukan anggaran untuk menutup defisit pelaksanaan anggaran BLU dalam APBN/APBD tahun anggaran berikutnya.”
Namun dalam BLU sendiri terdapat beberapa masalah yang sebenarnya menunjukkan ketidakkonsistenan pemerintah dalam membuat peraturan perundangan yang ditakutkan pada kemudian hari akan menimbulkan masalah. Masalah-masalah ini dikhawatirkan dapat mengganggu proses kerja BLU secara meyeluruh, sehingga tujuan-tujuan awal BLU yang ditetapkan dikhawatirkan tidak tercapai.
Dalam pasal 29 PP 23 tahun 2005 tentang Pengelolaan Badan Layanan Umum disebutkan bahwa “Surplus anggaran BLU dapat digunakan dalam tahun anggaran berikutnya kecuali atas perintah Menteri Keuangan/gubernur/bupati/walikota, sesuai dengan kewenangannya, disetorkan sebagian atau seluruhnya ke Kas Umum Negara/Daerah dengan mempertimbangkan posisi likuiditas BLU”. Surplus anggaran BLU yang dimaksud disini adalah selisih lebih antara pendapatan dengan belanja BLU yang dihitung berdasarkan laporan keuangan operasional berbasis akrual pada suatu periode anggaran. Surplus tersebut diestimasikan dalam RBA tahun anggaran berikut untuk disetujui penggunaannya.
Padahal sesuai dengan pasal 3 UU No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, disebutkan bahwa “Surplus penerimaan/negara dapat digunakan untuk membiayai pengeluaran negara/daerah tahun anggaran berikutnya”. Selanjutnya pada ayat berikutnya dijelaskan “Penggunaan surplus penerimaan negara/daerah sebagaimana dimaksud dalam ayat (7) untuk membentuk dana cadangan atau penyertaan Perusahaan Negara/Daerah harus memperoleh persetujuan terlebih dahulu dari DPR/DPRD”. Berdasarkan ketentuan ini dapat diketahui bahwa kaidah perlakuan surplus adalah dimanfaatkan untuk membiayai pengeluaran pemerintah. Peruntukan lain terhadap surplus anggaran ini harus memperoleh persetujuan DPR/DPRD. Perbandingan kedua aturan yang mengatur surplus anggaran ini menunjukkan bahwa BLU memiliki daya tawar keuangan yang lebih tinggi dibandingkan Perusahaan Negara/Daerah.
Solusi untuk masalah ini sebenarnya agak susah karena ada dua hal yang bisa diajukan sebagai argumen dalam mempertahankan pendapat mengenai aturan mana yang harus dipakai. Argumen tersebut adalah:
  1. Menurut pasal 7 UU No. 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan aturan yang seharusnya dipakai adalah aturan mengenai surplus yang ada di UU No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara. Hal ini disebabkan karena peraturan yang berada lebih rendah dalam hirarki tidak boleh bertentangan dengan peraturan hukum yang lebih tinggi.
  2. Akan tetapi, mengingat adanya asas lex specialis derogat lex generalis dimana apabila ada aturan yang lebih khusus, maka aturan tersebut mengesampingkan aturan yang bersifat umum, maka aturan mengenai surplus yang harus dipakai adalah aturan khusus yang mengatur tentang BLU yaitu PP No. 23 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Badan Layanan Umum.
Sebenarnya permasalahan seperti di atas tidak perlu terjadi apabila pembuat-pembuat keputusan lebih banyak melakukan pencarian referensi dalam menyusun peraturan, sehingga di kemudian hari tidak diharapkan terjadi lagi pertentangan seperti ini. Pertentangan seperti ini tentu akan merugikan bagi level-level pelaksana peraturan dikarenakan adanya kebingungan dalam memilih aturan mana yang harus dipakai.

Pengelompokan Pengelolaan Universitas di Indonesia
Dalam pengaturannya, universitas dikelompokkan menjadi dua, yaitu:

1. Universitas yang dikelola pihak swasta (private University). Dalam hal ini plaksanaan akuntansinya dilaksanakan berdasar standar  akuntansi yang dikemabngkan oleh FASB tentang laporan keuangan untuk organisasi nirlaba
2. Universitas yang dikelola pihak pemerintah (public university). Dalam hal ini pelaksanaan akuntansinya dilaksanakan berdasar standar akuntansi yang dikembangkan oleh GASB khususnya dalam pernyataan no 15 tentang model pelaporan keuangan untuk universitas.

Struktur Dana untuk universitas terdiri atas:

1. Dana lancar
Dana yang didirikan oleh universitas untuk mengelola kekayaan atau sumber daya yang akan digunakan dalam rangka membiayai kegiatan operasional sehari-hari. Dana lancar dibagi menjadi dua:
  • Dana yang penggunaanya tidak ada batasan (unrestricted current fund)
  • Dana yang penggunaanya terbatas pada tujuan tertentu (restricted fund)


3.       Dana pinjaman

Dana yang didirikan untuk mengumpulkan dana-dana yang akan digunakan untuk memberikan pinjaman baik kepada pegawai universitas maupun pihak-pihaklain yang terkait dengan universitas

4.       Dana abadi

Dana yang dikumpulkan dan kemudian dikelola oleh universitas tidak untuk penggunaan jangka pendek. Dana ini diabadikan kemudian dikelola dalam bentuk investasi yang hasilnya dimanfaatkan untuk pengunaan jangka pendek.

5.       Dana anuitas dan pensiun
Semacam dana pensiun yang dikelola oleh universitas

6.       Dana pembangunan
Dana yang dikumpulkan dengan tujuan penggunaan berupa pembangunan gedung dan aktiva tetap lainnya.

