Akuntansi BLU Universitas
Cuplikan Berita : Unpad. ac.id
Tindak Lanjuti PK BLU, Unpad Terapkan Sistem Informasi
Akuntansi
Laporan oleh:
Ratih Anbarini
[Unpad.ac.id,
29/01] Mulai tahun 2009 ini, Universitas Padjadjaran (Unpad) menerapkan Sistem
Informasi Akuntansi atau Sifa sebagai tindak lanjut perubahan status Unpad
menjadi Perguruan Tinggi Negeri (PTN) yang menerapkan Pengelolaan Keuangan
Badan Layanan Hukum (PK-BLU) secara penuh. Penerapan Sifa ini diharapkan dapat
memberikan pengelolaan laporan keuangan yang transparan dan akuntabel.

Peserta
pelatihan Sifa Unpad (Foto: Tedi Yusup)
Demikian
diungkapkan Pembantu Dekan Bidang Administrasi Umum Fakultas Ekonomi (FE) Unpad
sekaligus penyusun Sifa Unpad, Dr. Sri Mulyani NS., SE., MS., Ak. di sela-sela
kegiatan pelatihan Sifa bagi karyawan Unpad. “Unpad merupakan perguruan tinggi
pertama yang merespon perubahan status menjadi PK-BLU dengan menerapkan Sifa
ini. Bahkan FE Unpad telah memulainya di tahun 2007,” ujar Dr. Sri.
Dijelaskan,
sistem informasi akuntansi yang diterapkan di Unpad berbasis komputer dengan
tools database menggunakan SQL PostGre dan aplikasi Java Platform. Dengan
sistem tersebut, lanjut Dr. Sri, pemeriksa keuangan seperti Badan Pemeriksa
Keuangan dan akuntan publik dapat lebih mudah mengaudit laporan keuangan Unpad.
“Standar
penyusunan laporan keuangan Unpad berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor
75 tahun 2008 dan Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan atau PSAK Nomor 45.
Format ini nantinya dapat dibandingkan dengan perguruan tinggi lain di tahun
yang sama atau di lingkungan Unpad sendiri dari tahun ke tahun. Dari
perbandingan inilah kita dapat melihat tren yang terjadi, apakah mengalami
penurunan atau cenderung naik,” papar Dr. Sri.
Sebelumnya pernah
diberitakan di website
ini, Unpad yang telah menerapkan PK-BLU sejak ditandatanganinya Surat Keputusan
Menteri Keuangan Nomor 260/KMK.05/2008 tertanggal 15 September 2008, wajib
mengelola keuangan dengan tingkat akuntabilitas dan transparansi yang jelas.
Tujuannya untuk meningkatkan pelayanan kepada masyarakat dalam bidang
pendidikan, terutama menyangkut Tridharma Perguruan Tinggi. Namun, bila
tuntutan kinerja tidak bagus, atau laporan keuangan yang harus dipenuhi setiap
tiga bulan sekali, terlambat, maka status penerapan PK-BLU dapat dicabut
kembali.
Pelatihan Sifa
yang diikuti oleh 50 pegawai di lingkungan Unpad ini diselenggarakan selama
empat hari, Selasa hingga Jumat (27-29/01) di Class Room Training Unpad, Jl.
Dipati Ukur 35, Bandung. Dr. Sri mengungkapkan pelatihan ini penting dilakukan
agar setiap unit kerja yang berada di lingkungan Unpad dapat menerapkan sistem
informasi akuntansi, sehingga mampu memberikan laporan keuangan yang transparan
dan akuntabel.
Selain Unpad,
PTN lain yang memiliki status PK-BLU adalah Universitas Diponegoro (Undip)
Semarang. Unpad dan Undip adalah dua dari lima PTN yang dievaluasi oleh
Departemen Keuangan, dari sebelumnya 24 PTN yang mengajukan penetapan PK-BLU. (eh)*
ISU AKUNTANSI
UNIVERSITAS, PERUBAHAN DARI BHP MENJADI BLU
Paska ditolaknya undang-undang Badan Hukum Pendidikan oleh
Mahkamah Konstitusi (MK), dewasa ini pemerintah memberlakukan seluruh
organisasi PTN menjadi Badan Layanan Umum hingga mendorong PTN untuk melakukan
Pembangunan Sistem Informasi Akuntansi Baru. BLU merupakan penetapan pola
keuangan instansi di lingkungan satuan kerja milik pemerintah yang ditetapkan
dan dibentuk untuk meberikan pelayanan kepada masyarakat berupa penyediaan
barang dan jasa kemudian dijual tanpa mengutamakan keuntungan serta dalam
melaksanakan kegiatan melaksanakan prinsip efisiensi dan produktivitas. Karakteristik Badan Layanan Umum
adalah:
a.
Kekayaan
BLU adalah kekayaan milik Negara namun
dikelola dan dimanfaatkan secara penuh oleh manajemen penyelenggara
b.
Pembinaan
keuangan BLU pemerintah pusat dilakukan oleh Menteri Keuangan dan BLU daerah
dilakukan oleh pejabat pengelola keuangan daerah
c.
Rencana
kerja dan anggaran serta laporan keuangan BLU disusun dan disajikan sebagai
bagian yang tidak terpisahkan dari rencana kerja dan anggaran serta laporan
keuangan dan kinerja kementerian Negara/lembaga/pemerintah daerah
d.
Pendapatan
dan hibah dapat digunakan langsung untuk membiayai pembelanjaan BLU yang
bersangkutan.
Peraturan menteri keuangan Nomor 76/PMK /
5/2008 tentang pedoman akuntansi dan laporan keuangan Badan Layanan Umum
mengatur perubahan pola tata kelola organisasi perguruan tinggi Negeri dari
satu jenis system akuntansi pemerintah menjadi bertambah, yaitu Sistem
Akuntansi Keuangan yang berprinsip pada ketentuan yang berlaku menurut Ikatan
Akuntan Indonesia (Dirjen Perbendaharaan BLU, 2007)
Penyusunan dan Penyajian Laporan
keuangan mengacu pada Standar Akuntansi Keuangan yang ditetapkan oleh Dewan
Standar Akuntansi Keuangan-IAI. Saat ini, secara garis besar Standar Akuntansi
Keuangan berisi 59 PSAK beserta Kerangka Dasar Penyusunan dan Penyajian Laporan
Keuangan yang melandasinya dan 4 IPSAK. Standar Akuntansi Keuangan yang
ditetapkan oleh IAI merupakan hasil adaptasi dari International Accounting
Standards. Pengadopsian Standar Akuntansi Internasional ke dalam Standar
Akuntansi Keuangan oleh Dewan Standar Akuntansi Keuangan-Ikatan Akuntan
Indonesia sebagai salah upaya harmonisasi dan dinamisasi praktik akuntansi
keuangan internasional dalam usaha menjawab tantangan di era
globalisasi.
Sistem BHMN, BHP dan BLU memiliki
perbedaan besar dalam hal pengelolaan keuangan. Misalnya
penetapan UGM sebagai BHMN berimplikasi pada kemandirian
universitas untuk mengelola penerimaan dan pengeluaran yang masuk. Pada sistem
BLU pendapatan dana masyarakat masuk ke dalam kas negara sebagai Pendapatan
Negara Bukan Pajak (PNBP). Selain itu Universitas dengan status BLU juga menjadi salah satu objek audit
Badan Pemeriksa Keuangan.
Ada 3 kategori
Pola pengelolaan keuangan di Perguruan Tinggi Negeri, antara lain :
1). 8 PTN yang berstatus BHMN
sebelum UU BHP dibatalkan
UI, UGM, ITB, IPB, USU, UPN, UNAIR, UNHAN masih diberi waktu 3 tahun sejak
UI, UGM, ITB, IPB, USU, UPN, UNAIR, UNHAN masih diberi waktu 3 tahun sejak
UU
BHP dibatalkan yaitu selambat-lamabatnya
31 Desember 2012, untuk
menyesuaikan
pengelolaan keuangannya ke pola keuangan BLU. Selama masa
transisi ini mereka masih memiliki otonomi mengelola keuangannya termasuk
mengelola dana cadangan sendiri yang diperoleh dari kerjasama dgn pihak lain,
hasil
usaha
sendiri, hibah tak terikat dll. PP No. 66 tahun 2010 pasal 208 dan 220
2) PTN yang mempergunakan pola pengelolaan keuangan BLU
PT dengan pola pengelolaan keuangan BLU boleh mengelola dana cadangan sendiri yang
bersumber
selain dari jasa layanan masyarakat dan APBN/APBD, juga hasil kerjasama
dengan
pihak lain, hasil usaha sendiri, hibah tidak terikat. Kewenangan ini terdapat
di :
PP 23 tahun 2005 tentang pengelolaan BLU pasal 14 ayat 1, 2 dan 4.
PP 23 tahun 2005 tentang pengelolaan BLU pasal 14 ayat 1, 2 dan 4.
3).PTN yang mempergunakan
pola pengelolaan keuangan negara (Pola PNBP) TIDAK
BOLEH
mengelola dana cadangan sendiri baik
yang diperoleh dari atau bukan dari dana
masyarakat, pengelolaan keuangannya berpedoman kepada :
-UU no 20 tahun 1997 tentang penerimaan negera bukan pajak
-PP No 22 tahun 1997 tentang Jenis dan Penyetoran Penerimaan Negara Bukan Pajak
-UU no 20 tahun 1997 tentang penerimaan negera bukan pajak
-PP No 22 tahun 1997 tentang Jenis dan Penyetoran Penerimaan Negara Bukan Pajak
(Lampiran IIA item 14 tentang Pendidikan)
-PP no 73 tahun 1999 tentang tatacara penggunaan penerimaan negara bukan pajak
-PP no 73 tahun 1999 tentang tatacara penggunaan penerimaan negara bukan pajak
yang bersumber dari kegiatan tertentu.
Jadi
kesimpulannya PT yang termasuk kategori 1 dan 2 boleh mengelola dana cadangan
sendiri yang diperoleh dari usaha PT itu sendiri ( yang bukan dari dana
masyarakat/jasa layanan masyarakat).
Implikasi
dari hal tersebut adalah :
A. 8 PTN yang berstatus BHMN sebelum UU BHP dibatalkan
UI, UGM, ITB, IPB, USU, UPN, UNAIR, UNHAN masih diberi waktu 3 tahun sejak UU BHP
dibatalkan yaitu selambat-lamabatnya 31 Desmber 2012, untuk menyesuaikan pengelolaan keuangannya ke pola keuangan
BLU.
B.
PTN yang mempergunakan pola pengelolaan
keuangan BLU
C.
PTN yang mempergunakan pola pengelolaan
keuangan negara (Pola PNBP) tidak Boleh mengelola dana cadangan sendiri baik
yang diperoleh dari atau bukan dari dana masyarakat.
Badan Layanan Umum & Penerimaan
Negara Bukan Pajak
PNBP (Penerimaan Negara Bukan Pajak)
untuk PTN seluruhnya harus disetor ke kas negara, jika dibutuhkan, dana
tersebut proses pencairannya melalui birokrasi keuangan cukup panjang dan
ketat. Hal ini kadang mengambat kelancaran pelaksanaan kegiatan akademik di
PTN. Bila pengelolaan keuangan PTN mengacu pada konsep BLU (Badan Layanan
Umum), maka tidak seluruh pendapatan PTN harus disetor ke kas negara,
namun boleh dikelola sendiri oleh PTN bersangkutan dengan catatan siap dan
sanggup diaudit.