Ada tiga laporan keuangan yang harus dibuat oleh suatu universitas
a. Laporan pendapatan, blanja, dan beban lainnya
b. Laporan perubahan saldo dana
c. Neraca kombinasi

Dana Lancar Tidak Terikat (Unrestricted Current Fund)

Dana lancar tidak terikat mencatat dana yang dapat dibelanjakan untuk menjalankan aktivitas utama dari universitas dan penggunaannya tidak dibatasi untuk tujuan tertentu. Dasar akuntansi untuk dana lancar tidak terikat adalah dasar accrual, seperti yang digunakan untuk entitas komersial. Namun, sebagai ganti laba bersih, selisih antara pendapatan dan belanja, dicatat sebagai perubahan bersih atas saldo dana

Pendapatan Dan Belanja

Sehubungan dengan pendapatan dan belanja, dalam akuntansi dana untuk universitas terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan sebagai berikut:

a. Remisi uang kuliah dan piutang tak tertagih
Jumlah uang kuliah yang terkumpul berdasarkan tarif standar diakui secara penuh sebagai pendapata. Beasiswa dan remisi (potongan) uang kuliah yang diberikan universitas , temasuk piutang tak tertagih divatt sebagai belanja.

b. Pengembalian uang kuliah
Akuntansi dana untuk universitas mengharuskan
pengembalian uang kulia (untuk mahasiswa yang mengundurkan diri) dicatat sebagai pengurangan pendapatan. Keetika pengembalian kepada mahasiswa tersebut disetujui, universitas mendebit pendapatan dari yang kuliah.

c. Sesi perkuliahan yang berlangsung dua periode
Akuntansi dana untuk universitas mengharuskan bahwa uang kuliah yang dipungut untuk sesi perkuliahan tersebut diakui sebagai pendapatan pada periode dimana sesi perkuliahan tersebut paling banyak diselenggarakan, bersama dengan seluruh belanja yang berhubungan dengan sesi perkuliahan tersebut. Jika uang kuliah dipungut pada periode berjalan namun sesi perkuliahan kebanyakan diselenggarakan pada periode berikutnya, maka universitas mencatat pemungutan uang kuliah sebagai debit pada kas dan kredit pada pendapatan tangguhan. Pendapatan tangguhan beserta belanja tangguhan jika ada, kemudin diakui sebagai pendapatan dan belanja yang sesungguhnya pada periode berikutnya.

Transfer dan penyisihan dana.

Transfer wajib adalah transfer dari dan lancar ke dana lainnya untuk memenuhi ketentuan dari pihak eksternal dalam suatu perjanjian. Transfer tidak wajib adalah transfer serupa namun ditentukan sendiri oleh pihak universitas untuk berbagai tujuan. Transfer tidak wajib juga dapat dilakukan dari dana lainnya ke dalam dana lancar. Transfer wajib dan tidak wajib dilaporkan secara terpisah dalam laporan keuangan yang berhubungan dengan dana lancar seupa dengan transfer antar dana dalam akuntansi pemerintahan.

Investasi

Investasi dilaporkan pada nilai wajar dalam neraca suatu institusi publik. Pendapatan investasi, termasuk perubahan dalam nilai wajar inv untuk periode berjalan, harus dilaporkan sebagai pendapatan dalam laporan operasi entitas yang sesuai.

Sumbangan

Yang perlu diperhatikan adalah pemisahan antara sumbangan yang mengikat dengan sumbangan yang tidak mengikat. Sumbangan yang mengikat yang diterima dicatat dalam dana lancar terikat dan dibelanakan sesuai dengan batasannya. Sumbangan yang tidak mengikat dicatat dalam dana lancar tidak terikat dan dibelanjakan sesuai dengan kebutuhan universitas yang telah ditentukan. Beberapa pemasukan dapat berbentuk dana abadi dimana pokok dananya harus dikelola selama periode tertentu. Pemasukan ini dicatat dalam rekeining dana abadi yang terpisah.

Depresiasi

Depresiai harus dilaporkan sebagai belanja dalam dana yang menggunakan aktiva bersngkutn selama periode berjalan. Serupa dengan dana umum dalam akuntansi pemerintahan, dana lancar juga dapat mengakuisisi aktiva, namun terbatas pada aktiva lancar/jangka pendek. Jadi, tidak ada aktiva jangka panjang yang dilaporkan dalam dana lancar. Aktiva jangka panjang dilaporkan dalam dana pembangunan yang terpisah yang digunakan untuk menvatat akuisisi aktiva tetap dengan dana yang berasal baik dari dana lancar maupun dana pembangunan sendiri. Akan tetapi untuk akuisisi aktiva tetap dalam nilai yang besar tidak boleh menggunakan dan yang berasal dari dana lancar, namun harus menggunakan dana yang berasal dari dan dicatat sebagai dana pembangunan.