Usulan Pola Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum (PK BLU) pada awalnya
mendapat tantangan dari Dikti yang pada saat itu sangat berkeinginan untuk
mewujudkan PT BHP. Dengan semakin banyaknya temuan penyimpangan penerimaan dan
penggunaan PNBP di beberapa PTN dan tingginya resiko pelanggaran hukum, maka
pada Rembuk Pendidikan Nasional pada tanggal 4-6 Februari 2008 di Jakarta dan
beberapa pertemuan rektor PTN se-Indonesia, maka disepakati bahwa PTN dapat
mengusulkan PK BLU.
Dasar Hukum BLU:
- UU No 17 tahun 2003 tentang keuangan Negara
- UU No 1 tahun 2004 tentang perbendaharaan Negara
- PP No 23 tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum
- Permendiknas No 53 tahun 2008 tentang Pedoman Penyusunan Standar Pelayanan Minimum Bagi Perguruan Tinggi Negeri yang Menerapkan Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum
- Permendiknas No 33 tahun 2009 tentang Pedoman Pengangkatan Dewan Pengawas Pada Perguruan Tinggi Negeri di Lingkungan Departemen Pendidikan Nasional yang Menerapkan Pengelolaan Keuangan Badan Layanan umum
Dasar Hukum PNBP:
- UU No 17 tahun 2003 tentang keuangan Negara
- UU No 1 tahun 2004 tentang perbendaharaan Negara
- UU No 15 tahun 2004 tentang Pemeriksaan pengelolaan dan tanggung jawab keuangan Negara
- UU No 19 tahun 2004 tentang Menetapkan PP pengganti UU no 1 tahun 2004
- PP No 8 tahun 2006 tentang Pelaporan Keuangan dan Kinerja Instansi Pemerintahan
- PP no 48 tahun 2008 tentang Pendanaan Pendidikan
- UU no 20 tahun 1997 tentang penerimaan negera bukan pajak
- PP No 22 tahun 1997 tentang Jenis dan Penyetoran Penerimaan Negara Bukan Pajak (Lampiran IIA item 14 tentang Pendidikan)
- PP no 73 tahun 1999 tentang tatacara penggunaan penerimaan negara bukan pajak yang bersumber dari kegiatan tertentu
- KMK No S-465/MK.03/2000 tentang Kriteria Mengenai Pengelolaan Dana Non Budgetair
- KMK No 115/KMK.06/2001 tentang tata cara penggunaan penerimaan Negara bukan pajak pada perguruan tinggi negeri
- PP No 22 tahun 2005 tentang Pemeriksaan Penerimaan Negara Bukan Pajak
- PP no 6 tahun 2006 tentang pengelolaan barang milik negara/daerah
- PP no 38 tahun 2008 tentang perubahan atas PP no 6 tahun 2006 tentang pengelolaan barang milik negara/daerah
- PMK No. 83/PMK.05/2008 tentang Penggunaan anggaran yang dananya bersumbar dari setoran penerimaan Negara bukan pajak atas biaya seleksi nasional masuk Perguruan Tinggi Negeri tahun 2008
- PP no 29 tahun 2009 tentang tatacara penentuan jumlah, pembayaran dan penyetoran penerimaan negara bukan pajak yang terhutang
- Surat Dirjen DIKTI No.500/D/T/2008, tanggal 19 Februari 2008
Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP)
pada PTN yang berstatus Badan Hukum Milik Negara (BHMN) tidak sejalan dengan (1)
Undang-Undang No. 20 Tahun 1997 tentang PNBP (UU PNBP), (2)
Undang-Undang No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara (UU Keuangan Negara),
dan (3) Undang-Undang No. 1 Tahun 2004 tentang
Perbendaharaan Negara (UU Perbendaharaan Negara).
Berdasarkan UU PNBP, PNBP adalah penerimaan pemerintah pusat yang tidak berasal
dari penerimaan perpajakan. Sesuai dengan Keputusan Menteri Keuangan RI Nomor 115/KMIK.06/2001
tentang Tata Cara Penggunaan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) pada
Perguruan Tinggi Negeri (PTN), PNBP dari PTN terdiri atas sumbangan pembinaan
pendidikan, biaya seleksi ujian masuk PTN, dan hasil kontrak kerja sesuai peran
dan fungsi perguruan tinggi. Adapun PNBP lainnya adalah hasil penjualan produk
dari penyelenggaraan pendidikan tinggi serta sumbangan atau hibah perorangan,
lembaga pemerintah dan non pemerintah, dan penerimaan dari masyarakat.
Menurut Pasal 4 UU PNBP, dinyatakan bahwa
seluruh penerimaan negara bukan pajak wajib disetor langsung secepatnya ke kas
Negara, jika tidak diserahkan sesuai dengan aturan, maka tindakan tersebut
merupakan pelanggaran hukum yang berat, sanksi bagi yang tidak menyetorkan PNBP
ke kas Negara dinyatakan dalam Pasal 21, yaitu dipidana 6 (enam) tahun dan
denda paling banyak 4 (empat) kali jumlah PNBP yang terutang .
Mekanisme pengelolaan PNBP dengan
sistem APBN sangat menyulitkan bagi sebuah PTN karena harus menunggu
persetujuan melalui Departemen Pendidikan Nasional, Departemen Keuangan dan
DPR-RI. Proses revisi memerlukan waktu lama dan persetujuannya sering terjadi
pada akhir tahun. Mekanisme dan prosedur seperti ini sangat tidak cocok dengan
irama kegiatan perguruan tinggi yang harus melayani jasa pendidikan. Oleh sebab
itu beberapa PTN telah mengambil langkah untuk menjadi Perguruan Tinggi Badan
Hukum Milik Negara (yang telah dijelaskan diatas, dibatalkan)
PPK-BLU (Pola Pengelolaan
Badan Layanan Umum)
Badan Layanan Umum, yang selanjutnya disebut BLU, adalah instansi di
lingkungan Pemerintah yang dibentuk untuk memberikan pelayanan kepada
masyarakat berupa penyediaan barang dan/atau jasa yang dijual tanpa
mengutamakan mencari keuntungan dan dalam melakukan kegiatannya didasarkan pada
prinsip efisiensi dan produktivitas.
Pola Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum, yang selanjutnya disebut
PPK-BLU, adalah pola pengelolaan keuangan yang memberikan fleksibilitas berupa
keleluasaan untuk menerapkan praktek-praktek bisnis yang sehat untuk
meningkatkan pelayanan kepada masyarakat dalam rangka memajukan kesejahteraan
umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa.
Rencana Bisnis dan Anggaran BLU, yang selanjutnya disebut RBA, adalah
dokumen perencanaan bisnis dan penganggaran yang berisi program, kegiatan,
target kinerja, dan anggaran suatu BLU.
Standar Pelayanan Minimum adalah spesifikasi teknis tentang tolok ukur
layanan minimum yang diberikan oleh BLU kepada masyarakat.
Praktek bisnis yang sehat adalah penyelenggaraan fungsi organisasi
berdasarkan kaidah-kaidah manajemen yang baik dalam rangka pemberian layanan
yang bermutu dan berkesinambungan.
SISI LEGALITAS FORMAL BLU UNIVERSITAS
TUJUAN DAN ASAS BLU
BLU bertujuan untuk meningkatkan pelayanan kepada masyarakat dalam rangka
memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa dengan
memberikan fleksibilitas dalam pengelolaan keuangan berdasarkan prinsip ekonomi
dan produktivitas, dan penerapan praktek bisnis yang sehat.
Adapun
asas-asas dalam BLU adalah
(1)
BLU beroperasi sebagai unit kerja kementerian
negara/lembaga/pemerintah daerah untuk tujuan pemberian layanan umum yang
pengelolaannya berdasarkan kewenangan yang didelegasikan oleh instansi induk
yang bersangkutan.
(2)
BLU merupakan bagian perangkat pencapaian tujuan kementerian
negara/lembaga/pemerintah daerah dan karenanya status hukum BLU tidak terpisah
dari kementerian negara/lembaga/pemerintah daerah sebagai instansi induk.
(3)
Menteri/pimpinan lembara/gubernur/bupati/walikota
bertanggung jawab atas pelaksanaan kebijakan penyelenggaraan pelayanan umum
yang didelegasikannya kepada BLU dari segi manfaat layanan yang dihasilkan.
(4)
Pejabat yang ditunjuk mengelola BLU bertanggung jawab atas
pelaksanaan kegiatan pemberian layanan umum yang didelegasikan kepadanya oleh
menteri/pimpinan lembaga/gubernur/bupati/ walikota.
(5)
BLU menyelenggarakan kegiatannya tanpa mengutamakan
pencarian keuntungan.
(6)
Rencana kerja dan anggaran serta laporan keuangan dan
kinerja BLU disusun dan disajikan sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari
rencana kerja dan anggaran serta laporan keuangan dan kinerja kementerian
negara/lembaga/SKPD/pemerintah daerah.
(7)
BLU mengelola penyelenggaraan layanan umum sejalan dengan
praktek bisnis yang sehat.
PERSYARATAN,
PENETAPAN, DAN PENCABUTAN UNIVERSITAS
SEBAGAI BLU
Suatu satuan
kerja instansi pemerintah dapat diizinkan mengelola keuangan dengan PPK-BLU
apabila memenuhi persyaratan substantif, teknis, dan administratif.
Persyaratan
substantif terpenuhi apabila instansi pemerintah yang bersangkutan menyelenggarakan
layanan umum yang berhubungan dengan:
a.
Penyediaan barang dan/atau jasa layanan umum;
b.
Pengelolaan wilayah/kawasan tertentu untuk tujuan meningkatkan perekonomian
masyarakat atau layanan umum; dan/atau
c.
Pengelolaan dana khusus dalam rangka meningkatkan ekonomi
dan/atau pelayanan kepada masyarakat.
Persyaratan
teknis terpenuhi apabila:
a.
kinerja pelayanan di bidang tugas pokok dan fungsinya layak dikelola dan
ditingkatkan pencapaiannya melalui BLU sebagaimana direkomendasikan oleh
menteri/pimpinan lembaga/kepala SKPD sesuai dengan kewenangannya; dan
b.
kinerja keuangan satuan kerja instansi yang bersangkutan adalah sehat
sebagaimana ditunjukkan dalam dokumen usulan penetapan BLU.
Persyaratan
administratif terpenuhi apabila instansi pemerintah yang bersangkutan dapat
menyajikan seluruh dokumen berikut:
a.
pernyataan kesanggupan untuk meningkatkan kinerja pelayanan, keuangan, dan
manfaat bagi masyarakat;
b.
pola tata kelola;
c.
rencana strategis bisnis;
d.
laporan keuangan pokok;
e.
standar pelayanan minimum; dan
f.
laporan audit terakhir atau pernyataan bersedia untuk diaudit secara
independen.
Dokumen tersebut disampaikan kepada menteri/pimpinan lembaga/kepala SKPD
untuk mendapatkan persetujuan sebelum disampaikan kepada Menteri Keuangan/
gubernur/bupati /walikota, sesuai dengan kewenangannya. Ketentuan lebih lanjut
mengenai persyaratan administratif diatur dengan Peraturan Menteri
Keuangan/gubernur/bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya.
Proses penetapan PPK-BLU adalah sebagai berikut:
1.
Menteri/pimpinan lembaga/kepala SKPD mengusulkan instansi pemerintah yang
memenuhi persyaratan substantif, teknis, dan administratif untuk menerapkan
PPK-BLU kepada Menteri Keuangan/gubernur/bupati/walikota, sesuai dengan
kewenangannya.
2.
Menteri Keuangan/gubernur/bupati/walikota menetapkan instansi pemerintah yang
telah memenuhi persyaratan untuk menerapkan PPK-BLU.
3.