Ayat Jurnal Akuntansi Dana Universitas :

1.  Memperoleh pendapatan sumbangan beserta remisi
         Kas xx
·         Piutang xx
·         Pendapatan xx
2.      Memperoleh pendapatan dari usaha, mempunyai piutang, piutang tak tertagih,

Kas xx
·      Piutang xx
·      Belanja-usaha tambahan xx
·      Penyisihan piutang tak tertagih xx
·      Pendapatan-usaha tambahan xx
3.      Remisi uang kuliah yang telah ditetapkan akhirnya diberikan kepada beberapa  mahasiswa

Belanja-beasisiwa xx
·         Piutang xx
4.      Belanja dari unit usaha tambahan milik universitas

Belanja-usaha tambahan xx
·         Kas xx
5.      Mencatat transfer antar dana

Transfer wajib xx
·         Kas xx
·         tansfer tidak wajib xx
·         kas xx
6.      Format ayat jurnal penerimaan dana dalam dana lancar teikat adalah sebagai berikut:

Kas xx
·         Saldo dana xx
7.       Format ayat jurnal ketika dana tersebut dibelanjakan adalah sebagai berikut:

Belanja xx
Saldo dana xx
Kas xx
Pendapatan xx

8.      Pendapatan dan penambahan saldo dana lainnya

Kas xx
Saldo dana xx

 

ANALISIS LAPORAN KEUANGAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

      
 Penyataan Standar Akuntansi Keuangan No.45 (PSAK No.45)
Standar Akuntansi Keuangan adalah himpunan prinsip, prosedur, metode dan teknik akuntansi yang mengatur penyusunan laporan keuangan, khususnya yang ditujukan kepada pihak luar perusahaan, seperti kreditur dan sebagainya. Berdasarkan Standar Akuntansi Keuangan, tujuan akuntansi dan laporan keuangan pada dasarnya untuk menyediakan informasi keuangan suatu badan usaha yang akan digunakan oleh berbagai pihak yang berkepentingan sebagai dasar pengambilan suatu keputusan ekonomi.
Adapun Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan no.45 yang membahas tentang organisasi nirlaba. Organisasi nirlaba ditandai dengan perolehan sumbangan untuk sumber daya utama (asset) penyumbang bukan pemilik entitas dan tak berharap akan hasil, imbalan, atau keuntungan komersial. Pernyataan ini berlaku bagi laporan keuangan yang disajikan oleh organisasi nirlaba yang memenuhi karakteristik sebagai berikut:
1.          Sumber daya entitas berasal dari para penyumbang yang tidak mengharapkan pembayaran kembali atau manfaat ekonomi yang sebanding dengan jumlah sumber daya yang diberikan.
2.          Menghasilkan barang dan/atau jasa tanpa bertujuan memupuk laba, dan kalau suatu entitas menghasilkan laba, maka jumlahnya tidak pernah dibagikan kepada para pendiri atau pemilik entitas tersebut.
3.          Tidak ada kepemilikan seperti lazimnya pada organisasi bisnis, dalam arti bahwa kepemilikan dalam organisasi nirlaba tidak dapat dijual, dialihkah, atau ditebus kembali, atau kepemilikan tersebut tidak mencerminkan proporsi pembagian sumber daya entitas pada saat likuidasi atau pembubaran entitas.

Laporan keuangan untuk organisasi nirlaba terdiri dari laporan posisi keuangan, laporan aktivitas, laporan arus kas, dan catatan atas laporan keuangan. Laporan keuangan tersebut berbeda dengan laporan keuangan untuk organisasi bisnis pada umumnya. Pernyataan ini menetapkan informasi dasar tertentu yang harus disajikan dalam laporan keuangan organisasi nirlaba.


  Laporan Posisi Keuangan
            Tujuan laporan posisi keuangan adalah untuk menyediakan informasi mengenai aktiva, kewajiban, dan aktiva bersih dan informasi mengenai hubungan di antara unsur-unsur tersebut pada waktu tertentu. Informasi dalam laporan posisi keuangan yang digunakan bersama pengungkapan dan informasi dalam laporan keuangan lainnya, dapat membantu para penyumbang, anggota organisasi, kreditur dan pihak-pihak lain untuk menilai:
a.       kemampuan organisasi untuk memberikan jasa secara berkelanjutan dan
b.      likuiditas, fleksibilitas keuangan, kemampuan untuk memenuhi kewajibannya, dan kebutuhan pendanaan eksternal.
    Laporan posisi keuangan, termasuk catatan atas laporan keuangan, menyediakan informasi yang relevan mengenai likuiditas, fleksibilitas keuangan, dan hubungan antara aktiva dan kewajiban. Informasi tersebut umumnya disajikan dengan pengumpulan aktiva dan kewajiban yang memiliki karakteristik serupa dalam suatu kelompok yang relative homogen. Sebagai contoh, organisasi biasanya melaporkan masing-masing unsur aktiva dalam kelompok yang homogen, seperti:
         a.          kas dan setara kas;
         b.         piutang pasien, pelajar, anggota, dan penerima jasa yang lain;
         c.          persediaan;
         d.         sewa, asuransi, dan jasa lainnya yang dibayar di muka;
         e.          surat berharga/efek dan investasi jangka panjang;
  f.          tanah, gedung, peralatan, serta aktiva tetap lainnya yang digunakan untuk    
 menghasilkan barang dan jasa.