Penetapan tersebut dapat berupa pemberian status BLU secara penuh atau status
BLU bertahap.
4.
Status BLU secara penuh diberikan apabila seluruh persyaratan telah dipenuhi
dengan memuaskan.
5.
Status BLU-Bertahap diberikan apabila persyaratan substantif dan teknis telah
terpenuhi, namun persyaratan administratif belum terpenuhi secara memuaskan.
6.
Status BLU-Bertahap berlaku paling lama 3 (tiga) tahun.
7.
Menteri Keuangan/gubernur/bupati/walikota, sesuai dengan kewenangannya, memberi
keputusan penetapan atau surat penolakan terhadap usulan penetapan BLU paling
lambat 3 bulan sejak diterima dari menteri/pimpinan lembaga/kepala SKPD.
Adapun
penerapan PPK-BLU berakhir bila:
a.
dicabut oleh Menteri Keuangan/gubernur/bupati/walikota sesuai dengan
kewenangannya;
b.
dicabut oleh Menteri Keuangan/gubernur/bupati/walikota berdasarkan usul dari
menteri/pimpinan lembaga/kepala SKPD, sesuai dengan kewenangannya; atau
c.
berubah statusnya menjadi badan hukum dengan kekayaan negara yang dipisahkan.
Pencabutan
penerapan PPK-BLU dilakukan apabila BLU yang bersangkutan sudah tidak memenuhi
persyaratan substantif, teknis, dan/atau administratif.
Pencabutan
status dilakukan berdasarkan penetapan ketentuan peraturan perundang-undangan,
yaitu:
- Menteri Keuangan/gubernur/bupati/walikota, sesuai dengan kewenangannya, membuat penetapan pencabutan penerapan PPK-BLU atau penolakannya paling lambat 3 (tiga) bulan sejak tanggal usul diterima. Dalam hal jangka waktu 3 (tiga) bulan terlampaui, usul pencabutan dianggap ditolak.
- Instansi pemerintah yang pernah dicabut dari status PPK-BLU dapat diusulkan kembali untuk menerapkan PPK-BLU sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 4 PP No.23 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum.
- Dalam rangka menilai usulan penetapan dan pencabutan, Menteri Keuangan/gubernur/ bupati/walikota, sesuai dengan kewenangannya, menunjuk suatu tim penilai.
STANDAR DAN TARIF LAYANAN
1.
Instansi pemerintah yang menerapkan PPK-BLU menggunakan standar pelayanan
minimum yang ditetapkan oleh menteri/pimpinan lembaga/ gubernur/ bupati/
walikota sesuai dengan kewenangannya.
2.
Standar pelayanan minimum tersebut dapat diusulkan oleh instansi pemerintah
yang menerapkan PPK-BLU.
3.
Standar pelayanan minimum harus mempertimbangkan kualitas layanan, pemerataan
dan kesetaraan layanan, biaya serta kemudahan untuk mendapatkan layanan.
Dalam hal tarif
layanan, maka BLU:
1.
BLU dapat memungut biaya kepada masyarakat sebagai imbalan atas barang/jasa
layanan yang diberikan.
2.
Imbalan atas barang/jasa layanan yang diberikan ditetapkan dalam bentuk tarif
yang disusun atas dasar perhitungan biaya per unit layanan atau hasil per
investasi dana.
3.
Tarif layanan diusulkan oleh BLU kepada menteri/pimpinan lembaga/kepala SKPD
sesuai dengan kewenangannya.
4.
Usul tarif layanan dari menteri/pimpinan lembaga/kepala SKPD selanjutnya
ditetapkan oleh Menteri Keuangan/gubernur/bupati/walikota, sesuai dengan
kewenangannya.
5.
Tarif layanan harus mempertimbangkan:
a. kontinuitas
dan pengembangan layanan;
b. daya beli
masyarakat;
c. asas
keadilan dan kepatutan; dan
d. kompetisi
yang sehat.
PERENCANAAN BISNIS DAN PENGANGGARAN
Tata cara
penyusunan, pengajuan, penetapan dan perubahan Rencana Bisnis dan Anggaran
serta Dokumen Pelaksanaan Anggaran Badan Layanan Umum diatur dalam Peraturan
Menteri Keuangan nomor 66/PMK.02/2006.
PERENCANAAN
Dalam hal
perencanaan, BLU melakukan hal-hal sebagai berikut:
- BLU menyusun rencana strategis bisnis lima tahunan dengan mengacu kepada Rencana Strategis Kementerian Negara/Lembaga (Renstra-KL) atau Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD).
- BLU menyusun RBA tahunan dengan mengacu kepada rencana strategis bisnis tersebut.
- RBA disusun berdasarkan basis kinerja dan perhitungan akuntansi biaya menurut jenis layanannya.
- RBA BLU disusun berdasarkan kebutuhan dan kemampuan pendapatan yang diperkirakan akan diterima dari masyarakat, badan lain, dan APBN/APBD.
- RBA tersebut disusun dengan menganut pola anggaran fleksibel (flexible budget) dengan suatu persentase ambang batas tertentu.
PENGAJUAN RENCANA BISNIS DAN ANGGARAN
Setelah RBA
disusun, maka langkah selanjutnya adalah pengajuan RBA sebagai berikut:
1.
BLU mengajukan RBA kepada menteri/pimpinan lembaga/kepala SKPD untuk dibahas
sebagai bagian dari RKA-KL, rencana kerja dan anggaran SKPD, atau Rancangan
APBD.
2.
RBA disertai dengan usulan standar pelayanan minimum dan biaya dari keluaran
yang akan dihasilkan.
3.
RBA BLU yang telah disetujui oleh menteri/pimpinan
lembaga/kepala SKPD diajukan kepada Menteri Keuangan/PPKD, sesuai dengan
kewenangannya, sebagai bagian RKA-KL, rencana kerja dan anggaran SKPD, atau
Rancangan APBD.
4.
Menteri Keuangan/PPKD, sesuai dengan kewenangannya, mengkaji kembali standar
biaya dan anggaran BLU dalam rangka pemrosesan RKA-KL, rencana kerja dan
anggaran SKPD, atau Rancangan APBD sebagai bagian dari mekanisme pengajuan dan
penetapan APBN/APBD.
5.
BLU menggunakan APBN/APBD yang telah ditetapkan sebagai dasar penyesuaian
terhadap RBA menjadi RBA definitif.
PENETAPAN
RENCANA BISNIS DAN ANGGARAN
- Pengkajian kembali RBA dilakukanvoleh Direktorat Jenderal Anggaran.
- Pengkajian kembali RBA tersebut terutama mencakup standar biaya dan anggaran BLU, kinerja keuangan BLU, serta besaran persentase ambang batas.
- Adapun besaran persentase ambang batas ditentukan dengan mempertimbangkan fluktuasi kegiatan operasional BLU.
- Pengkajian dilakukan dalam rapat pembahasan bersama antara Direktorat Jenderal Anggaran dengan unit yang berwenang pada kementerian/lembaga serta BLU yang bersangkutan.
- Hasil kajian atas RBA menjadi dasar dalam rangka pemrosesan RKA-KL sebagai bagian dari mekanisme pengajuan dan penetapan APBN.
- Setelah APBN ditetapkan, pimpinan BLU melakukan penyesuaian atas RBA menjadi RBA definitif.
DOKUMEN PELAKSANAAN ANGGARAN
PENYUSUNAN DIPA
BLU
- RBA definitif sebagaimana dimaksud dalam poin (6) diatas digunakan sebagai acuan dalam menyusun DIPA BLU untuk diajukan kepada Menteri Keuangan c.q. Direktur Jenderal Perbendaharaan.
- DIPA BLU memuat seluruh pendapatan dan belanja, proyeksi arus kas, jumlah dan kualitas barang dan/atau jasa yang dihasilkan, rencana penarikan dana yang bersumber dari APBN, serta besaran persentase ambang batas sebagaimana ditetapkan dalam RBA definitif.
- DIPA BLU disampaikan oleh menteri/ pimpinan lembaga kepada Menteri Keuangan c.q. Direktur Jenderal Perbendaharaan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
- Menteri Keuangan c.q. Direktur Jenderal Perbendaharaan mengesahkan DIPA BLU selambat-lambatnya tanggal 31 Desember dengan menerbitkan Surat Pengesahan DIPA BLU (SP-DIPA BLU).
- Format DIPA BLU diatur lebih lanjut oleh Direktur Jenderal Perbendaharaan.
PENARIKAN DAN PENGGUNAAN DANA
Dalam pasal 6
Peraturan Menteri Keuangan nomor 66/PMK.02/2006, disebutkan mengenai penarikan
dana BLU, sebagai berikut:
- DIPA BLU yang telah disahkan oleh Menteri Keuangan c.q. Direktur Jenderal Perbedaharaan menjadi dasar bagi penarikan dana yang bersumber dari APBN.
- Berdasarkan DIPA BLU yang telah disahkan tersebut pimpinan BLU selaku kuasa pengguna anggaran mengajukan Surat Perintah Membayar Langsung (SPM-LS) kepada Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara (KPPN) untuk:
- belanja pegawai dilaksanakan sesuai dengan ketentuan yang berlaku;
- belanja barang dilaksanakan setiap triwulan sebesar selisih (mismatch) antara jumlah kas yang tersedia ditambah proyeksi arus kas masuk dikurangi proyeksi arus kas keluar;
- belanja modal dilaksanakan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
- Berdasarkan SPM-LS tersebut, KPPN menerbitkan Surat Perintah Pencairan Dana (SP2D) sesuai ketentuan yang berlaku.
Adapun untuk pendapatan yang diperoleh dari jasa layanan yang diberikan
kepada masyarakat, hibah tidak terikat, serta hasil kerja sama BLU dengan pihak
lain dan/atau hasil usaha lainnya dapat dikelola langsung untuk membiayai
belanja operasional BLU sesuai dengan RBA definitif. Sedangkan hibah terikat
yang diperoleh dari masyarakat atau badan lain harus diperlakukan sesuai dengan
peruntukannya. (pasal 7 PMK nomor 66/PMK.02/2006).
Dalam rangka pertanggungjawaban penggunaan dana yang bersumber dari
pendapatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 PMK nomor 66/PMK.02/2006, setiap
triwulan BLU membuat SPM Pengesahan dan disampaikan kepada KPPN
selambat-lambatnya tanggal 10 bulan berikutnya dengan dilampiri Surat
Pernyataan Tanggung Jawab Belanja disertai kuitansi pengeluaran kumulatif yang
ditandatangani oleh pimpinan BLU.
Berdasarkan SPM Pengesahan tersebut, KPPN menerbitkan SP2D Pengesahan
sebagai dasar realisasi penggunaan dana yang bersumber dari pendapatan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7. Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara
penarikan dan pertanggungjawaban penggunaan dana DIPA BLU diatur oleh Direktur
Jenderal Perbendaharaan.
PERUBAHAN/REVISI TERHADAP RENCANA BISNIS DAN ANGGARAN
Perubahan/revisi
terhadap RBA definitif dan DIPA dilakukan apabila:
- terdapat penambahan atau pengurangan pagu anggaran yang berasal dari APBN; dan/ atau
- belanja BLU melampaui ambang batas fleksibilitas.
PELAPORAN
Dalam hal
pelaporan keuangan, maka:
- Setiap triwulan BLU wajib membuat laporan keuangan yang terdiri dari laporan realisasi anggaran/laporan operasional, laporan arus kas, dan catatan atas laporan keuangan disertai laporan kinerja. Laporan tersebut disampaikan kepada Menteri/ Pimpinan Lembaga dan kepada Menteri Keuangan c.q. Direktur Jenderal Perbendaharaan, paling lambat 15 (lima belas) hari setelah periode pelaporan berakhir.
- Setiap semesteran dan tahunan BLU wajib membuat laporan keuangan secara lengkap yang terdiri dari laporan realisasi anggaran/laporan operasional, neraca, laporan arus kas, dan catatan atas laporan keuangan, disertai laporan kinerja. Laporan tersebut disampaikan kepada Menteri/ Pimpinan Lembaga untuk dikonsolidasikan ke dalam laporan keuangan Kementerian/Lembaga paling lambat 1 (satu) bulan setelah periode pelaporan berakhir.
Kemudian
Menteri/Pimpinan Lembaga menyampaikan laporan kepada Menteri Keuangan c.q.
Direktur Jenderal Perbendaharaan yang dilampiri dengan laporan keuangan dan
laporan kinerja BLU paling lambat 2 (dua) bulan setelah periode pelaporan
berakhir.
PENGELOLAAN KAS, UTANG DAN PIUTANG BLU
PENGELOLAAN KAS BLU
Sesuai dengan
pasal 16 UU N0 23 Th 2005, pengelolaan kas BLU dilaksanakan berdasarkan praktek
bisnis yang sehat. Dalam rangka pengelolaan kas, BLU menyelenggarakan hal-hal
sebagai berikut:
- merencanakan penerimaan dan pengeluaran kas;
- melakukan pemungutan pendapatan atau tagihan;
- menyimpan kas dan mengelola rekening bank;
- melakukan pembayaran;
- mendapatkan sumber dana untuk menutup defisit jangka pendek; dan
- memanfaatkan surplus kas jangka pendek untuk memperoleh pendapatan tambahan. Atau dengan kata lain memanfaatkan kas yang menganggur (idle cash) jangka pendek untuk memperoleh pendapatan tambahan.
Adapun rekening
bank dimaksud, dibuka oleh pimpinan BLU pada bank umum. Sedangkan pemanfaatan
surplus kas sebagaimana dimaksud diatas dilakukan sebagai investasi
jangka pendek pada instrumen keuangan dengan risiko rendah.
Penarikan dana
yang bersumber dari APBN/APBD dilakukan dengan menerbitkan Surat Perintah
Membayar (SPM) sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
PENGELOLAAN PIUTANG
Dalam pasal 17 UU N0 23 Th 2005, mengenai pengelolaan piutang BLU
disebutkan bahwa BLU dapat memberikan piutang sehubungan dengan penyerahan
barang, jasa, dan/atau transaksi lainnya yang berhubungan langsung atau tidak
langsung dengan kegiatan BLU sepanjang dikelola dan diselesaikan secara
tertib, efisien, ekonomis, transparan, dan bertanggung jawab serta dapat
memberikan nilai tambah, sesuai dengan praktek bisnis yang sehat dan
berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Piutang BLU yang sulit ditagih dapat dilimpahkan penagihannya kepada
Menteri Keuangan/gubernur/bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya
Pada implementasi selanjutnya, piutang BLU dapat dihapus secara mutlak atau
bersyarat oleh pejabat yang berwenang, yang nilainya ditetapkan secara
berjenjang.
Adapun kewenangan penghapusan piutang secara berjenjjang tersebut
ditetapkan dengan Peraturan Menteri Keuangan/gubernur/bupati/walikota, sesuai
dengan kewenangannya, dengan memperhatikan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
PENGELOLAAN UTANG
Mengenai pengelolaan utang BLU, disebutkan dalam 18 UU N0 23 Th 2005
tentang pengelolaan BLU, disebutkan BLU dapat memiliki utang sehubungan dengan
kegiatan operasional dan/atau perikatan peminjaman dengan pihak lain sepanjang
dikelola dan diselesaikan secara tertib, efisien, ekonomis, transparan, dan
bertanggung jawab, sesuai denganpraktek bisnis yang sehat.
Terdapat dua
jenis utang BLU, yaitu:
- Utang jangka pendek
Pemanfaatan
utang yang berasal dari perikatan peminjaman jangka pendek ditujukan hanya
untuk belanja operasional.
- Utang jangka panjang
Pemanfaatan
utang yang berasal dari perikatan peminjaman jangka panjang ditujukan hanya
untuk belanja modal.
Perikatan
peminjaman dilakukan oleh pejabat yang berwenang secara berjenjang berdasarkan
nilai pinjaman. Sedangkan kewenangan peminjamannya diatur dengan Peraturan
Menteri Keuangan/gubernur/bupati/walikota.
Pembayaran
kembali utang tersebut merupakan tanggung jawab BLU. Namun hak tagih atas utang
BLU menjadi kadaluarsa setelah 5 (lima) tahun sejak utang tersebut jatuh tempo,
kecuali ditetapkan lain oleh undang-undang. Adapun jatuh tempo dihitung sejak 1
Januari tahun berikutnya.
PENGELOLAAN BARANG DAN INVESTASI
A.
PENGELOLAAN BARANG
Berdasarkan Undang-undang nomor 23 tahun 2005 pasal 20, tentang pengelolaan
keuangan BLU, pengadaan barang/ jasa oleh BLU dilakukan berdasarkan prinsip
efisiensi dan ekonomis, sesuai dengan praktek bisnis yang sehat dimana
kewenangan atas pengadaan tersebut diselenggarakan berdasarkan jenjang nilai
yang diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan/gubernur/bupati/walikota.
Dengan kata lain, pengadaan barang/jasa BLU yang sumber dananya berasal
dari pendapatan operasional, hibah tidak terikat, hasil kerjasama lainnya dapat
dilaksanakan berdasarkan ketentuan pengadaan barang/jasa yang ditetapkan
pimpinan BLU, tanpa mengikuti ketentuan Keppres no. 80 tahun 2003 beserta
seluruh perubahannya, dengan mengikuti prinsip-prinsip transparansi,
adil,/tidak diskriminatif, akuntabilitas, dan praktis bisnis yang sehat.
Sehingga dapat dibebaskan sebagian atau seluruhnya dari ketentuan mengenai
pengadaan barang/jasa, dalam kaitannya dengan Kepres no. 80 tahun 2003, dengan
alasan efektivitas dan efisiensi.
B.
INVESTASI
Dalam hal
investasi, BLU mengenal dua jenis investasi dalam pengelolaan keuangannya,
yaitu:
- Investasi jangka panjang;
- Investasi jangka pendek.
Dana/kas yang
dimiliki suatu badan pemerintahan yang menggunakan sistem BLU dalam pengelolaan
keuangannya tidak dapat melakukan investasi jangka panjang, kecuali atas
persetujuan Menteri Keuangan/gubernur/bupati/walikota sesuai dengan
kewenangannya. Segala keuntungan yang diperoleh dari pelaksanaan investasi
jangka panjang merupakan pendapatan BLU, sehingga diperuntukkan sesuai tujuan
dibentuknya sistem pengelolaan keuangan BLU yaitu untuk meningkatkan pelayanan
kepada masyarakat umum. Investasi jangka panjang yang dimaksud antara lain:
- Penyertaan modal;
- Obligasi jangka panjang; dan
- Investasi langsung (pembentukan perusahaan) atas nama Menteri Keuangan.
Pengelolaan kas
BLU dapat pula dilakukan investasi jangka pendek, yang ketentuannya sama
seperti pengelolaan investasi jangka pendek pada umumnya. Hal ini dikarenakan
badan/instansi pemerintahan yang menyelenggarakan sistem BLU sebagai asas
pengelolaan keuangannya diperkenankan untuk memanfaatkan kas yang menganggur
(idle cash) jangka pendek untuk memperoleh pendapatan tambahan. Dengan demikian
kas yang dimiliki oleh badan/instansi pemerintahan yang telah menerapkan sistem
BLU dapat berkembang jumlahnya sehingga dengan jumlah kas yang bertambah
diharapkan terjadi peningkatan layanan yang lebih baik keadaan masyarakat umum.
AKUNTANSI DAN PELAPORAN
Berdasarkan
Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 76/PMK.05/2008 tentang Pedoman Akuntansi
dan Pelaporan Keuangan BLU, sistem akuntansi BLU adalah sebagai berikut:
- Setiap transaksi keuangan BLU harus diakuntansikan dan dokumen pendukungnya dikelola secara tertib.
- Periode akuntansi BLU meliputi masa 1 (satu) tahun, mulai dari tanggal 1 Januari sampai dengan tanggal 31 Desember.
- Sistem Akuntansi BLU terdiri dari:
Sistem Akuntansi Keuangan
Sistem akuntansi keuangan yang menghasilkan laporan keuangan pokok untuk
keperluan akuntabilitas, manajemen, dan transparansi yang dirancang agar paling
sedikit menyajikan:
- informasi tentang posisi keuangan secara akurat dan tepat waktu;
- informasi tentang kemampuan BLU untuk memperoleh sumber daya ekonomi berikut beban yang terjadi selama suatu periode;
- informasi mengenai sumber dan penggunaan dana selama suatu periode;
- informasi tentang pelaksanaan anggaran secara akurat dan tepat waktu; dan informasi tentang ketaatan pada peraturan perundang-undangan.
Sistem
akuntansi keuangan BLU memiliki karakteristik antara lain sebagai berikut:
- basis akuntansi yang digunakan pengelolaan keuangan BLU adalah basis akrual;
- sistem akuntansi dilaksanakan dengan sistem pembukuan berpasangan; dan
- sistem akuntansi BLU disusun dengan berpedoman pada prinsip pengendalian intern sesuai praktek bisnis yang sehat.
Dalam rangka pengintegrasian Laporan Keuangan BLU dengan Laporan Keuangan
kementerian negara/lembaga, BLU mengembangkan sub sistem akuntansi keuangan
yang menghasilkan Laporan Keuangan sesuai dengan SAP.
BLU mengembangkan dan menerapkan sistem akuntansi keuangan sesuai dengan
jenis layanan BLU dengan mengacu kepada standar akuntansi paling sedikit
mencakup kebijakan akuntansi, prosedur akuntansi, subsistem akuntansi, dan
bagan akun standar
- Sistem Akuntansi Aset Tetap
Sistem akuntansi aset tetap, yang menghasilkan laporan aset tetap untuk
keperluan manajemen aset tetap yang paling
sedikit mampu menghasilkan:
- informasi tentang jenis, kuantitas, nilai, mutasi, dan kondisi aset tetap milik BLU; dan
- informasi tentang jenis, kuantitas, nilai, mutasi, dan kondisi aset tetap bukan milik BLU namun berada dalam pengelolaan BLU.
Dalam pelaksanaan sistem akuntansi aset tetap, BLU dapat menggunakan sistem
akuntansi barang milik negara yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan.
- Sistem Akuntansi Biaya
Sistem
akuntansi biaya, yang menghasilkan informasi biaya satuan (unit cost) per
unit layanan, pertanggungjawaban kinerja ataupun informasi lain untuk
kepentingan manajerial yang paling sedikit mampu menghasilkan:
- informasi tentang harga pokok produksi;
- informasi tentang biaya satuan (unit cost) per unit layanan; dan
- informasi tentang analisis varian (perbedaan antara biaya standar dan biaya sesungguhnya).
Sistem
akuntansi biaya menghasilkan informasi yang berguna dalam:
- perencanaan dan pengendalian kegiatan operasional BLU;
- pengambilan keputusan oleh Pimpinan BLU; dan
- perhitungan tarif layanan BLU.
- BLU dapat mengembangkan sistem akuntansi lain yang berguna untuk kepentingan manajerial yang ditetapkan oleh menteri/pimpinan lembaga.