Kas atau aktiva lain yang dibatasi penggunaanya oleh penyumbang harus disajikan terpisah dari kas atau aktiva lain yang tidak terikat penggunaannya.
Laporan posisi keuangan menyajikan jumlah masingmasing kelompok aktiva bersih berdasarkan ada atau tidaknya pembatasan oleh penyumbang, yaitu: terikat secara permanen, terikat secara temporer, dan tidak terikat.
Pembatasan permanen terhadap (1) aktiva, seperti tanah atau karya seni, yang disumbangkan untuk tujuan tertentu, untuk dirawat dan tidak untuk dijual, atau (2) aktiva yang disumbangkan untuk investasi yang mendatangkan pendapatan secara permanen dapat disajikan sebagai unsur terpisah dalam kelompok aktiva bersih yang penggunaannya dibatasi secara permanen atau disajikan dalam catatan atas laporan keuangan. Pembatasan permanen kelompok kedua tersebut berasal dari hibah atau wakaf dan warisan yang menjadi dana abadi (endowment).
Pembatasan temporer terhadap (1) sumbangan berupa aktivitas operasi tertentu, (2) investasi untuk jangka waktu tertentu, (3) penggunaan selama periode tertentu dimasa depan, atau (4) pemerolehan aktiva tetap, dapat disajikan sebagai unsur terpisah dalam kelompok aktiva bersih yang penggunaannya dibatasi secara temporer atau disajikan dalam catatan atas laporan keuangan. Pembatasan temporer oleh penyumbang dapat berbentuk pembatasan waktu atau pembatasan penggunaan, atau keduanya.
Aktiva bersih tidak terikat umumnya meliputi pendapatan dari jasa, penjualan barang, sumbangan, dan dividen atau hasil investasi, dikurangi beban untuk memperoleh pendapatan tersebut. Batasan terhadap penggunaan aktiva bersih tidak terikat dapat berasal dari sifat organisasi, lingkungan operasi, dan tujuan organisasi yang tercantum dalam akte pendirian, dan dari perjanjian kontraktual dengan pemasok, kreditur dan pihak lain yang berhubungan dengan organisasi. Informasi mengenai batasan-batasan tersebut umumnya disajikan dalam catatan atas laporan keuangan.

 Laporan Aktivitas

           Tujuan utama laporan aktivitas adalah menyediakan informasi mengenai (a) pengaruh transaksi dan peristiwa lain yang mengubah jumlah dan sifat aktiva bersih, (b) hubungan antar transaksi, dan peristiwa lain, dan (c) bagaimana penggunaan sumber daya dalam pelaksanaan berbagai program atau jasa, Informasi dalam laporan aktivitas, yang digunakan bersama dengan pengungkapan informasi dalam laporan keuangan lainnya, dapat membantu para penyumbang, anggota organisasi, kreditur dan pihak lainnya untuk (a) mengevaluasi kinerja dalam suatu periode, (b) menilai upaya, kemampuan, dan kesinambungan organisasi dan memberikan jasa, dan (c) menilai pelaksanaan tanggung jawab dan kinerja manajer.
            Laporan aktivitas mencakup organisasi secara keseluruhan dan menyajikan perubahan jumlah aktiva bersih selama suatu periode. Perubahan aktiva bersih dalam laporan aktivitas tercermin pada aktiva bersih atau ekuitas dalam laporan posisi keuangan. Laporan aktivitas menyajikan jumlah perubahan aktiva bersih terikat permanen, terikat temporer, dan tidak terikat dalam suatu periode.
            Laporan aktivitas menyajikan pendapatan sebagai penambah aktiva bersih tidak terikat, kecuali jika penggunaannya dibatasi oleh penyumbang, dan menyajikan beban sebagai pengurang
aktiva bersih tidak terikat. Sumbangan disajikan sebagai penambah aktiva bersih tidak terikat, terikat permanen, atau terikat temporer, tergantung pada ada tidaknya pembatasan. Dalam hal sumbangan terikat yang pembatasannya tidak berlaku lagi dalam periode yang sama, dapat disajikan sebagai sumbangan tidak terikat sepanjang disajikan secara konsisten dan diungkapkan sebagai kebijakan akuntansi. Laporan aktivitas menyajikan keuntungan dan kerugian yang diakui dari investasi dan aktiva lain (atau kewajiban) sebagai penambah atau pengurang aktiva bersih tidak terikat, kecuali jika penggunaannya dibatasi.
            Laporan aktivitas menyajikan jumlah pendapatan dan beban secara bruto. Namun demikian pendapatan investasi dapat disajikan secara neto dengan syarat beban-beban terkait, seperti beban penitipan dan beban penasihat investasi, diungkapkan dalam catatan atas laporan keuangan.
            Laporan aktivitas atau catatan atas laporan keuangan harus menyajikan informasi mengenai beban menurut klasifikasi fungsional, seperti menurut kelompok program jasa utama dan aktivitas pendukung. Klasifikasi secara fungsional bermanfaat untuk membantu para penyumbang, kreditur, dan pihak lain dalam menilai pemberian jasa dan penggunaan sumber daya. Program pemberian jasa merupakan aktivitas untuk menyediakan barang dan jasa kepada para penerima manfaat, pelanggan, atau anggota dalam rangka mencapai tujuan atau misi organisasi. Pemberian jasa tersebut merupakan tujuan dan hasil utama yang dilaksanakan melalui berbagai program utama. Aktivitas pendukung meliputi semua aktivitas selain program pemberian jasa. Umumnya, aktivitas pendukung meliputi aktivitas manajemen dan umum, pencarian dana, dan pengembangan anggota.
           
Laporan Arus Kas

            Tujuan utama laporan arus kas adalah menyajikan informasi mengenai penerimaan dan pengeluaran kas dalam suatu periode. Laporan arus kas disajikan sesuai PSAK 2 tentang Laporan Arus Kas dengan tambahan berikut ini:
a.       Aktivitas pendanaan:

1.       penerimaan kas dari penyumbang yang penggunaannya dibatasi untuk jangka panjang.
2.        penerimaan kas dari sumbangan dan penghasilan investasi yang penggunaannya dibatasi untuk pemerolehan, pembangunan dan pemeliharaan aktiva tetap, atau peningkatan dana abadi (endowment).
3.        bunga dan dividen yang dibatasi penggunaannya untuk jangka panjang.
b.     Pengungkapan informasi mengenai aktivitas investasi dan pendanaan nonkas: sumbangan berupa bangunan atau aktiva investasi.
Laporan Keuangan Organisasi Nirlaba
Oganisasi Nirlaba terdiri dari entitas pemerintahan dan entitas nonpemerintahan. Oraganisasi Nirlaba dipandang amat berbeda dengan organisasi komersial oleh pelanggan, donatur dan sukarelawan, pemerintah, anggota organisasi dan karyawan organisasi nirlaba. Dalam rangka pertanggungjawaban, organisasi nirlaba harus membuat laporan pertanggungjawaban khususnya dalam hal penggunaan dana organisasi.
            Pada umumnya organisasi nirlaba mengacu pada PSAK Nomor 45. PSAK Nomor 45 (untuk entitas nirlaba nonpemerintah) diterbitkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia untuk memfasilitasi seluruh organisasi nirlaba nonpemerintah. Diluar itu, PSAK dapat menyusun standar khusus nirlaba, misalnya akuntansi untuk entitas koperasi. Dalam PSAK No.45, karakteristik entitas nirlaba ditandai dengan perolehan sumbangan untuk sumber daya utama (asset) penyumbang bukan pemilik entitas dan tak berharap akan hasil, imbalan, atau keuntungan komersial.
Masing-masing entitas nirlaba memiliki karakteristik yang unik dan masih perlu dilakukan penyempurnaan berkaitan dengan standarisasi pelaporan keuangannya. Oleh karena itu, laporan keuangan yang disajikan juga akan disesuaikan dengan karakteristik organisasi namun tetap pada prinsip akuntansi berterima umum yang berlaku di Indonesia.



Bentuk Penyajian Laporan Keuangan Berdasarkan PSAK No 45                         

Laporan Keuangan berdasarkan PSAK 45 meliputi Laporan Posisi Keuangan pada akhir periode laporan, Laporan Aktivitas serta Laporan Arus Kas untuk suatu periode pelaporan, dan Catatan atas Laporan Keuangan.




 Laporan Keuangan Universitas Airlangga

Laporan Keuangan yang kami analisis adalah Laporan Posisi Keuangan, Laporan Aktivitas, dan Laporan Arus Kas. Adapun data Catatan atas Laporan Keuangan tidak kami dapatkan.


1.      Laporan Posisi Keuangan
Laporan Posisi Keuangan Universitas Airlangga untuk Periode yang berakhir 31 Desember 2008, telah menyajikan aktiva berdasarkan urutan likuiditas, dan kewajiban berdasarkan tanggal jatuh tempo dan mengelompokan aset kedalam aset lancar dan aset tidak lancar. Dapat dilihat pada Laporan Posisi Keuangan Universitas Airlangga periode yang berakhir 31 Desember 2008 yang telah kami cantumkan. 
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjJcGGVcHTH5IX9coeFE7kcsvqFb8foAdgpCG44ArWB6Xzgyk3dRUfVWVZRyLk-wgZ5WU2OS74PHJ1B-2XBOlQADKLdU0zdbeqZopzdEdVI9RT9VQvUb-oezmfxhP201cqOiiIPSbZprUyo/s1600/laporan+posisi+keuangan.jpg

https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgGOjZBYXOTuQW_-8LcHYNLfObADPxr3wSfNKW9tONTtKFH6VFk_Xd0Tc9ZuroVsnKmJJZnCGQVTXSyGxrYHuoMNofi_OAMmFkYcOd3BrKtENY2huQwBAomF5FCf6Ew41CZui_OrFQnOM5a/s1600/laporan+posisi+keuangan+lanjutan.jpg


 Aset lancar terdiri dari Kas dan Setara Kas, Piutang setelah dikurangi penyisihan piutang ragu-ragu, dan Persediaan. Sedangkan aset tidak lancar terdiri atas aset tetap yang telah dikurangi oleh akumulasi penyusutan, aktivitas yang sama yang dilakukan di Universitas Airlangga untuk Periode yang berakhir 31 Desember 2007,  sebagai berikut:
a.       Aset (Aktiva)
        Dalam hal ini Laporan Keuangan Universitas Airlangga untuk Periode yang berakhir 31              Desember 2008, melaporkan masing-masing unsur aset dalam kelompok yang homogen, seperti: kas dan setara kas, piutang, persediaan, dan aset tetap. Selain itu, informasi likuiditas juga diberikan dengan cara menyajikan aktiva berdasarkan urutan likuiditas, mengelompokkan aktiva ke dalam lancar dan tidak lancar, dan mengungkapkan informasi mengenai likuiditas aktiva termasuk pembatasan penggunaan aktiva.


1)      Aset Lancar
Aset Lancar terdiri atas:
(a)    Kas dan Setara Kas
121.749.113.032
96.626.689.159
(b)   Piutang setelah dikurangi penyisihan Piutang Ragu-Ragu


Ø  Pada tahun 2008


Ø  Pada tahun 2007
3.060.888.174
936.764.437
(c)    Persediaan
1.328.651.132
1.236238.587



Jumlah Aset Lancar pada tahun 2008 ialah Rp. 126.138.652.338.
2)      Aset Tidak Lancar
Aset Tidak Lancar yang tercantum di Laporan Keuangan Universitas Airlangga untuk Periode yang berakhir 31 Desember 2008 dan 2007, hanya berupa kelompok aset tetap saja (setelah dikurangi akumulasi penyusutan sebesar nihil). Aset tetap untuk periode yang berakhir 31 Desember 2008 tersebut sejumlah Rp 1.075.774.266.477 .

b.      Kewajiban
Pada Pernyataan Standar Akuntansi Nomor 45, Kewajiban disajikan berdasarkan tanggal jatuh tempo dan dikelompokan ke dalam kewajiban jangka pendek dan jangka panjang. Namun pada Laporan Posisi Keuangan yang kami analisis yaitu Laporan Keuangan Universitas Airlangga Periode yang berakhir pada 31 Desember 2007 terutama Periode yang berakhir pada 31 Desember 2008, Kewajiban disajikan berdasarkan kewajiban lancar dan kewajiban tidak lancar. Kewajiban lancar terdiri atas hutang pihak ketiga, hutang pajak, biaya yang harus dibayar, dan pendapatan diterima dimuka. Kemudian dikurangi dengan aset bersih.
                       