Sedangkan berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor
66/PMK.02/2006, bahwa setiap triwulan BLU wajib membuat laporan keuangan yang
terdiri dari laporan realisasi anggaran/laporan operasional, laporan arus kas,
dan catatan atas laporan keuangan disertai laporan kinerja yang disampaikan
kepada Menteri/Pimpinan Lembaga dan kepada Menteri Keuangan c.q. Direktur
Jenderal Perbendaharaan, paling lambat 15 (lima belas) hari setelah periode
pelaporan berakhir.
Selain itu, setiap semesteran dan tahunan BLU wajib membuat laporan
keuangan secara lengkap yang terdiri dari laporan
realisasi anggaran/laporan operasional, neraca, laporan arus kas, dan catatan
atas laporan keuangan, disertai laporan kinerja yang disampaikan kepada
Menteri/Pimpinan Lembaga untuk dikonsolidasikan ke dalam laporan keuangan
Kementerian/Lembaga paling lambat 1 (satu) bulan setelah periode pelaporan
berakhir dan kepada Menteri Keuangan c.q. Direktur Jenderal Perbendaharaan yang
dilampiri dengan laporan keuangan dan laporan kinerja BLU paling lambat 2 (dua)
bulan setelah periode pelaporan berakhir.
SURPLUS DAN DEFISIT
Berdasarkan PP
No. 23 tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum, penggunaan
surplus atau defisit adalah sebagai berikut:
Pasal 29:
“Surplus anggaran
BLU dapat digunakan dalam tahun anggaran berikutnya kecuali atas perintah
Menteri Keuangan/gubernur/bupati/walikota, sesuai dengan kewenangannya,
disetorkan sebagian atau seluruhnya ke Kas Umum Negara/Daerah dengan mempertimbangkan posisi likuiditas BLU.”
Pasal 30:
(1) “Defisit
anggaran BLU dapat diajukan pembiayaannya dalam tahun anggaran berikutnya.
kepada Menteri Keuangan/PPKD melalui menteri/pimpinan lembaga/kepala SKPD,
sesuai dengan kewenangannya.”
(2) “Menteri
Keuangan/PPKD, sesuai dengan kewenangannya dapat
mengajukan anggaran untuk menutup defisit pelaksanaan anggaran BLU dalam
APBN/APBD tahun anggaran berikutnya.”
Namun dalam BLU sendiri terdapat beberapa masalah yang sebenarnya
menunjukkan ketidakkonsistenan pemerintah dalam membuat peraturan perundangan
yang ditakutkan pada kemudian hari akan menimbulkan masalah. Masalah-masalah
ini dikhawatirkan dapat mengganggu proses kerja BLU secara meyeluruh, sehingga
tujuan-tujuan awal BLU yang ditetapkan dikhawatirkan tidak tercapai.
Dalam pasal 29 PP 23 tahun 2005 tentang Pengelolaan Badan Layanan Umum
disebutkan bahwa “Surplus anggaran BLU
dapat digunakan dalam tahun anggaran berikutnya kecuali atas perintah Menteri
Keuangan/gubernur/bupati/walikota, sesuai dengan kewenangannya, disetorkan
sebagian atau seluruhnya ke Kas Umum Negara/Daerah dengan mempertimbangkan
posisi likuiditas BLU”. Surplus anggaran BLU yang dimaksud disini adalah
selisih lebih antara pendapatan dengan belanja BLU yang dihitung berdasarkan
laporan keuangan operasional berbasis akrual pada suatu periode anggaran.
Surplus tersebut diestimasikan dalam RBA tahun anggaran berikut untuk disetujui
penggunaannya.
Padahal sesuai dengan pasal 3 UU No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara,
disebutkan bahwa “Surplus penerimaan/negara dapat digunakan untuk membiayai
pengeluaran negara/daerah tahun anggaran berikutnya”. Selanjutnya pada ayat
berikutnya dijelaskan “Penggunaan
surplus penerimaan negara/daerah sebagaimana dimaksud dalam ayat (7) untuk
membentuk dana cadangan atau penyertaan Perusahaan Negara/Daerah harus
memperoleh persetujuan terlebih dahulu dari DPR/DPRD”. Berdasarkan
ketentuan ini dapat diketahui bahwa kaidah perlakuan surplus adalah
dimanfaatkan untuk membiayai pengeluaran pemerintah. Peruntukan lain terhadap
surplus anggaran ini harus memperoleh persetujuan DPR/DPRD. Perbandingan kedua aturan yang mengatur
surplus anggaran ini menunjukkan bahwa BLU memiliki daya tawar keuangan yang
lebih tinggi dibandingkan Perusahaan Negara/Daerah.
Solusi untuk masalah ini sebenarnya agak susah karena ada dua hal yang bisa
diajukan sebagai argumen dalam mempertahankan pendapat mengenai aturan mana
yang harus dipakai. Argumen tersebut adalah:
- Menurut pasal 7 UU No. 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan aturan yang seharusnya dipakai adalah aturan mengenai surplus yang ada di UU No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara. Hal ini disebabkan karena peraturan yang berada lebih rendah dalam hirarki tidak boleh bertentangan dengan peraturan hukum yang lebih tinggi.
- Akan tetapi, mengingat adanya asas lex specialis derogat lex generalis dimana apabila ada aturan yang lebih khusus, maka aturan tersebut mengesampingkan aturan yang bersifat umum, maka aturan mengenai surplus yang harus dipakai adalah aturan khusus yang mengatur tentang BLU yaitu PP No. 23 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Badan Layanan Umum.
Sebenarnya permasalahan seperti di atas tidak perlu terjadi apabila
pembuat-pembuat keputusan lebih banyak melakukan pencarian referensi dalam
menyusun peraturan, sehingga di kemudian hari tidak diharapkan terjadi lagi
pertentangan seperti ini. Pertentangan seperti ini tentu akan merugikan bagi
level-level pelaksana peraturan dikarenakan adanya kebingungan dalam memilih
aturan mana yang harus dipakai.
Pengelompokan Pengelolaan Universitas di
Indonesia
Dalam pengaturannya, universitas dikelompokkan
menjadi dua, yaitu:
1. Universitas yang dikelola pihak swasta
(private University). Dalam hal ini plaksanaan akuntansinya dilaksanakan
berdasar standar akuntansi yang dikemabngkan oleh FASB tentang laporan
keuangan untuk organisasi nirlaba
2. Universitas yang dikelola pihak pemerintah (public university). Dalam hal ini pelaksanaan akuntansinya dilaksanakan berdasar standar akuntansi yang dikembangkan oleh GASB khususnya dalam pernyataan no 15 tentang model pelaporan keuangan untuk universitas.
2. Universitas yang dikelola pihak pemerintah (public university). Dalam hal ini pelaksanaan akuntansinya dilaksanakan berdasar standar akuntansi yang dikembangkan oleh GASB khususnya dalam pernyataan no 15 tentang model pelaporan keuangan untuk universitas.
Struktur Dana untuk
universitas terdiri atas:
1. Dana lancar
Dana yang didirikan oleh universitas untuk mengelola kekayaan atau sumber daya yang akan digunakan dalam rangka membiayai kegiatan operasional sehari-hari. Dana lancar dibagi menjadi dua:
- Dana yang penggunaanya tidak ada batasan (unrestricted current fund)
- Dana yang penggunaanya terbatas pada tujuan tertentu (restricted fund)
3.
Dana pinjaman
Dana yang
didirikan untuk mengumpulkan dana-dana yang akan digunakan untuk memberikan
pinjaman baik kepada pegawai universitas maupun pihak-pihaklain yang terkait
dengan universitas
4.
Dana abadi
Dana yang
dikumpulkan dan kemudian dikelola oleh universitas tidak untuk penggunaan
jangka pendek. Dana ini diabadikan kemudian dikelola dalam bentuk investasi
yang hasilnya dimanfaatkan untuk pengunaan jangka pendek.
5. Dana anuitas dan pensiun
Semacam
dana pensiun yang dikelola oleh universitas
6.
Dana pembangunan
Dana yang dikumpulkan dengan tujuan penggunaan berupa pembangunan gedung dan aktiva tetap lainnya.
Dana yang dikumpulkan dengan tujuan penggunaan berupa pembangunan gedung dan aktiva tetap lainnya.
Ada tiga laporan keuangan yang harus dibuat oleh
suatu universitas
a. Laporan pendapatan, blanja, dan beban lainnya
b. Laporan perubahan saldo dana
c. Neraca kombinasi
a. Laporan pendapatan, blanja, dan beban lainnya
b. Laporan perubahan saldo dana
c. Neraca kombinasi
Dana Lancar Tidak Terikat (Unrestricted Current
Fund)
Dana lancar tidak terikat mencatat dana yang
dapat dibelanjakan untuk menjalankan aktivitas utama dari universitas dan
penggunaannya tidak dibatasi untuk tujuan tertentu. Dasar akuntansi untuk dana
lancar tidak terikat adalah dasar accrual, seperti yang digunakan untuk entitas
komersial. Namun, sebagai ganti laba bersih, selisih antara pendapatan dan
belanja, dicatat sebagai perubahan bersih atas saldo dana
Pendapatan Dan Belanja
Sehubungan dengan pendapatan dan belanja, dalam
akuntansi dana untuk universitas terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan
sebagai berikut:
a. Remisi uang kuliah dan piutang tak tertagih
Jumlah uang kuliah yang terkumpul berdasarkan tarif standar diakui secara penuh sebagai pendapata. Beasiswa dan remisi (potongan) uang kuliah yang diberikan universitas , temasuk piutang tak tertagih divatt sebagai belanja.
Jumlah uang kuliah yang terkumpul berdasarkan tarif standar diakui secara penuh sebagai pendapata. Beasiswa dan remisi (potongan) uang kuliah yang diberikan universitas , temasuk piutang tak tertagih divatt sebagai belanja.
b. Pengembalian uang kuliah
Akuntansi dana untuk universitas mengharuskan pengembalian uang kulia (untuk mahasiswa yang mengundurkan diri) dicatat sebagai pengurangan pendapatan. Keetika pengembalian kepada mahasiswa tersebut disetujui, universitas mendebit pendapatan dari yang kuliah.
Akuntansi dana untuk universitas mengharuskan pengembalian uang kulia (untuk mahasiswa yang mengundurkan diri) dicatat sebagai pengurangan pendapatan. Keetika pengembalian kepada mahasiswa tersebut disetujui, universitas mendebit pendapatan dari yang kuliah.
c. Sesi perkuliahan yang berlangsung dua periode
Akuntansi dana untuk universitas mengharuskan bahwa uang kuliah yang dipungut untuk sesi perkuliahan tersebut diakui sebagai pendapatan pada periode dimana sesi perkuliahan tersebut paling banyak diselenggarakan, bersama dengan seluruh belanja yang berhubungan dengan sesi perkuliahan tersebut. Jika uang kuliah dipungut pada periode berjalan namun sesi perkuliahan kebanyakan diselenggarakan pada periode berikutnya, maka universitas mencatat pemungutan uang kuliah sebagai debit pada kas dan kredit pada pendapatan tangguhan. Pendapatan tangguhan beserta belanja tangguhan jika ada, kemudin diakui sebagai pendapatan dan belanja yang sesungguhnya pada periode berikutnya.
Akuntansi dana untuk universitas mengharuskan bahwa uang kuliah yang dipungut untuk sesi perkuliahan tersebut diakui sebagai pendapatan pada periode dimana sesi perkuliahan tersebut paling banyak diselenggarakan, bersama dengan seluruh belanja yang berhubungan dengan sesi perkuliahan tersebut. Jika uang kuliah dipungut pada periode berjalan namun sesi perkuliahan kebanyakan diselenggarakan pada periode berikutnya, maka universitas mencatat pemungutan uang kuliah sebagai debit pada kas dan kredit pada pendapatan tangguhan. Pendapatan tangguhan beserta belanja tangguhan jika ada, kemudin diakui sebagai pendapatan dan belanja yang sesungguhnya pada periode berikutnya.
Transfer dan penyisihan dana.
Transfer wajib adalah transfer dari dan lancar
ke dana lainnya untuk memenuhi ketentuan dari pihak eksternal dalam suatu
perjanjian. Transfer tidak wajib adalah transfer serupa namun ditentukan
sendiri oleh pihak universitas untuk berbagai tujuan. Transfer tidak wajib juga
dapat dilakukan dari dana lainnya ke dalam dana lancar. Transfer wajib dan
tidak wajib dilaporkan secara terpisah dalam laporan keuangan yang berhubungan
dengan dana lancar seupa dengan transfer antar dana dalam akuntansi
pemerintahan.
Investasi
Investasi dilaporkan pada nilai wajar dalam
neraca suatu institusi publik. Pendapatan investasi,
termasuk perubahan dalam nilai wajar inv untuk periode berjalan, harus
dilaporkan sebagai pendapatan dalam laporan operasi entitas yang sesuai.
Sumbangan
Yang perlu diperhatikan adalah pemisahan antara
sumbangan yang mengikat dengan sumbangan yang tidak mengikat. Sumbangan yang
mengikat yang diterima dicatat dalam dana lancar terikat dan dibelanakan sesuai
dengan batasannya. Sumbangan yang tidak mengikat dicatat dalam dana lancar
tidak terikat dan dibelanjakan sesuai dengan kebutuhan universitas yang telah
ditentukan. Beberapa pemasukan dapat berbentuk dana abadi dimana pokok dananya
harus dikelola selama periode tertentu. Pemasukan ini dicatat dalam rekeining
dana abadi yang terpisah.
Depresiasi
Depresiai harus dilaporkan sebagai belanja dalam
dana yang menggunakan aktiva bersngkutn selama periode berjalan. Serupa dengan
dana umum dalam akuntansi pemerintahan, dana lancar juga dapat mengakuisisi
aktiva, namun terbatas pada aktiva lancar/jangka pendek. Jadi, tidak ada aktiva jangka panjang
yang dilaporkan dalam dana lancar. Aktiva jangka panjang dilaporkan dalam dana
pembangunan yang terpisah yang digunakan untuk menvatat akuisisi aktiva tetap
dengan dana yang berasal baik dari dana lancar maupun dana pembangunan sendiri.
Akan tetapi untuk akuisisi aktiva tetap
dalam nilai yang besar tidak boleh menggunakan dan yang berasal dari dana
lancar, namun harus menggunakan dana
yang berasal dari dan dicatat sebagai dana pembangunan.
Ayat Jurnal Akuntansi Dana
Universitas :
1. Memperoleh pendapatan sumbangan beserta remisi
Kas xx
·
Piutang xx
·
Pendapatan
xx
2. Memperoleh pendapatan dari usaha,
mempunyai piutang, piutang tak tertagih,
Kas xx
·
Piutang xx
·
Belanja-usaha
tambahan xx
·
Penyisihan
piutang tak tertagih xx
·
Pendapatan-usaha
tambahan xx
3. Remisi uang kuliah yang telah
ditetapkan akhirnya diberikan kepada beberapa mahasiswa
Belanja-beasisiwa xx
·
Piutang xx
4. Belanja dari unit usaha tambahan
milik universitas
Belanja-usaha tambahan xx
·
Kas xx
5. Mencatat transfer antar dana
Transfer wajib xx
·
Kas xx
·
tansfer
tidak wajib xx
·
kas xx
6. Format ayat jurnal penerimaan dana
dalam dana lancar teikat adalah sebagai berikut:
Kas xx
·
Saldo dana
xx
7. Format ayat jurnal ketika dana tersebut
dibelanjakan adalah sebagai berikut:
Belanja xx
Saldo dana xx
Kas xx
Pendapatan xx
Saldo dana xx
Kas xx
Pendapatan xx
8. Pendapatan dan penambahan saldo dana
lainnya
Kas xx
Saldo dana xx
Saldo dana xx
ANALISIS LAPORAN KEUANGAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
Penyataan Standar Akuntansi Keuangan No.45
(PSAK No.45)
Standar
Akuntansi Keuangan adalah himpunan prinsip, prosedur, metode dan teknik
akuntansi yang mengatur penyusunan laporan keuangan, khususnya yang ditujukan
kepada pihak luar perusahaan, seperti kreditur dan sebagainya. Berdasarkan
Standar Akuntansi Keuangan, tujuan akuntansi dan laporan keuangan pada dasarnya
untuk menyediakan informasi keuangan suatu badan usaha yang akan digunakan oleh
berbagai pihak yang berkepentingan sebagai dasar pengambilan suatu keputusan
ekonomi.
Adapun
Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan no.45 yang membahas tentang organisasi
nirlaba. Organisasi nirlaba ditandai dengan perolehan sumbangan untuk sumber
daya utama (asset) penyumbang bukan pemilik entitas dan tak berharap akan hasil, imbalan, atau keuntungan komersial. Pernyataan
ini berlaku bagi laporan keuangan yang disajikan oleh organisasi nirlaba yang
memenuhi karakteristik sebagai berikut:
1.
Sumber daya entitas berasal dari para penyumbang yang tidak mengharapkan
pembayaran kembali atau manfaat ekonomi yang sebanding dengan jumlah sumber
daya yang diberikan.
2.
Menghasilkan barang dan/atau jasa tanpa bertujuan memupuk laba, dan kalau suatu
entitas menghasilkan laba, maka jumlahnya tidak pernah dibagikan kepada para
pendiri atau pemilik entitas tersebut.
3.
Tidak ada kepemilikan seperti lazimnya pada organisasi bisnis, dalam arti bahwa
kepemilikan dalam organisasi nirlaba tidak dapat dijual, dialihkah, atau
ditebus kembali, atau kepemilikan tersebut tidak mencerminkan proporsi
pembagian sumber daya entitas pada saat likuidasi atau pembubaran entitas.
Laporan
keuangan untuk organisasi nirlaba terdiri dari laporan posisi keuangan, laporan
aktivitas, laporan arus kas, dan catatan atas laporan keuangan. Laporan
keuangan tersebut berbeda dengan laporan keuangan untuk organisasi bisnis pada
umumnya. Pernyataan ini menetapkan informasi dasar tertentu yang harus disajikan
dalam laporan keuangan organisasi nirlaba.
Laporan Posisi Keuangan
Tujuan laporan posisi keuangan adalah untuk menyediakan informasi mengenai
aktiva, kewajiban, dan aktiva bersih dan informasi mengenai hubungan di antara
unsur-unsur tersebut pada waktu tertentu. Informasi dalam laporan posisi
keuangan yang digunakan bersama pengungkapan dan informasi dalam laporan
keuangan lainnya, dapat membantu para penyumbang, anggota organisasi, kreditur
dan pihak-pihak lain untuk menilai:
a.
kemampuan organisasi untuk memberikan jasa secara berkelanjutan dan
b.
likuiditas, fleksibilitas keuangan, kemampuan untuk memenuhi kewajibannya, dan
kebutuhan pendanaan eksternal.
Laporan posisi keuangan, termasuk catatan atas laporan keuangan, menyediakan
informasi yang relevan mengenai likuiditas, fleksibilitas keuangan, dan
hubungan antara aktiva dan kewajiban. Informasi tersebut umumnya disajikan
dengan pengumpulan aktiva dan kewajiban yang memiliki karakteristik serupa
dalam suatu kelompok yang relative homogen. Sebagai contoh, organisasi biasanya
melaporkan masing-masing unsur aktiva dalam kelompok yang homogen, seperti:
a. kas dan setara kas;
b. piutang pasien, pelajar,
anggota, dan penerima jasa yang lain;
c. persediaan;
d. sewa, asuransi, dan jasa
lainnya yang dibayar di muka;
e. surat berharga/efek
dan investasi jangka panjang;
f.
tanah, gedung, peralatan, serta aktiva tetap lainnya yang digunakan untuk
menghasilkan barang dan jasa.
Kas
atau aktiva lain yang dibatasi penggunaanya oleh penyumbang harus disajikan
terpisah dari kas atau aktiva lain yang tidak terikat penggunaannya.
Laporan
posisi keuangan menyajikan jumlah masingmasing kelompok aktiva bersih
berdasarkan ada atau tidaknya pembatasan oleh penyumbang, yaitu: terikat secara
permanen, terikat secara temporer, dan tidak terikat.
Pembatasan permanen terhadap (1) aktiva, seperti
tanah atau karya seni, yang disumbangkan untuk tujuan tertentu, untuk dirawat
dan tidak untuk dijual, atau (2) aktiva yang disumbangkan untuk investasi yang
mendatangkan pendapatan secara permanen dapat disajikan sebagai unsur terpisah
dalam kelompok aktiva bersih yang penggunaannya dibatasi secara permanen atau
disajikan dalam catatan atas laporan keuangan. Pembatasan permanen kelompok kedua tersebut
berasal dari hibah atau wakaf dan warisan yang menjadi dana abadi (endowment).
Pembatasan temporer terhadap (1) sumbangan berupa
aktivitas operasi tertentu, (2) investasi untuk jangka waktu tertentu, (3)
penggunaan selama periode tertentu dimasa depan, atau (4) pemerolehan aktiva
tetap, dapat disajikan sebagai unsur terpisah dalam kelompok aktiva bersih yang
penggunaannya dibatasi secara temporer atau disajikan dalam catatan atas
laporan keuangan. Pembatasan
temporer oleh penyumbang dapat berbentuk pembatasan waktu atau pembatasan
penggunaan, atau keduanya.
Aktiva
bersih tidak terikat umumnya meliputi pendapatan dari jasa, penjualan barang,
sumbangan, dan dividen atau hasil investasi, dikurangi beban untuk memperoleh
pendapatan tersebut. Batasan terhadap penggunaan aktiva bersih tidak terikat
dapat berasal dari sifat organisasi, lingkungan operasi, dan tujuan organisasi
yang tercantum dalam akte pendirian, dan dari perjanjian kontraktual dengan
pemasok, kreditur dan pihak lain yang berhubungan dengan organisasi. Informasi
mengenai batasan-batasan tersebut umumnya disajikan dalam catatan atas laporan
keuangan.
Laporan Aktivitas
Tujuan utama laporan aktivitas adalah menyediakan informasi mengenai (a)
pengaruh transaksi dan peristiwa lain yang mengubah jumlah dan sifat aktiva
bersih, (b) hubungan antar transaksi, dan peristiwa lain, dan (c) bagaimana
penggunaan sumber daya dalam pelaksanaan berbagai program atau jasa, Informasi
dalam laporan aktivitas, yang digunakan bersama dengan pengungkapan informasi
dalam laporan keuangan lainnya, dapat membantu para penyumbang, anggota
organisasi, kreditur dan pihak lainnya untuk (a) mengevaluasi kinerja dalam
suatu periode, (b) menilai upaya, kemampuan, dan kesinambungan organisasi dan
memberikan jasa, dan (c) menilai pelaksanaan tanggung jawab dan kinerja
manajer.
Laporan aktivitas mencakup organisasi secara keseluruhan dan menyajikan
perubahan jumlah aktiva bersih selama suatu periode. Perubahan aktiva bersih
dalam laporan aktivitas tercermin pada aktiva bersih atau ekuitas dalam laporan
posisi keuangan. Laporan aktivitas menyajikan jumlah perubahan aktiva bersih
terikat permanen, terikat temporer, dan tidak terikat dalam suatu periode.