                        Kewajiban Lancar untuk tahun 2008, terdiri atas:
                        Hutang Pihak Ketiga                                      717.501.818
                        Hutang Pajak                                                   42.053.575
                        Biaya yang Masih Harus Dibayar              23.372.535.942
                        Pendapatan Diterima Dimuka                         550.000.000
                       
                        Jumlah Kewajiban Lancar                         24.682.091.335    

                        Aset Bersih                                          1.177.230.827.480

Aset bersih  umumnya terdiri  atas aset bersih terikat dan tidak terikat.. Keterangan ini dapat dilihat pada Laporan Aktivitas.

Aset bersih :
Tidak terikat                                        1.172.097.083.772
Terikat temporer                                         5.133.743.708
Terikat Permanen                                                             -

Maka, Jumlah Kewajiban Lancar dikurangi Aset Bersih pada tahun 2008 ialah Rp. 1.201.912.918.815.


2.      Laporan Aktivitas
Laporan aktivitas Universitas Airlangga menerapkan bentuk laporan aktivitas yang menyajikan informasi sesuai dengan klasifikasi dengan tambahan satu kolom untuk jumlah. Bentuk Laporan Aktivitas menyajikan pembuktian dampak berakhirnya pembatasan penyumbang aktiva tertentu terhadap reklasifikasi aktiva bersih. Bentuk Laporan Aktivitas memungkinkan penyajian informasi agregat mengenai sumbangan dan penghasilan dari investasi.
Laporan Aktivitas menyajikan jumlah perubahan aktiva bersih terikat permanen, terikat temporer, dan tidak terikat dalam suatu periode.
Laporan aktivitas menyajikan pendapatan sebagai penambah aktiva bersih tidak terikat, kecuali jika penggunaannya dibatasi oleh penyumbang, dan menyajikan beban sebagai pengurang aktiva bersih tidak terikat. Sumbangan disajikan sebagai penambah aktiva bersih tidak terikat, terikat permanen, atau terikat temporer, tergantung pada ada tidaknya pembatasan. 
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjOa_gckJR4zeZ12zyeWMEw05ahAkBp6_g1RZDQPbAMZ6Izj9MOLFF8xvybaRI0tT5IJR-eOL6Wv9TNLi3V81-nH7S_kZkIvmJLPgHoqFhX1i9rgkQfz6gLUqKV7imBU5I4eUPR95ZVysaQ/s1600/laporan+aktivitas.jpg

https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjlmI8kCrconz4Y6YLX36JG9KFYNuy5xDPvCWpR6P8mSGZKsnad07NKBn5jezALm_KZ4jhsgs1PhcEhnWZT7HTGB_2mPBbbzFOWSaBF1xEmTM1iNF_iePDHneVV7-R6scVUKbgy5fUzMI8w/s1600/laporan+aktivitas+lanjutan.jpg

Dapat dilihat di Laporan Aktivitas Universitas Airlangga untuk periode yang berakhir 31 Desember 2008, bahwa Penerimaan dan Pendapatan Dana Pemerintah berasal dari DIPA/APBN Pemerintah, Hibah/PHK Pemerintah, Kontrak Kerjasama dengan Instansi Pemerintah, dan Penerimaan Pemerintah lainnya. Penerimaan dan Pendapatan Dana Pemerintah disajikan sebagai penambah aktiva bersih terikat temporer dengan jumlah Rp. 153.143.147.768. Hal ini menunjukkan bahwa Penerimaan dan Pendapatan Dana Pemerintah di Universitas Airlangga penggunaanya dibatasi oleh pemerintah.
Aset bersih terikat sendiri terdiri atas aset bersih terikat temporer dan permanen. Aset bersih tidak terikat adalah aset yang sumber daya penggunaannya tidak dibatasi untuk tujuan tertentu oleh penyumbang, dalam hal ini penyumbang yang dimaksud adalah masyarakat. Aset bersih temporer adalah aset yang sumber daya penggunaannya dibatasi untuk tujuan tertentu oleh penyumbang yang menetapkan agar sumber daya tersebut dipertahankan sampai dengan periode tertentu atau sampai dengan terpenuhinya keadaan tertentu dalam hal ini penyumbang yang dimaksud adalah pemerintah . Sedangkan aset bersih permanen adalah aset yang sumber daya penggunaannya ditetapkan oleh penyumbang agar sumber daya tersebut dipertahankan secara permanen, tetapi organisasi tetap diizinkan untuk menggunakan sebagian atau semua penghasilan atau manfaat ekonomi lainnya yang berasal dari sumber daya tersebut, dalam hal ini tidak disebutkan penggunaan aset bersih terikat secara permanen.

Dana Masyarakat Universitas Airlangga berasal dari Sumbangan Operasional (Pendidikan), Sumbangan Pengembangan (Pendidikan) dan Sumbangan Masyarakat Lainnya. Dana Masyarakat disajikan sebagai penambah aktiva bersih tidak terikat (dengan jumlah Rp. 179.456.045.406) yang mana penggunaanya tidak dibatasi oleh masyarakat.