Laporan aktivitas menyajikan pendapatan sebagai penambah aktiva bersih tidak
terikat, kecuali jika penggunaannya dibatasi oleh penyumbang, dan menyajikan
beban sebagai pengurang
aktiva
bersih tidak terikat. Sumbangan disajikan sebagai penambah aktiva bersih tidak
terikat, terikat permanen, atau terikat temporer, tergantung pada ada tidaknya
pembatasan. Dalam hal sumbangan terikat yang pembatasannya tidak berlaku lagi
dalam periode yang sama, dapat disajikan sebagai sumbangan tidak terikat
sepanjang disajikan secara konsisten dan diungkapkan sebagai kebijakan
akuntansi. Laporan aktivitas menyajikan keuntungan dan kerugian yang diakui
dari investasi dan aktiva lain (atau kewajiban) sebagai penambah atau pengurang
aktiva bersih tidak terikat, kecuali jika penggunaannya dibatasi.
Laporan aktivitas menyajikan jumlah pendapatan dan beban secara bruto. Namun
demikian pendapatan investasi dapat disajikan secara neto dengan syarat
beban-beban terkait, seperti beban penitipan dan beban penasihat investasi,
diungkapkan dalam catatan atas laporan keuangan.
Laporan aktivitas atau catatan atas laporan keuangan harus menyajikan informasi
mengenai beban menurut klasifikasi fungsional, seperti menurut kelompok program
jasa utama dan aktivitas pendukung. Klasifikasi secara fungsional bermanfaat
untuk membantu para penyumbang, kreditur, dan pihak lain dalam menilai
pemberian jasa dan penggunaan sumber daya. Program pemberian jasa merupakan
aktivitas untuk menyediakan barang dan jasa kepada para penerima manfaat,
pelanggan, atau anggota dalam rangka mencapai tujuan atau misi organisasi.
Pemberian jasa tersebut merupakan tujuan dan hasil utama yang dilaksanakan
melalui berbagai program utama. Aktivitas pendukung meliputi semua aktivitas
selain program pemberian jasa. Umumnya, aktivitas pendukung meliputi aktivitas
manajemen dan umum, pencarian dana, dan pengembangan anggota.
Laporan Arus Kas
Tujuan utama laporan arus kas adalah menyajikan informasi mengenai penerimaan
dan pengeluaran kas dalam suatu periode. Laporan arus kas disajikan sesuai PSAK
2 tentang Laporan Arus Kas dengan tambahan berikut ini:
a. Aktivitas
pendanaan:
1.
penerimaan kas dari penyumbang yang
penggunaannya dibatasi untuk jangka panjang.
2.
penerimaan kas dari sumbangan dan penghasilan
investasi yang penggunaannya dibatasi untuk pemerolehan, pembangunan dan
pemeliharaan aktiva tetap, atau peningkatan dana abadi (endowment).
3. bunga dan dividen yang dibatasi penggunaannya
untuk jangka panjang.
b. Pengungkapan
informasi mengenai aktivitas investasi dan pendanaan nonkas: sumbangan berupa
bangunan atau aktiva investasi.
Laporan Keuangan Organisasi Nirlaba
Oganisasi Nirlaba terdiri dari entitas pemerintahan dan entitas
nonpemerintahan. Oraganisasi Nirlaba dipandang amat berbeda dengan organisasi
komersial oleh pelanggan, donatur dan sukarelawan, pemerintah, anggota
organisasi dan karyawan organisasi nirlaba. Dalam rangka pertanggungjawaban,
organisasi nirlaba harus membuat laporan pertanggungjawaban khususnya dalam hal
penggunaan dana organisasi.
Pada umumnya organisasi nirlaba mengacu pada PSAK Nomor 45. PSAK Nomor 45
(untuk entitas nirlaba nonpemerintah) diterbitkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia untuk
memfasilitasi seluruh organisasi nirlaba nonpemerintah. Diluar itu, PSAK dapat
menyusun standar khusus nirlaba, misalnya akuntansi untuk entitas koperasi.
Dalam PSAK No.45, karakteristik entitas nirlaba ditandai dengan perolehan
sumbangan untuk sumber daya utama (asset) penyumbang bukan pemilik entitas dan
tak berharap akan hasil, imbalan, atau keuntungan komersial.
Masing-masing entitas nirlaba memiliki karakteristik yang unik dan masih perlu dilakukan penyempurnaan berkaitan dengan standarisasi pelaporan keuangannya. Oleh karena itu, laporan keuangan yang disajikan juga akan disesuaikan dengan karakteristik organisasi namun tetap pada prinsip akuntansi berterima umum yang berlaku di Indonesia.
Masing-masing entitas nirlaba memiliki karakteristik yang unik dan masih perlu dilakukan penyempurnaan berkaitan dengan standarisasi pelaporan keuangannya. Oleh karena itu, laporan keuangan yang disajikan juga akan disesuaikan dengan karakteristik organisasi namun tetap pada prinsip akuntansi berterima umum yang berlaku di Indonesia.
Bentuk
Penyajian Laporan Keuangan Berdasarkan PSAK No 45
Laporan Keuangan berdasarkan PSAK 45
meliputi Laporan Posisi Keuangan pada akhir periode laporan, Laporan Aktivitas
serta Laporan Arus Kas untuk suatu periode pelaporan, dan Catatan atas Laporan
Keuangan.
Laporan Keuangan
Universitas Airlangga
Laporan Keuangan yang kami analisis adalah
Laporan Posisi Keuangan, Laporan Aktivitas, dan Laporan Arus Kas. Adapun data
Catatan atas Laporan Keuangan tidak kami dapatkan.
1. Laporan Posisi Keuangan
Laporan
Posisi Keuangan Universitas Airlangga untuk Periode yang berakhir 31 Desember
2008, telah menyajikan aktiva berdasarkan urutan likuiditas, dan kewajiban
berdasarkan tanggal jatuh tempo dan mengelompokan aset kedalam aset lancar dan
aset tidak lancar. Dapat dilihat pada Laporan Posisi Keuangan Universitas
Airlangga periode yang berakhir 31 Desember 2008 yang telah kami
cantumkan.
Aset lancar terdiri dari Kas dan Setara Kas, Piutang setelah dikurangi penyisihan piutang ragu-ragu, dan Persediaan. Sedangkan aset tidak lancar terdiri atas aset tetap yang telah dikurangi oleh akumulasi penyusutan, aktivitas yang sama yang dilakukan di Universitas Airlangga untuk Periode yang berakhir 31 Desember 2007, sebagai berikut:
a.
Aset (Aktiva)
Dalam hal ini Laporan Keuangan Universitas Airlangga untuk
Periode yang berakhir 31
Desember 2008, melaporkan masing-masing unsur aset dalam kelompok yang
homogen, seperti: kas dan setara kas, piutang, persediaan, dan aset tetap.
Selain itu, informasi likuiditas juga diberikan dengan cara menyajikan aktiva
berdasarkan urutan likuiditas, mengelompokkan aktiva ke dalam lancar dan tidak
lancar, dan mengungkapkan informasi mengenai likuiditas aktiva termasuk
pembatasan penggunaan aktiva.
1)
Aset Lancar
Aset
Lancar terdiri atas:
|
(a) Kas dan
Setara Kas
|
121.749.113.032
|
96.626.689.159
|
|
(b) Piutang setelah
dikurangi penyisihan Piutang Ragu-Ragu
|
||
|
Ø Pada tahun 2008
|
||
|
Ø Pada tahun 2007
|
3.060.888.174
|
936.764.437
|
|
(c) Persediaan
|
1.328.651.132
|
1.236238.587
|
Jumlah Aset Lancar pada tahun 2008 ialah Rp.
126.138.652.338.
2) Aset Tidak
Lancar
Aset Tidak Lancar yang tercantum di Laporan
Keuangan Universitas Airlangga untuk Periode yang berakhir 31 Desember 2008 dan
2007, hanya berupa kelompok aset tetap saja (setelah dikurangi akumulasi
penyusutan sebesar nihil). Aset tetap untuk periode yang berakhir 31 Desember
2008 tersebut sejumlah Rp 1.075.774.266.477 .
b.
Kewajiban
Pada
Pernyataan Standar Akuntansi Nomor 45, Kewajiban disajikan berdasarkan tanggal
jatuh tempo dan dikelompokan ke dalam kewajiban jangka pendek dan jangka
panjang. Namun pada Laporan Posisi Keuangan yang kami analisis yaitu Laporan
Keuangan Universitas Airlangga Periode yang berakhir pada 31 Desember 2007
terutama Periode yang berakhir pada 31 Desember 2008, Kewajiban disajikan
berdasarkan kewajiban lancar dan kewajiban tidak lancar. Kewajiban lancar
terdiri atas hutang pihak ketiga, hutang pajak, biaya yang harus dibayar, dan
pendapatan diterima dimuka. Kemudian dikurangi dengan aset bersih.
Kewajiban Lancar untuk tahun 2008, terdiri atas:
Hutang Pihak Ketiga
717.501.818
Hutang
Pajak
42.053.575
Biaya yang Masih Harus Dibayar
23.372.535.942
Pendapatan Diterima Dimuka
550.000.000
Jumlah Kewajiban Lancar
24.682.091.335
Aset Bersih
1.177.230.827.480
Aset
bersih umumnya terdiri atas aset bersih terikat dan tidak terikat..
Keterangan ini dapat dilihat pada Laporan Aktivitas.
Aset
bersih :
Tidak
terikat
1.172.097.083.772
Terikat
temporer
5.133.743.708
Terikat
Permanen
-
Maka,
Jumlah Kewajiban Lancar dikurangi Aset Bersih pada tahun 2008 ialah Rp.
1.201.912.918.815.
2.
Laporan Aktivitas
Laporan
aktivitas Universitas Airlangga menerapkan bentuk laporan aktivitas yang
menyajikan informasi sesuai dengan klasifikasi dengan tambahan satu kolom untuk
jumlah. Bentuk Laporan Aktivitas menyajikan pembuktian dampak berakhirnya
pembatasan penyumbang aktiva tertentu terhadap reklasifikasi aktiva bersih.
Bentuk Laporan Aktivitas memungkinkan penyajian informasi agregat mengenai
sumbangan dan penghasilan dari investasi.
Laporan
Aktivitas menyajikan jumlah perubahan aktiva bersih terikat permanen, terikat
temporer, dan tidak terikat dalam suatu periode.
Laporan aktivitas menyajikan pendapatan sebagai
penambah aktiva bersih tidak terikat, kecuali jika penggunaannya dibatasi oleh
penyumbang, dan menyajikan beban sebagai pengurang aktiva bersih tidak terikat.
Sumbangan disajikan
sebagai penambah aktiva bersih tidak terikat, terikat permanen, atau terikat
temporer, tergantung pada ada tidaknya pembatasan.
Dapat dilihat di Laporan Aktivitas Universitas
Airlangga untuk periode yang berakhir 31 Desember 2008, bahwa Penerimaan dan Pendapatan Dana Pemerintah
berasal dari DIPA/APBN Pemerintah, Hibah/PHK Pemerintah, Kontrak Kerjasama
dengan Instansi Pemerintah, dan Penerimaan Pemerintah lainnya. Penerimaan
dan Pendapatan Dana Pemerintah disajikan sebagai penambah aktiva bersih terikat
temporer dengan jumlah Rp. 153.143.147.768. Hal ini menunjukkan bahwa
Penerimaan dan Pendapatan Dana Pemerintah di Universitas Airlangga penggunaanya
dibatasi oleh pemerintah.
Aset bersih terikat sendiri terdiri atas aset
bersih terikat temporer dan permanen. Aset bersih tidak terikat adalah aset
yang sumber daya penggunaannya tidak dibatasi untuk tujuan tertentu oleh
penyumbang, dalam hal ini penyumbang yang dimaksud adalah masyarakat. Aset
bersih temporer adalah aset yang sumber daya penggunaannya dibatasi untuk
tujuan tertentu oleh penyumbang yang menetapkan agar sumber daya tersebut
dipertahankan sampai dengan periode tertentu atau sampai dengan terpenuhinya
keadaan tertentu dalam hal ini penyumbang yang dimaksud adalah pemerintah .
Sedangkan aset bersih permanen adalah aset yang sumber daya penggunaannya
ditetapkan oleh penyumbang agar sumber daya tersebut dipertahankan secara
permanen, tetapi organisasi tetap diizinkan untuk menggunakan sebagian atau
semua penghasilan atau manfaat ekonomi lainnya yang berasal dari sumber daya
tersebut, dalam hal ini tidak disebutkan penggunaan aset bersih terikat secara
permanen.
Dana Masyarakat Universitas Airlangga berasal
dari Sumbangan Operasional (Pendidikan), Sumbangan Pengembangan (Pendidikan)
dan Sumbangan Masyarakat Lainnya. Dana Masyarakat disajikan sebagai penambah
aktiva bersih tidak terikat (dengan jumlah Rp. 179.456.045.406) yang mana
penggunaanya tidak dibatasi oleh masyarakat.
Sedangkan, pada Dana Layanan dan Usaha
Universitas, Penerimaan Layanan dan Usaha Akademik disajikan sebagai penambah
aktiva bersih terikat temporer. Penerimaan Layanan Umum dan Fungsi, dan
Penerimaan Pendapatan umum disajikan sebagai penambah aktiva bersih tidak
terikat.
Laporan aktivitas menyajikan keuntungan dan
kerugian yang diakui dari investasi dan aktiva lain (atau kewajiban) sebagai
penambah atau pengurang aktiva bersih tidak terikat, kecuali jika penggunaanya
dibatasi.
Pada Laporan Aktivitas (untuk
yang tidak terikat), Jumlah Penerimaan dan Pendapatan (Rp. 211.725.445.973 dan
Rp. 201.639.356.226) dikurangi dengan Jumlah Beban dan Pengeluaran (Rp.
157.472.916.359 dan Rp. 179.250.342.518) menghasilkan perubahan aktiva bersih
(kenaikan aset bersih sebesar Rp. 54.252.529.614 dan Rp. 22.389.013.708).
Kenaikan Aset bersih ini
dijumlahkan dengan Aset Bersih Awal Tahun (berasal dari Aset Bersih Akhir Tahun
2007) yang menghasilkan Aset Bersih Akhir Tahun Tidak Terikat sebesar Rp.
1.172.097.083.772. Aset Bersih Akhir Tahun Tidak Terikat 2008 ditambah dengan
Aset Bersih Akhir Tahun Terikat menghasilkan Aset Bersih Akhir Tahun 2008
(sejumlah Rp. 1.177.230.827.480).
Dapat dilihat di Laporan Aktivitas Universitas
Airlangga untuk periode yang berakhir 31 Desember 2007, bahwa Penerimaan dan
Pendapatan Dana Pemerintah berasal dari DIPA/APBN Pemerintah, Hibah/PHK
Pemerintah, Kontrak Kerjasama dengan Instansi Pemerintah, dan Penerimaan
Pemerintah lainnya. Hal ini tidak berbeda jauh dengan tahun 2008, yang berbeda
ialah pada periode 2008 tidak ada penerimaan kontrak kerja sama dengan Instansi
Pemerintahan. Penerimaan dan Pendapatan Dana Pemerintah periode yang berakhir
31 Desember 2007 disajikan sebagai penambah aktiva bersih terikat temporer
dengan jumlah Rp. 146.371.405.704 (lebih kecil dari Penerimaan dan Pendapatan
Dana Pemerintah periode yang berakhir 31 Desember 2008). Hal itu berarti, bahwa
Penerimaan dan Pendapatan Dana Pemerintah periode yang berakhir 31 Desember
2008 mengalami kenaikan disbanding tahun sebelumnya.
Dana Masyarakat Universitas Airlangga untuk
tahun yang berakhir tanggal 31 Desember 2007 tidak berbeda sumbernya dengan
tahun 2008. Yaitu berasal dari Sumbangan Operasional (Pendidikan), Sumbangan
Pengembangan (Pendidikan) dan Sumbangan Masyarakat Lainnya. Dana Masyarakat
disajikan sebagai penambah aktiva bersih tidak terikat (dengan jumlah Rp.
145.800.689.482) yang mana penggunaanya juga seperti tahun 2008, yaitu tidak
dibatasi oleh masyarakat.
Dana
Layanan dan Usaha Universitas Airlangga untuk tahun yang berakhir pada tanggal
31 Desember 2007 lebih kecil dibanding Dana Layanan dan Usaha Universitas untuk
tahun yang berakhir pada tanggal 31 Desember 2008. Itu berarti, pada tahun 2008
mengalami kenaikan Dana Layanan dan Usaha dibanding 2007.
Jumlah Pengeluaran Penyelenggaraan
Pendidikan tidak terikat untuk tahun yang berakhir pada tanggal 31 Desember
2008 mengalami penurunan dibanding tahun sebelumnya. Sedangkan, Jumlah
Pengeluaran Penyelenggaraan Pendidikan terikat temporer mengalami kenaikan
dibanding 2007. Pada pengeluaran di tahun 2008 terdapat Pengeluaran Penelitian
dan Pengabdian Masyarakat, Pengeluaran Pengembangan Program, dan Pengeluaran
Manajemen dan Pengelolaan. Sedangkan, pada Pengeluaran di tahun 2007, ketiganya
tidak ada. Pada tahun 2007 terdapat Pengeluaran Lainnya sebesar Rp.
7.071.663.575 , namun
pada tahun 2008 Pengeluaran Lainnya
Rp 0.
Kenaikan
Aset Bersih tidak terikat pada tahun yang berakhir 2008 mengalami kenaikan
dibanding tahun 2007. Sedangkan, Kenaikan Aset Bersih mengalami penurunan
dibanding 2007. Aset Bersih Awal Tahun berasal dari Aset Bersih Akhir Tahun
2006. Pada tahun 2007, tidak ada Koreksi Saldo Aset Bersih Awal Tahun.
Jumlah Aset Bersih Akhir Tahun yang berakhir tanggal 31 Desember 2007 ialah Rp.
1.117.844.554.158 (lebih besar dibanding 2008).
3.
Laporan Arus Kas
Informasi tentang arus kas pada Universitas
Airlangga berguna sebagai dasar untuk menilai kemampuan perusahaan dalam
menghasilkan kas dan setara kas dan menilai kebutuhan Universitas Airlangga
untuk menggunakan arus kas tersebut.

Data Laporan Keuangan mengenai Arus Kas di
Universitas Airlangga pada tahun 2007 dan 2008. Laporan arus
kas harus melaporkan arus kas selama periode tertentu dan diklasifikasi menurut
aktivitas operasi, investasi dan pendanaan.
Aktivitas operasi adalah aktivitas penghasil utama
pendapatan perusahaan (principal revenue-producing activities) dan
aktivitas lain yang bukan merupakan aktivitas investasi dan aktivitas
pendanaan. Arus kas dari aktivitas operasi berasal dari
penjumlahaan penerimaan DIPA, Penerimaan Hibah, Penerimaan Kontrak dan
kerjasama dengan Instansi Pemerintah, Penerimaan Pemerintah lainnya, Penerimaan
sumbangan operasional, Penerimaan Sumbangan Pengembangan, Penerimaan Kontrak
Kerjasama, Penerimaan layanan umum dan fungsi, Penerimaan Institusional Fee,
Penerimaan dari pemanfaatan fasilitas, Penerimaan lain dari masyarakat, dan
penerimaan lainnya, dikurangi dengan jumlah dari penyelenggaraan pendidikan,
pembinaan mahasiswa, penelitian dan pengabdian masyarakat, Layanan akademik dan
unit Swadana, Pengeluaran pengembangan Program, pengeluaran manajemen dan pengeluaran,
Pengeluaran Lainnya. Hasil dari pengurangan tersebut dinamakan Kas Bersih yang
diperoleh Aktivitas Operasi.
Aktivitas investasi adalah perolehan dan
pelepasan aktiva jangka panjang serta investasi lain yang tidak termasuk setara
kas. Arus Kas dari Aktivitas Investasi berasal dari
jumlah Perolehan aset tetap. Hasilnya dinamakan Kas Bersih yang digunakan untuk
Aktivitas Investasi.
Aktivitas
pendanaan (financing) adalah aktivitas yang mengakibatkan perubahan
dalam jumlah serta komposisi modal dan pinjaman perusahaan . Arus
kas dari aktivitas pendanaan hanya berasal dari Hasil Pinjaman Jangka Pendek. Hasil
tersebut dinamakan Kas yang diperoleh dari dan digunakan untuk Aktivitas
Pendanaan.
Adapun Pengaruh Selisih Kurs atas Kas dan
Setara Kas yang terdapat dalam Laporan Arus Kas, diperoleh dari Kenaikan
Bersih Kas dan Setara Kas. Kenaikan Bersih Kas dan Setara Kas diperoleh dari
selisih Kas dan Setara Kas Pada Awal Periode dengan jumlah Kas dan Setara Kas
Pada Akhir Periode lalu dikurangkan jumlah dari Total Kas Bersih yang Diperoleh
dari Aktivitas Oprasi dikurang Total Kas Bersih yang Digunakan untuk Aktivitas
Investasi dan dikurang Total Kas yang Diperoleh dari Aktivitas Pendanaan.
Berdasarkan analisis Laporan Keuangan
yang telah dilakukan, maka kami menyimpulkan bahwa untuk Laporan Keuangan yang
telah disajikan oleh Universitas Airlangga untuk Periode yang berakhir 31
Desember 2008 dan 2007 telah sesuai dengan Pernyataan Standar Akuntansi
Keuangan No.45 tentang Pelaporan Keuangan Organisasi Nirlaba yang meliputi
Laporan Posisi Keuangan, Laporan Aktivitas, dan Laporan Arus Kas. Dalam Laporan
Keuangan yang kami peroleh di Laporan Arus Kas didasarkan pada Pernyataan
Standar Akuntansi No.2.
Universitas Airlangga telah menyajikan
Laporan Keuangan dengan baik dan sesuai Pernyataan Standar Akuntansi No.45
Berdasarkan penelitian yang dilakukan, maka kami memberikan saran kepada
Universitas Airlangga agar lebih teliti dalam menyajikan Laporan Keuangan agar
tidak perlu diadakan koreksi saldo kembali.
Sedangkan untuk pembaca diharapkan untuk memahami Pernyataan Standar
Akuntansi Keuangan no.45, dan dilampiri dengan Catatan Atas Laporan Akuntansi
Keuangan sebagai keterangan atas aktivitas-aktivitas yang terjadi dalam Laporan
Keuangan.
REFERENSI
Modul Divisi Pengembangan Sumber Daya
Manusia, Tim Penyusunan Akuntansi Badan Layanan Umum, Universitas sebelas
Maret, Surakarta.
Laporan
Auditor Independen atas Universitas Airlangga, Surabaya oleh Kantor Akuntan
Publik, Supoyo Edy dan Rekan
Akuntansi Sektor Publik (Edisi 2), Penulis: Deddi
Nordiawan, Ayuningtyas Hertianti, Penerbit: Salemba
Empat





Komentar