Sedangkan, pada Dana Layanan dan Usaha Universitas, Penerimaan Layanan dan Usaha Akademik disajikan sebagai penambah aktiva bersih terikat temporer. Penerimaan Layanan Umum dan Fungsi, dan Penerimaan Pendapatan umum disajikan sebagai penambah aktiva bersih tidak terikat.

Laporan aktivitas menyajikan keuntungan dan kerugian yang diakui dari investasi dan aktiva lain (atau kewajiban) sebagai penambah atau pengurang aktiva bersih tidak terikat, kecuali jika penggunaanya dibatasi.


Pada Laporan Aktivitas (untuk yang tidak terikat), Jumlah Penerimaan dan Pendapatan (Rp. 211.725.445.973 dan Rp. 201.639.356.226) dikurangi dengan Jumlah Beban dan Pengeluaran (Rp. 157.472.916.359 dan Rp. 179.250.342.518) menghasilkan perubahan aktiva bersih (kenaikan aset bersih sebesar Rp. 54.252.529.614 dan Rp. 22.389.013.708).  Kenaikan Aset bersih ini dijumlahkan dengan Aset Bersih Awal Tahun (berasal dari Aset Bersih Akhir Tahun 2007) yang menghasilkan Aset Bersih Akhir Tahun Tidak Terikat sebesar Rp. 1.172.097.083.772. Aset Bersih Akhir Tahun Tidak Terikat 2008 ditambah dengan Aset Bersih Akhir Tahun Terikat menghasilkan Aset Bersih Akhir Tahun 2008 (sejumlah Rp. 1.177.230.827.480).

Dapat dilihat di Laporan Aktivitas Universitas Airlangga untuk periode yang berakhir 31 Desember 2007, bahwa Penerimaan dan Pendapatan Dana Pemerintah berasal dari DIPA/APBN Pemerintah, Hibah/PHK Pemerintah, Kontrak Kerjasama dengan Instansi Pemerintah, dan Penerimaan Pemerintah lainnya. Hal ini tidak berbeda jauh dengan tahun 2008, yang berbeda ialah pada periode 2008 tidak ada penerimaan kontrak kerja sama dengan Instansi Pemerintahan. Penerimaan dan Pendapatan Dana Pemerintah periode yang berakhir 31 Desember 2007 disajikan sebagai penambah aktiva bersih terikat temporer dengan jumlah Rp. 146.371.405.704 (lebih kecil dari Penerimaan dan Pendapatan Dana Pemerintah periode yang berakhir 31 Desember 2008). Hal itu berarti, bahwa Penerimaan dan Pendapatan Dana Pemerintah periode yang berakhir 31 Desember 2008 mengalami kenaikan disbanding tahun sebelumnya.

Dana Masyarakat Universitas Airlangga untuk tahun yang berakhir tanggal 31 Desember 2007 tidak berbeda sumbernya dengan tahun 2008. Yaitu berasal dari Sumbangan Operasional (Pendidikan), Sumbangan Pengembangan (Pendidikan) dan Sumbangan Masyarakat Lainnya. Dana Masyarakat disajikan sebagai penambah aktiva bersih tidak terikat (dengan jumlah Rp. 145.800.689.482) yang mana penggunaanya juga seperti tahun 2008, yaitu tidak dibatasi oleh masyarakat.

Dana Layanan dan Usaha Universitas Airlangga untuk tahun yang berakhir pada tanggal 31 Desember 2007 lebih kecil dibanding Dana Layanan dan Usaha Universitas untuk tahun yang berakhir pada tanggal 31 Desember 2008. Itu berarti, pada tahun 2008 mengalami kenaikan Dana Layanan dan Usaha dibanding 2007.

Jumlah Pengeluaran Penyelenggaraan Pendidikan tidak terikat untuk tahun yang berakhir pada tanggal 31 Desember 2008 mengalami penurunan dibanding tahun sebelumnya. Sedangkan, Jumlah Pengeluaran Penyelenggaraan Pendidikan terikat temporer mengalami kenaikan dibanding 2007. Pada pengeluaran di tahun 2008 terdapat Pengeluaran Penelitian dan Pengabdian Masyarakat, Pengeluaran Pengembangan Program, dan Pengeluaran Manajemen dan Pengelolaan. Sedangkan, pada Pengeluaran di tahun 2007, ketiganya tidak ada. Pada tahun 2007 terdapat Pengeluaran Lainnya sebesar Rp. 7.071.663.575 , namun
pada tahun 2008 Pengeluaran Lainnya Rp 0.

Kenaikan Aset Bersih tidak terikat pada tahun yang berakhir 2008 mengalami kenaikan dibanding tahun 2007. Sedangkan, Kenaikan Aset Bersih mengalami penurunan dibanding 2007. Aset Bersih Awal Tahun berasal dari Aset Bersih Akhir Tahun 2006.  Pada tahun 2007, tidak ada Koreksi Saldo Aset Bersih Awal Tahun. Jumlah Aset Bersih Akhir Tahun yang berakhir tanggal 31 Desember 2007 ialah Rp. 1.117.844.554.158 (lebih besar dibanding 2008).     

3.      Laporan Arus Kas
Informasi tentang arus kas pada Universitas Airlangga berguna sebagai dasar untuk menilai kemampuan perusahaan dalam menghasilkan kas dan setara kas dan menilai kebutuhan Universitas Airlangga untuk menggunakan arus kas tersebut.https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhGUzqvmNBsmFc5eX90pKrLtkQzFmKUj9eFqQmAoHQgcevBVBMyqKenB2C33GnJOIGX4wgws2HN76MRoR8S4KihaJdJZWuODOsfOg3l-ohestECdh7VHiy7cLSEDToAflXG95Wwhef0lk75/s1600/laporan+arus+kas.jpg



Data Laporan Keuangan mengenai Arus Kas di Universitas Airlangga pada tahun  2007 dan 2008. Laporan arus kas harus melaporkan arus kas selama periode tertentu dan diklasifikasi menurut aktivitas operasi, investasi dan pendanaan.
Aktivitas operasi adalah aktivitas penghasil utama pendapatan perusahaan (principal revenue-producing activities) dan aktivitas lain yang bukan merupakan aktivitas investasi dan aktivitas pendanaan. Arus kas dari aktivitas operasi berasal dari penjumlahaan penerimaan DIPA, Penerimaan Hibah, Penerimaan Kontrak dan kerjasama dengan Instansi Pemerintah, Penerimaan Pemerintah lainnya, Penerimaan sumbangan operasional, Penerimaan Sumbangan Pengembangan, Penerimaan Kontrak Kerjasama, Penerimaan layanan umum dan fungsi, Penerimaan Institusional Fee, Penerimaan dari pemanfaatan fasilitas, Penerimaan lain dari masyarakat, dan penerimaan lainnya, dikurangi dengan jumlah dari penyelenggaraan pendidikan, pembinaan mahasiswa, penelitian dan pengabdian masyarakat, Layanan akademik dan unit Swadana, Pengeluaran pengembangan Program, pengeluaran manajemen dan pengeluaran, Pengeluaran Lainnya. Hasil dari pengurangan tersebut dinamakan Kas Bersih yang diperoleh Aktivitas Operasi.

      Aktivitas investasi adalah perolehan dan pelepasan aktiva jangka panjang serta investasi lain yang tidak termasuk setara kas. Arus Kas dari Aktivitas Investasi berasal dari jumlah Perolehan aset tetap. Hasilnya dinamakan Kas Bersih yang digunakan untuk Aktivitas Investasi.
Aktivitas pendanaan (financing) adalah aktivitas yang mengakibatkan perubahan dalam jumlah serta komposisi modal dan pinjaman perusahaan . Arus kas dari aktivitas pendanaan hanya berasal dari Hasil Pinjaman Jangka Pendek. Hasil tersebut dinamakan Kas yang diperoleh dari dan digunakan untuk Aktivitas Pendanaan.
Adapun Pengaruh Selisih  Kurs atas Kas dan Setara Kas yang terdapat dalam  Laporan Arus Kas, diperoleh dari Kenaikan Bersih Kas dan Setara Kas. Kenaikan Bersih Kas dan Setara Kas diperoleh dari selisih Kas dan Setara Kas Pada Awal Periode dengan jumlah Kas dan Setara Kas Pada Akhir Periode lalu dikurangkan jumlah dari Total Kas Bersih yang Diperoleh dari Aktivitas Oprasi dikurang Total Kas Bersih yang Digunakan untuk Aktivitas Investasi dan dikurang Total Kas yang Diperoleh dari Aktivitas Pendanaan.


      Berdasarkan analisis Laporan Keuangan yang telah dilakukan, maka kami menyimpulkan bahwa untuk Laporan Keuangan yang telah disajikan oleh Universitas Airlangga untuk Periode yang berakhir 31 Desember 2008 dan 2007 telah sesuai dengan Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan No.45 tentang Pelaporan Keuangan Organisasi Nirlaba yang meliputi Laporan Posisi Keuangan, Laporan Aktivitas, dan Laporan Arus Kas. Dalam Laporan Keuangan yang kami peroleh di Laporan Arus Kas didasarkan pada Pernyataan Standar Akuntansi No.2.
      Universitas Airlangga telah menyajikan Laporan Keuangan dengan baik dan sesuai Pernyataan Standar Akuntansi No.45

Berdasarkan penelitian yang dilakukan, maka kami memberikan saran kepada Universitas Airlangga agar lebih teliti dalam menyajikan Laporan Keuangan agar tidak perlu diadakan koreksi saldo kembali.
Sedangkan untuk pembaca diharapkan untuk memahami Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan no.45, dan dilampiri dengan Catatan Atas Laporan Akuntansi Keuangan sebagai keterangan atas aktivitas-aktivitas yang terjadi dalam Laporan Keuangan.


https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjS8TNAh1sZX7H4O5ztghmcre7hAVsmOIqDjXVGnY69FMdooMaUEY7GXedbj_0dUaoTd0AekuSCmASfrEKQ2vKbj9J10hgiUkV7WYNLLMgzSHQATUFlOLd83xZmWpXz6pEmGP6Fn1OFAUF2/s640/kap.jpg



REFERENSI

Modul Divisi Pengembangan Sumber Daya Manusia, Tim Penyusunan Akuntansi Badan Layanan Umum, Universitas sebelas Maret, Surakarta.


Laporan Auditor Independen atas Universitas Airlangga, Surabaya oleh Kantor Akuntan Publik, Supoyo Edy dan Rekan
Akuntansi Sektor Publik (Edisi 2), Penulis: Deddi Nordiawan, Ayuningtyas Hertianti, Penerbit: Salemba Empat


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Tanya Jawab Akuntansi Pemerintahan (1)

PPBS : PLANNING , PROGRAMMING DAN BUDGETING SYSTEM, ANALISA PENGANGGARAN DARI SISI BELANJA DI INDONESIA

Akuntansi Dana